Bagian XIV : Overtime!
Jihyo merapikan alat tempur yang sering ia gunakan saat berias. Kali ini, hanya riasan tipis—tidak begitu mencolok seperti biasanya. Ia juga mengenakan blus berwarna biru pastel yang dipadukan dengan rok span berwarna biru laut. "Rasanya sudah pas. Baiklah, Jihyo! Ayo kita bersiap untuk ke kantor!" ucap Jihyo pada dirinya sendiri.
Alhasil, Jihyo lekas meraih sling bag miliknya. Dengan kedua kaki yang dibalut sepatu kets, Jihyo melangkah percaya diri. Walau Jihyo tetap harus menahan rasa nyeri karena kejadian itu masih meninggalkan luka. Hanya saja, ia merasa sudah agak membaik. Ia juga tidak ingin mengisi data kehadirannya dengan tanda sakit lebih dari sekali.
"Hera, aku pergi dulu. Jika terjadi sesuatu, segera hubungi aku," ucap Jihyo yang menoleh pada Hera yang masih begitu pagi telah berkutat dengan rentetan kue dan roti.
Jihyo melihat Hera yang menampilkan jempol. "Tenang saja. Tidak perlu khawatir. Hati-hati dan jika butuh sesuatu, jangan sungkan untuk menghubungiku!" katanya yang mendapatkan anggukan dari sang empu.
Jihyo tersenyum. Ia bersiap melangkah keluar tetapi nyatanya ia malah langsung dibuat terkejut dengan eksistensi seseorang di pagi hari. Memang, toko buka begitu pagi karena menyediakan sarapan yang berbahan dari roti dan sup, tetapi Jihyo tidak mengerti akan kehadiran orang penting bagi Jone Tech.
"Presdir di sini?" Jihyo bertanya. Terdengar basa-basi dengan maksud sebenarnya ingin langsung melayangkan pertanyaan alasan kehadirannya di JiRa Bakery.
Jawaban belum didapatkan oleh Jihyo. Melainkan, ia melihat Jungkook yang merapikan ikatan dasinya dengan wajah begitu datar di pagi hari. Padahal, Jihyo sudah memberikan secara cuma-cuma sebuah senyum yang begitu manis.
"Hm, apa Presdir butuh sesuatu?" tanya Jihyo lagi. Tetap berusaha bersikap ramah pada atasan sendiri. Demi citra yang baik.
"Hanya singgah. Aku ingin membeli roti sebagai sarapan," katanya yang berhasil membuat Jihyo mengerutkan dahi karena heran. Belum lagi, Jungkook yang langsung menunjuk ke arah Hera yang diam mengamati di tempatnya. "Tolong bungkus semua roti dan kue yang siap saji. Totalkan, akan kubayar."
Alhasil, Hera mengangguk dengan senyum canggung. "Bai—baik. Mohon ditunggu."
Jihyo mengamati Jungkook yang fokus pada Hera yang tengah menyiapkan pesanan yang diinginkannya. Namun, dalam hal ini, Jihyo langsung menumpu kedua tangan dengan senyum heran. "Presdir membeli semua dagangan kami yang baru saja selesai dibuat?"
"Tidak masalah. Aku ingin mencicipinya, tetapi kurasa kue yang sering kumakan tidak tersedia," ucapnya yang langsung menoleh pada Jihyo. Auranya yang begitu mendominasi, terasa membuat bulu kuduk Jihyo meremang. "Apa cheesecake yang manis itu memang belum tersedia?"
Perkataan Jungkook membuat Jihyo mengerjapkan mata. Ia tidak bodoh dengan maksud Jungkook. Jihyo begitu memahaminya dan seakan dikendalikan oleh nalurinya, ia tersenyum dengan satu sudut bibir terangkat. "Aku bisa memberikannya nanti. Seharusnya Presdir tidak perlu jauh-jauh ke sini."
Jungkook mengangguk paham, tetapi ia tidak langsung berbicara. Perlahan, langkah kaki panjang itu mendekat. Jihyo menatap Jungkook begitu lekat hingga ia bisa melihat Jungkook menundukkan kepala, mengamatinya dengan sebelah alis yang terangkat. "Oke, lain kali kau harus memberikannya. Aku tidak bisa berbohong, betapa aku menyukai pemberianmu itu," ucap Jungkook yang langsung melirik ke arah arlojinya. "Kita harus bergegas ke kantor. Bukankah kau tidak ingin merusak absensimu karena terlambat?"
"Kita?"
Jungkook mengangguk lagi. "Tentu saja. Hanya ada kita. Tidak mungkin aku memberikan tumpangan selain dirimu, bukan?"
Tingkah Jungkook membuat Jihyo sangat heran. Datang ke tempatnya, memborong seluruh stok yang ada lalu mengajak ke kantor secara bersama—tidak—memaksa untuk mengantar ke kantor. Walau Jihyo telah mengeluarkan penolakannya, tetapi Jungkook seakan tidak ingin dibantah, sehingga Jihyo saat ini duduk sedikit tidak nyaman dibangku bagian depan, tepat di samping Jungkook.
Jihyo merasa kedinginan, padahal mesin pendingin mobil ternyata tidak dinyalakan. Ketika menoleh ke sisi jendela, Jihyo merasa ingin melirik ke arah Jungkook yang begitu fokus menyetir. Jika Jihyo lihat begitu lekat, betapa mengagumkan, tampan dan seksinya Jungkook yang sedang memutar kemudi mobil.
Aku pasti sudah tidak waras. Jihyo menahan napas. Heran dengan apa yang ia pikirkan. Ini masih pagi dan seharusnya tidak berlebihan dalam berpikir. Berusaha Jihyo menghapus memori yang membuat jantungnya berdetak karuan dan kembali memilih mengamati pemandangan dari jendela. Akan tetapi, ia tidak bisa menghilangkan pertanyaan-pertanyaan tentang Jungkook. Bagaimana Jungkook yang tiba-tiba memberikan perlakuan yang berlebihan dan seperti saat ini, Jungkook malah memborong seluruh stok yang ada di toko. Dengan santai, katanya akan menaruh itu di dapur kantor.
Apa dia merencanakan sesuatu? Jihyo kembali memunculkan satu pertanyaan, tetapi ia harus melupakan pertanyaan itu karena suara Jungkook yang memanggil.
"Apa Presdir butuh sesuatu?"
Jungkook menoleh sekilas lalu kembali fokus dengan sesi menyetirnya. "Bagaimana kondisimu sekarang? Jika masih sakit seharusnya ambil cuti sakit. Kau akan menyiksa dirimu jika terlalu memaksa untuk bekerja," ucap Jungkook yang berhasil membuat Jihyo menaikkan sebelah alis.
"Saya baik-baik saja. Terlalu berlebihan jika harus mengambil cuti sakit dan sebelumnya, saya tidak selemah yang Presdir bayangkan." Lantas Jihyo melepaskan lirikan yang sebelumnya tercipta untuk Jungkook.
Mendadak sunyi. Hanya suara musik yang disetel di mobil dan menjadi pengisinya. Baik Jungkook dan Jihyo tidak ada lagi yang bersuara. Hingga mobil memasuki area basement, tidak ada yang terdengar dan perlahan, mobil melaju dengan kecepatan rendah lalu berhenti. Jihyo berusaha menetralkan diri danlekas melepas sabuk pengaman yang mengunci tubuhnya.
Namun, Jihyo mendadak membeku. Sabuk pengaman itu entah kenapa begitu mengikat tubuhnya. Padahal, sesaat memasangnya begitu mudah—tidak ada kendala sama sekali. Jihyo heran, tidak mungkin juga meminta bantuan.
Itu memang benar, tetapi Jihyo tiba-tiba saja merasakan tangan yang terulur—membuka kepala sabuk pengaman dengan pelan, seakan memang tidak begitu sulit. Nyatanya, benda itu terlepas.
"Meminta bantuan terkadang dibutuhkan daripada menyusahkan diri sendiri. Sampai kapan pun, tidak ada manusia yang bisa hidup benar-benar sendiri, Jihyo. Baik aku dan kau, tetap saja membutuhkan bantuan orang lain." Jihyo mendengar perkataan Jungkook. Ia yang sebelumnya menundukkan kepala mendadak mendongak—hendak melihat raut wajah Jungkook yang ternyata begitu dekat.
Jihyo langsung membeku, karena saat dirinya mendongak, tepat membuat hidung mereka saling bersentuhan, begitu dekat hingga Jihyo juga bisa mendengar napas Jungkook yang ia hembuskan. Begitu dekat membuat jantungnya berdetak tidak karuan. Bahkan, Jihyo sampai tidak menyadari jika kedua bibir mereka tidak bisa mengelak penyatuan yang terjadi, perlahan menjadi panas. Penyatuan yang seketika tercipta dan bermain dengan lembut. Jihyo bahkan tidak tahu kenapa bukannya mendorong tubuh Jungkook malah kedua tangannya mengalun di leher Jungkook. Seakan memberikan akses penuh untuk ia melakukannya.
***
Jihyo meraih ikat rambut yang berada di dalam laci. Lekas ia menyatukan seluruh rambut sebahu miliknya untuk diikatnya bak ekor kuda. Hal itu karena Jihyo merasa panas dan sesak, padahal pendingin ruangan yang selalu nyala. Tidak ada yang salah. Jihyo hanya ingin melakukan hal itu sebelum ia kembali berkutat pada pekerjaannya. Mengurus masalah pengurusan administrasi pengajuan perizinan proyek League of Battle.
Dalam hal ini, Jihyo dan Mira yang mendapatkan kesempatan bagus untuk ikut terlibat. Demi citra baik dan pengaliran uang yang lancar, Jihyo mau saja mewakili divisi administrasi bersama dengan Mira. Walau ia akan bekerja ekstra, kemungkinan akan lembur jika diperlukan. Jihyo cukup menikmati pekerjaannya. Walau Jihyo harus menahan diri karena mendapatkan rekan kerja seperti Mira. Saat ini, entah ke mana gadis lugu itu.
"Jihyo, maaf terlambat. Aku dari dapur dan aku baru saja war dengan seluruh staf karena Presdir memberikan roti dan kue gratis. Ini enak sekali. Apalagi yang rasa krim bluberry ini. Apa kau mau?" tanya Mira seraya mengulurkan sebuah roti bulat, tetapi langsung mendapat gelengan dari Jihyo.
"Aku sedang diet."
Tentu saja, jawaban Jihyo membuat Mira membulatkan mata, seakan tidak percaya dengan apa Jihyo katakan. "Kau sedang diet? Hei, tubuhmu sudah bagus sekali. Siapapun itu, ingin memiliki tubuh proporsional seperti dirimu. Tidak perlu diet, karena kau bisa saja akan seperti lidi jika melakukannya." Mira berujar dengan raut ekspresi ingin menakuti Jihyo.
Jihyo jelas tidak merasa takut. Lagipula, apa yang ia katakan hanyalah sekadar bualan. Ia tidak ingin diet. Putaran pola hidupnya juga sudah sehat. Jadi rasanya, ia tidak memerlukan itu. "Sudah, lupakan itu dan cepat habiskan makananmu. Kita harus segera mengerjakan kumpulan dokumen agar terhindar dari lembur." Jihyo sebenarnya malas untuk lembur. Alhasil, sebisa mungkin menyelesaikan seluruh kerjaan yang tersisa.
Hanya saja, mendapatkan rekan kerja yang lamban, menjadi kesulitan tersendiri yang Jihyo rasakan. Ia kadangkala harus meng-cover pekerjaan dan baginya, di sisi lain Mira begitu menyusahkan dan merepotkan. Belum lagi, bagaimana Mira yang begitu sok akrab dengan dirinya. Lihat saja, Mira langsung tertawa, seakan ada hal lucu.
"Berhenti tert—"
"Kita akan tetap lembur, Jihyo. Sekretaris Dohyun memberikan kabar. Ada lembur untuk setiap perwakilan."
Dan rasanya, Jihyo ingin tertawa di detik itu juga. Lembur, ya? Ia tahu, Jungkook'lah penyebab lembur itu terjadi. Walau sedikit membuat Jihyo keheranan karena jika perusahaan ingin memulai proyek jelas akan sulit terjadi karena hei, Jihyo masih mengerjakan dokumen itu.
"Jihyo, Mira! Segera selesaikan dokumen itu sore ini. Presdir memintanya dan memberikan batas waktu hingga sore. Setelah itu, beberapa hari ke depan, kalian sebagai perwakilan divisi administrasi akan lembur untuk mempersiapkan pembaharuan game," ucap Ketua Chaomin yang baru saja memasuki ruangan divisi. Bahkan, dengan santainya lalu kembali keluar. Seakan apa yang ia katakan tidak ada yang salah.
Namun, bagi Jihyo itu bencana karena apa yang Jungkook minta sama sekali belum selesai. Sial, dia ingin membunuhku melalui pekerjaan? Ini baru mau setengah dan aku sudah hampir duduk selama tiga jam di sini? Bagi Jihyo, rasanya ingin mencabik wajah Jungkook yang terkadang menjengkelkan.
Jihyo kesal dan lekas menatap layar ponselnya yang mati. Dengan sorot mata yang tajam, Jihyo memikirkan satu hal—sebagai pembalasan.
Hola, aku update lagi teman-teman.
Semoga suka deh dan sabar ya buat nantiin momen mereka. Berproses sih dan jangan lupa tinggalin jejak. Sekalian follow instagramku: Juwitaaa_nrp
Sampai jumpa di bab selanjutnya :)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top