Bagian VII : Drama in The Morning

Jungkook mengamati sosok di hadapannya dengan tatapan dingin, terlihat tidak berminat. Sama seperti ketika mereka bertemu, seolah-olah keduanya orang asing, bukan seperti ayah dan anak. "Ini kali pertamanya kau terlambat dan hampir merusak transaksi yang seharusnya terjadi," ucap pria itu dengan senyum yang merekah, tetapi memiliki makna lain dan Jungkook tahu itu sehingga ia hanya diam saja.

"Dohyun, apa yang terjadi? Dia biasanya tak seperti itu!" Pria tersebut, Choi Minhyuk melempar pertanyaan pada Dohyun seakan menganggap Jungkook, putranya sendiri banyak kemungkinan melakukan kebohongan. Lagipula, menurut Jungkook pemberiaan pertanyaan itu lebih baik tatkala Jungkook sedang enggan berbicara dengan ayahnya sendiri.

Dohyun merasa terintimidasi, tetapi ia tidak bisa terus terjebak dan kenyataan yang ada harus menjawab pertanyaan dari pria nomor satu. Menenggalamkan ketakutan yang sebenarnya menguasi, Dohyun mengangkat kepala, memberikan fokus pada Minhyuk, tidak lupa ia membungkukkan tubuh. "Maaf sebelumnya, Tuan. Kami terlambat karena terdapat sedikit kendala mengenai kucing yang tertabrak. Saya harus mengurus itu terlebih dulu."

Hanya jawaban sederhana, berhasil membuat Minhyuk tertawa. "Hanya karena seekor kucing dan kalian waras terlambat di transaksi penting ini? Jung!" Minhyuk langsung memberikan sorotan tajam pada sang empu yang terlihat begitu enggan menciptakan percakapan, tetapi Jungkook juga lebih malas jika mendengar ayahnya terus mengomel.

"Terlambat beberapa menit juga kurasa tidak masalah. Ayah terlalu berlebihan," kata Jungkook, begitu santai dengan auranya.

Minhyuk yang tertawa, mengangguk perlahan. Dengan bantuan tongkat, ia berjalan mendekat ke arah Jungkook dan langsung melayangkan tamparan dengan punggung tangannya, membuat Jungkook nyaris tersungkur ke samping. Ia bisa menahan diri, tetapi luka di sudut bibirnya tidak bisa dihentikan, mengucur cukup banyak darah karena pria di hadapannya yang menggunakan begitu banyak cincin permata.

"Sekali lagi kau melakukan hal seperti ini dan juga menolak perjodohan itu, peluru pistolku yang akan bersarang di kepalamu! Kau memang anak tidak berguna! Jika kau bukan satu-satunya keturununanku, aku sudah menghabisimu sejak lahir karena menjadi anak yang tidak berguna!" ucap Minhyuk yang bahkan meludah di sisi kiri sebelum melenggang meninggalkan Jungkook yang menatap lantai pelabuhan dengan kedua tangan yang mengepal. Terlihat darah yang menetes, dengan spontan Dohyun mengusap menggunakan sapu tangan yang selalu di bawahnya, tetapi sang empu langsung menepis.

Sorot matanya begitu tajam, bagai singa yang ingin menerkam mangsa. Hanya saja, ia masih terjebak dan belum bisa menerkam mangsa itu. Posisi yang ia miliki ini begitu menjengkelkan. Walau ia diagungkan, tetapi Choi Minhyuk yang menjadi kuasa utama yang dapat menggerakan bidak-bidak catur. Sialnya, Jungkook tidak bisa membohongi diri jika ia masih menjadi bidak catur itu yang kapan saja akan dihancurkan oleh  sang penguasa.

Jungkook menggelengkan kepala. Sebelum itu terjadi, akulah yang akan menghancurkanmu! Lalu menoleh pada Dohyun dengan membiarkan lukanya yang terus meneteskan darah. "Kita kembali ke apartemen!"

***

Sejak kecil Jungkook tidak pernah merasakan banyak hal yang diirikan oleh orang lain terhadap kehidupannya. Hanya karena uang yang tak berhenti mengalir juga keluarga yang masih utuh menjadi tolak ukur banyak orang. Tidak berpikir kehidupan itulah yang perlahan menghancurkan kehidupan Jungkook. Terkadang, Jungkook'lah merasa lelah. Ingin mengakhiri kepelikan dengan sepihak, tetapi sosok ibunya yang membuat Jungkook seperti ini.

Sang ibu, sosok wanita yang begitu mencintai dan menghormati suaminya. Berharap jika selalu menciptakan hal baik makanya suaminya akan berubah. Selama tiga puluh satu tahun itu, nyatanya tidak akan berhasil memberikan perubahan jika pribadi itu sendiri tak ingin melakukannya. Kelemahan Jungkook adalah ibunya dan dengan pikiran buruk yang mendarah daging, seorang Choi Minhyuk memperalat ibunya untuk mengandalikan dirinya. Seperti itulah kira-kira yang dihadapi Jungkook.

Tak semudah yang banyak orang pikirkan. Belum selesai dan tak akan pernah selesai jika sosok pria tua itu masih bernapas, tetapi nyatanya Jungkook harus dihadapkan pada dua gadis gila. Hyena yang selalu meneror dengan berbagai pembahasan masalah perjodohan serta Jihyo yang seakan sama gilanya dengan Hyena tetapi tindakan Jihyo terkadang di luar nalar Jungkook. Ia pun memikirkan beberapa hal kesempatan saat terciptanya momen antara ia dengan Jihyo.

Jungkook sesekali berpikir jika Jihyo sengaja menciptakan pertemuan yang ada, tetapi jika pikiran itu muncul, beriringan dengan sebuah pertanyaan, kenapa Jihyo melakukannya? Semua orang tahu jika ia akan dijodohkan, memiliki pasangan dan tidak semudah yang dpikirkan untuk melakukan pendekatan, namun Jungkook mengecualikan Jihyo, karena kekacauan yang terjadi hari ini karena gadis itu dan saat ini, Jihyo seperti nikotin—menari-nari di otaknya, menciptakan sensasi candu dan tak ingin melepas.

Shit! Jungkook mengumpat, semakin mempercepat langkah menuju apartemen. Sama sekali tidak peduli jika terdapat Dohyun yang bersusah payah untuk mengejar. Jungkook merasa sangat kacau, hingga ketika langkah kakinya yang panjang seketika terhenti di depan pintu. Jemari kekar yang terulur kartu akses, terhenti karena melihat sebuah kota berwarna beludru. Mata Jungkook menyipit dengan heran.

"Siapa yang mengirimkan kotak ini?" Mengingat, tidak mudah memasuki kawasan apartemennya. Terlebih, Jungkook sudah memberikan konfirmasi pada pihak apartemen untuk tidak memberi izin siapapun untuk masuk tanpa sepengetahuannya.

Seakan paham Dohyun juga tidak akan memberikan jawaban yang ia inginkan, bergegas meraih kotak itu. Di luar dugaan, kotak itu berisi cheesecake dengan model yang sama dilihatnya waktu. Kue yang sudah ditebak pengirimnya, tidak lupa dengan kartu yang menempel di sana.

Cheesecake ini sebagai permintaan maaf dan kelancangan saya. Saya harap, ke depannya, saya bisa memberikan sesuatu yang lebih manis lagi dari cheesecake ini.

Jungkook spontan menutupi wajahnya yang ingin tertawa karena kue dan sebuah kartu. Baginya cukup menggelikan walau di mata Dohyun terkesan sedikit aneh. Jungkook tidak peduli karena fokusnya kini ada pada gadis itu, Shin Jihyo. "Apa ini? Kau sungguh ingin bermain-main denganku, ya?" Jungkook perlahan menghentikan tawa. Seperkian detik memiringkan kepala, mengamati kotak itu sembari menjilati luka di sudut bibirnya. "Ayo bermain-main kalau begitu. Aku penasaran, sampai di mana nyalimu dan kali ini, aku tidak akan menahan diriku lagi. Kesempatanmu sudah habis. Jadi, siapkan dirimu!"

***

Jihyo menyemprotkan parfum kesayangannya di sisi leher, sedikit memperbaiki tatanan rambut yang dibuat menyanggul rapi. Ia juga merapikan blazer putih yang ia gunakan yang menemani balutan dress berwarna senada di atas lutut. "Sempurna!" Ia menilai dirinya sendiri yang tak luput di pandang oleh Hera.

Kepala Hera dengan pelan menggeleng. "Bukankah penampilanmu sedikit berlebihan? Ingat, kau akan ke kantor, bukan ke kelab atau sebuah pesta," katanya tanpa ekspresi melihat dua tonjolan dada Jihyo yang sangat mencuat. Terdengar lucu dan Jihyo tertawa kecil seraya mengangguk.

"Aku sedang melakukan rencanaku kali ini. Tenang saja."

Tetapi Hera seperti tidak bisa tenang. Ia ingin tenang, namun sedikit sulit. Berakhir Hera mengangguk agar tidak membuat suasana hati Jihyo memburuk. "Aku berharap semuanya baik-baik saja. Lakukan rencanamu, tetapi kau juga harus bisa menjaga dirimu! Itu yang lebih utama, karena aku tidak bisa selalu bersamamu."

"Tenang saja dan hari ini, tidak perlu menjemput. Aku ingin ke suatu tempat," ucap Jihyo pada Hera yang tak mengatakan apapun. Jihyo juga tidak menanti balasan dari Hera karena ia bergegas meninggalkan Hera yang tenggelam akan lamunannya.

Jihyo terus melangkah, menuntun high heels miliknya memasuki area perusahaan yang menjulang tinggi dan begitu luas. Lalu lalang staf mulai mengisi perusahaan, tetapi tidak membuat bagian absen sidik jari padat seperti beberapa hari yang lalu. Jihyo merasa tenang, ia mulai melakukan rutinitas yang tidak boleh diabaikan. Pengerjaannya juga begitu mudah, sehingga tak membutuhkan waktu lama, Jihyo sudah melewatinya. Ia hendak berjalan menuju lift, tetapi seketika indra pendengarannya tidak sengaja menangkap pekikan-pekikan yang merusak pagi hari cerah ini.

"Katakan, di mana Jungkook?! Kenapa dia malah mem-blokir dan menutup seluruh akses untuk aku menemuinya! Ingat, aku adalah calon istrinya!"

Jihyo merasa seharusnya berada di lift, menuju ruangannya, tetapi adegan seorang gadis dengan tubuh proporsional bak model menyita perhatiannya. Kim Hyena. Jihyo tersenyum miring. Perlahan, ia melangkah—sedikit memutar saat sebelumnya ia ingin menuju lift staf, tetapi Jihyo berubah haluan hanya untuk lewat di hadapan Hyena dan Dohyun, seolah tak mengetahui apapun.

Jihyo berjalan sangat anggun, bagai model papan atas di red carpet. Akan tetapi, baru melewati beberapa langkah, sebuah suara menyetak memanggilnya. Sedikit bingung, Jihyo menunjuk dirinya sendiri. "Nona memanggil saya?" tanya Jihyo tak mengerti. Ia mengamati Hyena dan Dohyun yang tampak frustrasi.

Hyena yang semula menumpahkan amarah pada Dohyun menarik langkah, mendekat ke arah Jihyo dengan amarah yang meluap keluar. Jemarinya juga sudah terangkat, menunjuk Jihyo tanpa rasa bersalah. "Aku melihatmu semalam masuk di mobil Jungkook! Pelacur sialan! Apa kau tidak punya etika? Kau juag saat ini menggunakan pakaian kurang bahan ke kantor! Kau sangat tidak waras."

Jihyo lantas memicingkan mata, merasa tidak mengerti pandangan Hyena. "Saya merasa masih dalam batas wajar mengenakan sesuatu pada tubuh saya dan soal semalam—"

"Kau!" Hyena semakin menunjuk wajah ke arah Jihyo dengan amarah yang ikut meluap. "Bagaimana bisa pelacur sialan seperti dirimu masuk ke sini dan dengan berani menimpaliku!"

Jihyo masih merekahkan senyum, walau dalam hati geram sekali ingin mengacak gadis tidak tahu diri yang ada di hadapannya.

"Aku harus bertemu dengan Jungkook untuk memecat dirimu! Perusahan ini bukanlah tempatmu—"

"Apa yang sedang terjadi?!" Sebuah suara tiba-tiba datang menyentakkan dua gadis yang sedang bersiteru. Jihyo masih pada ekspresinya, merasa tidak bersalah karena memang tidak memiliki kesalahan. Berbeda dengan Hyena yang langsung mendekat ke arah Jungkook bagai anak kecil.

"Jung, dengar, kau harus memecatnya! Apa kau tidak memperhatikan jika dia itu seperti pelacur! Aku calon istrimu jadi dengarkan aku!" Hyena berkata dengan antusias. Jihyo yang mendengar hanya bisa menghela napas. Kekanakan sekali rasanya calon istri atasannya itu. Walau begitu, ia sedikit terhibur karena mereka saat ini menjadi pusat perhatian. Ia juga bisa melihat rahang Jungkook yang seketika mengeras, entah karena sang calon istri atau dirinya yang ikut serta dalam kisah tersebut.

Ini menyenangkan, padahal aku tidak melakukan banyak hal! Luar biasa! Dengan raut wajah yang mencoba untuk tenang, seolah-olah ia memang tidak bersalah. Walau Jihyo sedikit terganggu dengan sudut bibir Jungkook yang menggelap, seperti baru saja terluka. Akan tetapi, kenapa Hyena tidak menyadari hal itu? Apa ia salah lihat?

"Jung, kenapa kau diam saja—"

"Kau yang harus diam dan keluarlah dari perusahaanku! Kau bisa melakukan apapun! Bahkan mengadu pada ayahku, tetapi kau sama sekali tidak memiliki hak terhadap diriku. Jadi dengarkan, aku bukan calonmu dan sampai kapanku tak akan pernah jadi seperti itu." Lantas, Jungkook menoleh pada Dohyun dengan tatapan dingin. "Jangan biarkan dia masuk ke wilayahku. Itu tugasmu!" ucap Jungkook yang kemudian mengamati Jihyo, tanpa mengatakan apapun. Keduanya bersitatap hingga Jungkook terlebih dahulu pergi melenggang, meninggalkan Hyena yang meraung tak terima diusir.

Jihyo masih di tempatnya. Ia tersenyum tipis, tetapi perlahan meredup dengan kepala dimiringkan saat ia menoleh pada Hyena yang berusaha terlepas dari Dohyun juga beberapa sekuriti. 

Hola, aku update teman-teman! Semoga suka ya dan tetap stay sama kisah mereka. 

See u pokoknya di bab selanjutnya :)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top