10
Dari sore hingga malam, akhirnya Andra dan Gaby lebih banyak berbicara dan berdiskusi tentang proyek yang mereka tangani. Inayah yang sudah siap dengan segala macam yang ia bawa dari rumah Andra mondar-mandir menyiapkan semua hal yang diinginkan Andra, mulai dari baju hangat yang tiba-tiba saja Andra inginkan, juga makanan bahkan hal-hal tak penting seperti menyuruh Inayah agar berkabar pada mama dan papanya lewat ponsel agar kedua orang tuanya tak khawatir bahwa Andra baik-baik saja.
Andra mengerti jika Gaby tersiksa, tapi sekali lagi ia tak ingin Gaby semakin tak bisa lepas darinya. Sedangkan Inayah seolah semakin tak memberi kesempatan pada keduanya untuk bisa berdekatan.
"Pak Andra jangan dekat-dekat Ibu Gaby loh, Bapak sakit flu, nular itu, makanya saya dari tadi pakai masker buka apa ya agar tidak tertular saja."
"Iyaaa Ina, iyaaa." Andra berpindah pada kursi satunya lagi, Gaby menatap Andra dengan tatapan memelas, ia merasa Andra seolah tak mengerti kerinduannya juga keinginannya jika ia sangat ingin dipelukan dan diswntuh Andra.
"Kita jadwal ulang pertemuan ini ya Ndra? Kamu harus sehat dulu jadi nggak usah bawa-bawa asisten kamu lagi."
"Kayaknya setelah ini kita sama-sama sibuk Gaby, proyek ini benar-benar bikin pikiran aku tersita, dan kamu juga kan nanti bakalan sibuk karena suami kamu akan datang?"
Inayah pura-pura kaget.
"Loh Ibu Gaby ini punya suami ya? Wah kok dibolehkan ya sama suaminya ketemuan sama laki-laki lain? Kayak yang waktu itu ke rumah Pak Andra pake acara nginep segala sampe saya kaget waktu maleeem banget mau beresin di meja ruang tamu lah ibu kayak sakit ya? karena di kamar depan saya dengar ibu kumat kayaknya ya sesaknya? Saya yakin ibu punya penyakit asma, saya sampe takut, dibantu Pak Andra paling ya karena saya dengar suara ibu sampe keras haaah haaaah haaaah gitu dan pak Andra juga suaranya nakutin saya baru tahu kalo bantuin orang sesak napas juga gitu amat suaranya, saya laaari ke belakang takut ada apa-apa, untung pagi-pagi sehat dan ibu pulang subuh kan yaaa?"
Wajah Gaby memerah karena malu, sedang Andra menatap tajam mata Inayah, meski tujuannya Gaby tapi terus terang ia merasa malu dan merasa tersindir.
"In, bisa buatkan aku mi kuah panas biar agak berkeringat dikit dan kamu nggak ngoceh aja."
"Eh iya iya Pak, nggak kok saya nggak ngoceh, cuman kaget aja baru tahu kalo Bu Gaby punya suami dan suaminya sabar amat Bu Gaby boleh ketemuan sama laki-laki lain."
"Inayaaaaah."
"Eh iya iyaaa Pak."
"Dia beneran lugu atau pura-pura lugu ya? Tapi matanya nggak kayak orang berbohong, lain kali kamu nggak usah bawa-bawa dia, aku merasa diawasi." Gaby menatap Inayah yang semakin melangkah jauh ke arah belakang.
"Itu kan hanya perasaan kamu, dia orang jujur meski kadang omongan dia menyakitkan, awalnya aku ya sering tengkar sama dia, lama-lama, aku pikir semua omongan dia saat aku sendiri ya bener sih, dia sering ngingatkan aku tentang dosa dan haram, dan karena dia juga aku mulai menyentuh sajadah lagi."
Mata Gaby berkaca-kaca.
"Artinya tak ada harapan bagiku merasakan kehangatanmu lagi Ndra?"
"Lihat mataku Gaby, kau jujur suka aku apa hanya karena napsu saja? Kau sering merasa tidak puas pada suamimu kan? Kau merasa hanya aku yang bisa memuaskanmu, tapi sampai kapan kita begini? Apa yang kita lakukan membahayakan kita, rumah tanggamu, karirmu juga karirku. Coba kamu bicarakan dari hati ke hati dengan suamimu, aku yakin hanya karena kurang komunikasi saja, katakan jika kau tak puas atau bagaimana."
Gaby menggeleng pelan, air matanya mulai mengalir. Ia menghapusnya pelan.
"Kau tahu Ndra, aku sangat berharap hubungan kita terus berlanjut sampai aku ada kesempatan meminta cerai, aku terlanjur berharap banyak padamu karena kau sepertinya sangat menikmati saat kita berdua, hanya berdua."
Andra menghela napas.
"Maafkan aku, aku terbiasa seperti itu selama di luar negeri, sejak aku mengalami peristiwa pahit aku terbiasa melakukannya dengan wanita yang aku bayar, kini saat aku pulang ke Indonesia lagi ada banyak penyesalan mengapa dulu aku tak menuntaskan masalah yang aku alami, mengapa aku tak mencari tahu akar masalah hingga orang yang aku cintai meninggal, aku memang melakukan penyelidikan tapi tak maksimal karena aku tak di sini, kini aku benar-benar berkonsentrasi untuk segera mengungkap apa yang sebenarnya terjadi."
"Maksudmu peristiwa kematian tunanganmu?"
"Yah."
"Maksudmu ada yang sengaja mencelakakannya?"
"Yah, aku sudah mengira-ngira tapi tak ada bukti."
"Mau aku bantu?"
"Tidaaak, aku tak mau semakin berhutang Budi padamu."
Wajah Gaby kembali murung.
"Aku mohon, untuk terakhir kali saja, sekaliii lagi saja aku ingin tidur denganmu."
Andra menggeleng.
"Jangan Gaby, kita akan semakin sulit melepaskan diri, bohong kalau aku tak merasakan nikmat bersamamu, tapi aku merasa kenikmatan itu akan menghancurkan kita berdua."
Gaby terlihat semakin murung. Lalu menatap mata Andra dengan tatapan mengabur.
"Aku lebih berharap punya anak denganmu Ndra."
.
.
.
"Eh maaf Pak, maaf saya tidak sengaja."
Rafka melihat laki-laki yang membersihkan kubikel di sekitarnya, hari sudah sangat larut dan ia belum juga pulang dari tempatnya bekerja.
"Anda orang baru ya?"
"Iya Pak, maaf saya bersihkan mejanya Pak ya?"
"Boleh, boleh, biar saya pindah saja."
"Nama Anda siapa?"
"Andi Pak, saya OB merangkap cleaning servis kalau malam Pak, Bapak kok nggak pulang sih, kasihan anak istri menunggu."
Rafka tertawa ia meraih jaket dan memakainya karena mulai merasakan dinginnya ruangan yang hanya tinggal dirinya dan Andi.
"Saya belum nikah."
"Eh maaf Pak, Pak siapa kalo boleh tahu?"
"Nggak papa, saya panggil Andi saja ya?"
"Iya Pak nggak papa, santai saja. Nama Bapak siapa?" Tanya Andi lagi.
"Rafka."
"Oh Pak Rafka."
"Sejak kapan di sini?"
Andi menghentikan gerakannya dan menatap Rafka.
"Baru dua hari Pak, ya gimana lagi sekarang serba susah ya saya kerja seadanya saja."
"Kamu tidak pantas jadi OB dan cleaning servis, terlalu tampan, rasanya nggak percaya deh siapapun kalo lihat tampang kamu, masa OB, masa cleaning servis?"
Andi terkekeh sambil melanjutkan kerjaannya.
"Bapak ada-ada saja, jaman kayak gini nggak bisa pilih-pilih kerjaan Pak yang penting halal."
"Iya sih."
"Kalo Bapak nggak percaya saya cleaning servis, saya juga gak percaya kalo Bapak belum nikah, Bapak tampan, kerja di tempat keren kayak gini, masa Bapak yang ganteng nggak laku, saya yang cleaning servis saja hampir nikah loh Pak."
Rafka menghela napas, matanya seolah kembali berkabut.
"Mungkin saya nggak akan pernah menikah."
Andi menghentikan gerakannya dan menatap Rafka yang mengembuskan napas berat.
"Yah jangan bilang gitu Pak, semua manusia itu ada jodohnya."
"Yah, dan jodoh saya sudah meninggal."
💖💖
6 Juli 2021 (19.15)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top