i
[REVISI]
Perempuan yang sedang menghadap cermin itu tersenyum dengan wajah cemerlang. Binar di matanya memancarkan kesenangan batin. Mungkin, hal itu dikarenakan hari ini adalah hari pertamanya memasuki jenjang SMA.
Siapa yang tidak menantikan momen ini? Momen di mana semua orang berkata bahwa kita akan jatuh cinta dan menemukan seseorang yang akan memberikan warna untuk dunia putih abu-abu. Siapa yang tidak menginginkan kehidupan SMA mereka seperti di dunia fiksi? Dikejar-kejar oleh most wanted super tampan di sekolah dan ditembak dengan romantis di depan semua orang. Oh ayolah para perempuan, siapa yang menolak?
Mungkin, jika kalian adalah maniak novel fiksi, kalian tidak akan menolak. Justru yang kalian lakukan adalah meniru salah satu omongan tokoh yang setidaknya bagus. Agar tidak terlihat memalukan saat menjawab.
Ngomong-ngomong, nama perempuan yang sedang bercermin itu Retta. Parasnya yang rupawan, kini semakin memancarkan pesona karena senyum cemerlang tersungging manis di bibir ranumnya.
"Rett, udah belum?"
Perempuan itu menghentikan kegiatannya dari cermin, berjalan tergopoh-gopoh ke arah pintu sambil menenteng backpack berwarna biru donker miliknya. "Udah, kok."
Rengga yang menjabat sebagai Kakak laki-laki dari Retta hanya terkekeh geli mendegar nada antusias dari adiknya. "Lo kenapa excited banget, sih?" tanya Rengga sambil merangkul Retta, membawanya menuju mobil.
"Siapa coba yang gak bakal excited pas pertama kali masuk SMA? Bang, kalo di novel-novel nih, ya, nanti waktu lo masuk ke dalem gerbang, pasti ada yang nabrak lo. Terus tuh, ya, dia bakal bantuin lo berdiri dan dianterin ke kelas. Itu super banget, tau!"
Rengga mendengus mendengar penuturan Retta. "Iya kalo ganteng, kalo yang nolongin lo kayak Pak Yo gimana?"
Retta mendelik kesal mendengar respon Rengga yang tidak sesuai dengan ekspetasi. "Ya kali Pak Yo jadi anak SMA!"
Ngomong-ngomong, Pak Yo adalah tukang sayur langganan Ibu mereka berdua. Keduanya pun sudah sangat akrab dengan penjual sayur itu. Jadi, jangan heran jika kedua manusia ini sering menyebut nama Pak Yo dalam percakapan sehari-harinya.
"Iyalah! Kan lo penggemar berat Pak Yo!" celetuk Rengga nyolot.
Rasanya Retta ingi melayangkan sebuah tamparan keras kepada Rengga. Selalu saja begini jika Rengga mengantarnya sekolah. Selama perjalanan, Rengga tidak henti-hentinya mengganggu Retta dengan tidakan jayus dan ledekan menyebalkan miliknya. Suasana mobil tidak pernah sepi karena bakat Rengga dalam hal mengoceh sangat unggul dan bakat Retta dalam hal berteriak juga sangat unggul.
Lima belas menit kemudian, setelah mengalami perdebatan sengit antara Rengga dan Retta tentang Pak Yo, akhirnya kedua manusia ini sampai di sekolah. "Udah nyampe, lo jangan tengil-tengil di SMA," ucap Rengga dengan senyumnya. Senyum tengil.
Retta menggeram, menjambak rambut Rengga ganas. "Dasar laknat!" Retta berteriak. Lalu setelahnya, perempuan itu segera turun dari mobil dengan membanting pintu penumpang.
Rengga hanya bisa terkekeh pelan meliat tingkah Retta.
Berbicara soal hari pertama SMA, sebenarnya yang Retta lakukan saat ini bukan hari pertama memakai seragam SMA, bukan. Melainkan, ia akan menjalankan MPLS terlebih dahulu selama tiga hari. Namun, untuk Retta sendiri itu tidak terlalu masalah, toh ia sudah jadi anak SMA, kan? Meskipun, saat ini dia masih memakai seragam putih biru. Poin plusnya untuk hari pertama ini adalah dia tidak perlu memakai atribut macam-macam seperti orang gila seperti MPLS tahun-tahun sebelumnya.
Retta menarik senyum tipis, setelah merasa siap untuk berjalan menuju kelas, Retta segera melangkahkan kaki jenjangnya menyusuri koridor yang sudah ramai dengan siswa dan siswi. Mayoritas yang berlalu-lalang di koridor adalah senior yang sedang bergerombol di depan papan pengumuman untuk melihat pembagian kelas.
Belum sempat Retta menyelesaikan langkahnya agar sampai di kelas, tiba-tiba seseorang dari arah berlawanan menabraknya dengan kencang. Retta sampai terjatuh dengan posisi yang sangat tidak lazim. Sontak kejadian itu membuat semua siswa yang semula perhatiannya ada di papan pengumuman, kini beralih pada Retta yang sedang meringis kesakitan.
Mereka tertawa. Keras sekali. Sampai-sampai pipi Retta memerah karena malu.
"Eh, sorry, ya!"
Retta mendengus, ia terjatuh sudah sekitar lima menit yang lalu dan laki-laki ini baru menyadarinya? Baru meminta maaf? Ke mana saja nyawanya sejak tadi?
"Kalo jalan liat-liat, dong!" jawab Retta judes sambil berdiri, meskipun pantatnya terasa ngilu. Ia menepuk-nepuk bagian belakangnya, membersihkan kotoran yang sekiranya menyangkut.
"Iya, iya, maaf. Gue cabut duluan."
Retta mendengus, novel-novel itu menipu! Bagaimana bisa saat ia terjatuh, laki-laki yang menabraknya hanya bisa bengong sambil menatapi Retta yang meringis kesakitan? Ini baru hari pertama di SMA, jauh dari ekspetasi Retta. Bagiamana dengan hari-hari selanjutnya? Apa lebih buruk dari ini? Atau lebih baik di luar dugaannya?
◀▶◀▶
Setelah menunggu sangat lama acara perkenalan yang membuat Retta ngantuk setengah mati dan pengenalan lingkungan sekolah yang menurut Retta sangat tidak berguna, seperti biasa, dengan seenaknya para senior menyuruh siswa siswi MPLS mencari lima puluh tangan dari sesama peserta. Tanda tangan itu harus dikumpulkan hari ini juga. Sialan memang.
"Hai, gue minta tanda tangan lo, dong."
Tidak direspon.
"Hei." Retta menepuk pundak laki-laki di depannya.
Laki-laki itu menoleh, menampaknya raut kaget bercampur bingung. Saat menatap mata legam Retta, laki-laki itu merasa kikuk, dirinya seakan masuk ke dalam pesona mata tajam Retta. "Gue cabut dulu."
Retta melongo, bukankah dia yang menabraknya tadi? Kenapa setiap laki-laki ini bertemu dengannya, ia selalu pergi dan pergi. Apakah tidak ada pilihan lain?
"Tunggu! Gue cuma minta tanda tangan doang, kok! Gue gak minta pertanggung jawaban atas perbuatan lo yang udah menyakiti pantat gue!"
Laki-laki itu berhenti, langkahnya tertahan, dia mengacak rambut terlihat frustrasi. "Sini buku lo," ia memusatkan perhatiannya pada Retta saat sudah berbalik badan.
Retta tersenyum tipis, menyerahkan buku biru donkernya. "Nih."
Setelah satu tanda tangan bertambah di buku milik Retta, laki-laki itu segera melangkahkan kakinya lagi, seakan-akan Retta adalah kuman yang harus dijauhi. Padahal kan, tidak. Namun, sebelum laki-laki itu benar-benar menjauh, Retta mencekal tangannya, mencoba melihat name tag yang berada di sisi kiri seragam milik laki-laki itu dan berhasil! Retta mengetahuinya.
Fairel Atharizz C.
"Makasih, Fairel Atharizz."
◀▶◀▶
a/n
halo, terimakasih yang udah baca!❤
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top