Bagian XI : A Night Full of Stories

Jungkook merasa begitu frustrasi. Awalnya, ia sama sekali tidak ingin ke tempat yang Jihyo katakan. Itu sama saja merusak harga dirinya. Belum lagi, masalah yang timbul akibat kejadian di lift. Akan tetapi, Jihyo terus melayang-layang dipikirannya bagai rasa obat-obatan yang dijualnya secara illegal. Ya, Jungkook pernah mencoba—hanya sekali dan sulit terlepas waktu itu. Itulah yang terjadi padanya.

Sebenarnya, ia tiba sebelum waktu yang ditentukan. Ia terlalu lama berpikir, apakah harus menekan bel atau kembali pergi ke pesta kala tempat pesta yang memang tidak terlalu jauh dari hotel itu? Hingga ia membutuhkan waktu yang cukup lama, berakhir timbul gejolak dalam dirinya menekan bel itu. Tidak lupa mengirimkan Jihyo sebuah pesan.

Jungkook masih sedikit ragu. Pikirannya berkecamuk, apa Jihyo benar akan apa yang ia maksud atau sekadar hanya ingin menetesnya? Namun, pintu yang terbuka—menampilkan sosok gadis dengan balutan pakaian tipis dan tembus pandang membuat sistem saraf Jungkook seakan tidak bekerja lagi. Ia tidak menyangka dengan apa yang dilihatnya, belum lagi senyum yang sama—setiap kali gadis itu menciptakan senyum di wajahnya.

Rahangnya seketika mengeras. "Fuck! Kau benar-benar ingin menghancurkanku secara perlahan, Shin Jihyo!"

Namun, sang empu terlihat tertawa—seakan tidak merasa terganggu dengan hal itu. "Saya tidak menyangka akan kedatangan tamu yang menolak undanganku."

Oh, ya, Jungkook langsung merasa seperti orang bodoh. Masalah penawaran Jihyo, ia memang sudah menolak secara mentah-mentah, tetapi seketika datang dan seakan tak ada yang terjadi setelahnya. Jungkook mendengus, menahan rasa kesal karena Jihyo mengungkit hal itu. "Menurutmu, kucing yang diberi umpan ikan yang nikmat apakah akan menolak ikan itu?" Perkataan itu spontan keluar, Jungkook juga tidak tahu apa yang terjadi pada dirinya, sebuah reaksi alami.

Dapat Jungkook lihat Jihyo yang tersenyum sembari mengangguk. "Ya, saya menawari itu, tetapi tak menyangka kau menyamakan diri dengan seekor kucing jantan. Tidak masalah, masuklah, Presdir. Undangan itu masih berlaku dan saya juga sudah menyiapkan beberapa hal."

Jungkook dibuat mengerjapkan mata. Hendak mengeluarkan sepatah kata, tetapi Jihyo langsung melenggang masuk—lebih ke dalam. Walau agak ragu, Jungkook mencoba menenangkan diri. Kepalanya mengangguk. "Bukankah dia yang membuat kubangannya sendiri? Aku tidak salah dalam hal ini dan ke tempat ini, aku juga tengah melakukan suatu hal yang saling berkaitan," ucap Jungkook yang ikut melangkah. Dengan spontan, ia menutup pintu dan karena pintu memiliki akses pin, secara otomatis tertutup seakan menguncinya.

Jungkook mengamati sekilas, sebelum kembali melanjutkan perjalanan seraya dirinya menyusuri setiap inci kamar hotel yang luas, bukan hanya sekadar kamar karena terdapat sisi dapur yang didesain seperti bar. Ia bisa melihat Jihyo yang tengah menuang sesuatu berwarna merah, membuat sebelah alis Jungkook terangkat seraya dirinya berjalan mendekat.

"Apa yang kau lakukan itu? Dan apa itu alkohol?" tanya Jungkook sedikit bingung.

Jihyo tersenyum manis. Ia belum memberikan balasan, dan memilih menyodorkan minuman itu kepada Jungkook. Dan ya, terdapat dua gelas berwarna merah. "Sebelum melakukan banyak hal, Presdir minumlah terlebih dahulu. Ini memang alkohol dengan kadar rendah. Saya tahu, Presdir pasti begitu kelelahan, bukan?" tanyanya dengan sebelah mata berkedip nakal.

Jungkook dibuat mengerjapkan mata. Bagai menerima hipnotis akan kecantikan alami yang dipancarkan oleh Jihyo. "Tanpa minum ini, sebenarnya aku bisa melakukan apapun saat ini dan ke depannya nanti," kata Jungkook tetapi meraih gelas itu. "Aku menerimanya. Kurasa, kita harus menikmati malam yang  begitu indah, bukan? Ayo kita cheers!"

"Tentu saja, Presdir." Perlahan, suara gelas berbunyi—saling bertemu sebelum keduanya menikmati minuman itu. Bagi Jungkook, alkohol yang diteguknya tidak terasa aneh. Hanya sedih pahit, tetapi Jungkook kembali meneguk alkohol tersebut, dan sedikit dibalik gelas, ia melihat Jihyo yang menaruh gelas itu dan kini mendekat dengan sebelah alis terangkat.

Jungkook menghentikan kegiatannya. Ditaruhnya gelas itu ke atas meja, kemudian memberikan fokus penuh pada Jihyo yang begitu dekat dengannya. Seketika, jemari lentik Jihyo menari di dada Jungkook. "Presdir, untuk kejadian di lift, saya ingin meminta maaf. Seharusnya saya menahan diri dan berusaha sekuat tenaga lagi agar kejadian itu terjadi. Saya menyesal."

Alhasil, Jungkook menaikkan sebelah. Terlihat tidak nyaman dengan perkataan Jihyo. "Kau menyesal menerima ciumanku?" Jungkook bertanya dengan sedikit rasa kesal yang ia tahan. Sontak saja, kepalanya menggeleng. "Kau tidak bersalah. Aku'lah yang salah karena menciummu secara tiba-tiba. Aku seperti bajingan gila dan ya, kau mengundang bajingan gila itu datang ke tempatmu. Apa kau tidak takut hal itu kembali terulang?"

Pandangan Jungkook mengatakan Jihyo kemungkinan akan langsung membuat jarak, sesaat setelah dirinya mengatakan hal tersebut. Namun fakta yang sedikit mengejutkannya, dengan gerakan tiba-tiba, bahkan ia merasa hanya sekali berkedip, bibir tebal memabukkan itu tiba-tiba datang menyapa bibirnya. Bergerak pelan seraya kedua lengan kecilnya yang mengalun di leher.

Jungkook tidak menghindar. Sekali lagi, ia sudah mengatakan dirinya bagai bajingan gila dan hal yang Jihyo berikan seperti ini, begitu ia sukai dan harapannya terus terulang setiap saat. Secara suka rela Jungkook membiarkan Jihyo melakukannya. Bahkan, Jungkook menarik Jihyo lebih dekat—menempel tanpa perekat kepada dirinya.

Suara decakan lidah terdengar beradu. Bahkan, dengan gerakan alami Jungkook melepas kemeja yang Jihyo kenakan seraya bibir mereka yang masih bergulat. Jihyo setengah tak mengenakan busana dan Jungkook masih lengkap dengan setelan jas yang melekat di tubuhnya.

Perlahan, bibir yang menyatu dan bermain harus terhenti karena Jungkook merasakan dorongan spontan dari Jihyo. Ya, dia memang terlalu terburu-buru, tidak ingin memberikan jeda padahal keduanya membutuhkan istirahat sejenak—meraup begitu banyak oksigen.

"Presdir, bagaimana penampilanku?" tanya Jihyo dengan napas terengah-engah, membiarkan Jungkook duduk di kursi bar dapur dan ia berputar bagai anak kecil—memperlihatkan setiap jenjang tubuhnya.

Jungkook merasakan napasnya tercekat. Pemandangan yang ada di depan mata sungguh membuatnya merasa sesak. Terlebih bagian bawah. "Kau sungguh senang sekali menggodaku. Sebenarnya, apa yang kau inginkan?"

Bukannya lekas menjawab, Jihyo malah terkekeh. Ia mendekat, tetapi tidak melanjutkan ciuman terjeda. Malahan, Jihyo mengusap bagian paha Jungkook yang ketak akan celana kerja berwarna hitam. Jihyo mendongak, mengamati Jungkook bak anak anjing. "Aku menginginkan Presdir."

Kalimat singkat yang menjadi awal dari sesuatu panas yang terjadi. Dengan cekatan, Jungkook menarik tubuh Jihyo, sangat mendekat kepadanya, kembali meraup kedua bibir tebal yang mulai membengkak. Bahkan, Jungkook sendiri tidak menyadari saat dirinya yang mengangkat tubuh Jihyo bak bridal style lalu menaruh amat hati-hati ke atas ranjang. Mereka hanya melepas ciuman itu sejenak, kemudian kembali beradu—berperang lidah dengan buas.

Dalam hal yang ia lakukan, Jungkook juga mulai melepas seluruh pakaiannya, hingga menyisakan boxer yang isinya terasa begitu sesak. "Damn, aku sangat tersiksa!" Jungkook bergumam. Sesuatu dalam dirinya seakan berperang. Ciuman seketika harus dihentikan dan Jungkook mengamati Jihyo dengan napas terengah-engah, berusaha agar tubuhnya tidak langsung menimpa Jihyo dengan mengandalkan kedua tangan kekarnya.

"Ada apa? Kenapa berhenti? Presdir, berikan saya hukuman itu!" ucap Jihyo dengan napas yang terangah-engah. Jihyo bahkan mengusap pelan pipi Jungkook yang mulai memerah. Ya, Jungkook sejak tadi menahan hasrat yang ingin keluar dari dalam tubuhnya. Akan tetapi, saat ini, ia berada dalam keadaan yang tidak dikontrolnya.

Jungkook menjauhkan tubuhnya dari Jihyo seraya memegangi keningnya yang terasa pening. Hingga secara alami, Jungkook merasa matanya yang terasa berat. Perlahan, ia menoleh ke arah Jihyo yang masih pada posisinya dengan raut wajah khawatir, tetapi detik selanjutnya, Jungkook melihat Jihyo tersenyum miring—persis senyum yang selalu dilihatnya secara spontan.

Senyum itu ... penuh arti dan begitu mengerikan.

Sementara Jihyo, ia langsung menghela napas lega. Rencana yang ia lakukan nyaris gagal, beruntung semua hal masih berjalan sesuai kendalinya. Diliriknya Jungkook yang benar-benar tidak sadarkan. "Ya, obat tidur yang kumasukkan ke dalam alkohol itu nyatanya berfungsi dengan cepat. Aku tidak bisa membayangkan harus bermain lebih," ucapnya yang perlahan bangkit dari kasur dengan napas yang masih coba ia netralkan.

Jihyo masih mengenakan lingerie miliknya. Berjalan tanpa rasa malu ke arah meja di mana ponselnya berada. Tidak terlalu jauh dari kasur. Ia meraih benda itu dan berusaha menghubungi seseorang sembari melirik ke arah Jungkook, memastikan jika Jungkook benar-benar tidak sadarkan diri.

"Hera, kau ada di bawah'kan? Cepat ke atas. Bawah benda yang kulupakan itu," ucap Jihyo dengan sedikit kesal atas keteledorannya tidak membawa benda yang ia butuhkan. Jelas, Jihyo mendengar suara balasan di sana yang mengatakan akan segera menyusul. Alhasil, Jihyo menantikan keberadaan Hera seraya mendekat ke arah Jungkook yang seakan tertidur begitu nyenyak.

Melihatnya, Jihyo tersenyum miris. Ia tidak berkata apa-apa, karena pikirannya seketika berkecamuk—memikirkan banyak hal, tetapi Jihyo tak mengerti apa yang ia pikirkan. Bahkan, ia mendadak gelisah, perasaan aneh yang tiba-tiba melingkupinya, hingga ia mendengar suara bel, beriringan dengan langkah kaki yang terdengar karena sebelumnya, Jihyo memberikan Hera kunci cadangan sebagai jaga-jaga walau dalam hal ini, ia harus mengeluarkan biaya lebih.

"Wah, benar-benar seperti pelacur, tetapi aku berharap hanya penampilanmu yang seperti itu, Kak Jihyo," ucap Hera yang menyentakkan lamunan Jihyo.

Ia tidak langsung menoleh ke arah Hera. Lebih kepada amatannya yang masih fokus pada Jungkook. "Kau sudah tahu'kan, aku tidak memiliki sesuatu yang berharga selain ibuku, dendam dan keperawananku. Jikapun aku ingin melepaskan poin ketiga, rasanya sudah tidak waras jika melakukannya hal itu dengannya," ucap Jihyo yang kemudian tersenyum miris.

Jihyo lantas mengangguk. "Aku tidak peduli siapa dia. Sekalipun dia sedikit berkesan di masa lalu, namun melihatnya, langsung mengingatkanku dengan penderitaan itu, Hera. Walau dia tidak berperan secara langsung, tetapi aku juga begitu dan nyatanya hanya aku yang harus merasakan penderitaan, bukan?"

***

Jungkook merasakan kepalanya yang cukup pening, seakan baru saja tersetrum. Walau masih terasa abu-abu, Jungkook mengamati sekitarnya, sangat berantakan. Pakaian yang tercecer di lantai dan ya, dia tidak menyadari jika dirinya benar-benar tidak mengenakan sehelai benang pun selain selimut yang menutupi tubuhnya.

Ia mencoba duduk sembari menetralkan pikirannya yang kacau. "Sial, pasti karena alkohol itu." Jungkook berujar. Ia juga berusaha mengingat momen-momen yang terjadi semalam yang membuatnya dalam kondisi seperti ini, tetapi tidak ada yang ia lihat lebih jelas lagi.

Jungkook menghela napas. Merasa tidak perlu memikirkan banyak hal, pikirannya terasa kacau tetapi dibuat terhenti dengan sebuah cairan berwarna merah yang berada di atas kasur putih yang ia duduki. Bahkan, Jungkook juga melihat lingerie yang Jihyo kenakan semalam, berada di lantai—nyatanya tercampur dengan pakaian yang ia ingin kenakan. Jungkook juga baru menyadari jika miliknya memang sedikit lengket—seakan sudah melakukan hal itu.

Sontak saja, Jungkook dibuat memejamkan mata. "Aku yakin seratus persen jika aku sama sekali tidak melakukan hal itu kepadanya, tetapi kenapa cairan itu ada di sini?" Lalu ia membuka mata, terlihat cukup frustrasi.

"Jihyo, apa yang sebenarnya kau rencanakan? Kau menaruh obat di dalam alkohol yang nyatanya membuatku tidak sadarkan diri lalu melakukan hal ini?" tanya Jungkook entah pada siapa, tetapi yang ia katakan benar-benar terekam dikepalanya. Jungkook hanya berusaha netral saat Jihyo melakukan seperti biasanya  dan Jungkook mencoba mengikuti alur permainan hingga sejauh ini.

Bahkan, Jungkook sepenuh belum tidak sadarkan diri waktu itu. Bagai aktor profesional, ia melakukannya dengan cepat hingga rasa itu benar-benar ada, merenggutnya dari alam kesadaran tetapi keburuntungan datang karena ia masih mendengar perkataan Jihyo dengan gadis bernama Hera—walau hanya sedikit.

Jungkook menghembuskan napas, berusaha menenangkan dirinya yang masih kacau. Jungkook merasa, ke depannya akan banyak cerita yang terjadi dan diciptakan oleh Jihyo. "Aku tidak tahu apa yang terjadi hingga membuatmu begitu dendam kepadaku. Sampai sekarang, aku mencari tahu tentang itu setelah mengetahui kau adalah gadis yang kucari selama ini. Gadis kecil yang sangat berperan penting dalam hidupku di masa lalu dan pertemuan kita, nyatanya merubah rasa kagum itu dengan perasaan yang semakin mendamba."

Jungkook sontak mengamati area kasur yang terkena cairan berwarna merah dengan kedua sudut bibirnya yang terbentang senyum tipis seraya kepalanya mengangguk. "Ya, aku mencintaimu. Bahkan, aku rela tidak tahu apa-apa, seperti orang bodoh di tengah permainan yang kau buat."

Hola, guys! Aku update.

Cie, yang ngarep ada wleowleonya🌚, wkwk. Sabar, bertahap'lah ya.

Tapi apa nih, ternyata Jungkook dah tahu😳

No komen deh aku😙 see u pokoknya di bab selanjutnya. Tandain ya kalau ada typo🥰✌

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top