Bagian III : First Kiss?

Jihyo memperbaiki tatanan rambut sebahunya yang cukup berantakan. Hal yang dilakukan serba mendadak di dalam mobil. Bahkan kala ia juga berganti dari setelan pakaian kerja saat ini berbalut dress satin berwarna hitam di bawah lutut tetapi dengan model belah samping hingga paha—amat memperlihatkan jenjang kakinya yang mulus. Dirasanya sudah cukup, Jihyo menyemprotkan wewangian kesukaannya yang meninggalkan kesan manis dan seksi.

Sosok gadis yang saat ini mengamati Jihyo tengah memberikan amatan melongo, membuat Jihyo tersenyum lebar, secepat kilat melekat lantas mengedipkan sebelah mata. "Bagaimana penampilanku Hera?"

Sontak saja, gadis yang berpenampilan bak pria memasang kekehan. "Gaun yang kau kenakan begitu pas di tubuhmu. Ya, kau terlihat seperti pelacur."

Jihyo tersenyum miring, kedua matanya bersitatap. "Pelacur? Akan lebih tepat jika kau menambahkan kata berkelas karena pelacur-pelacur begini, aku masih perawan. Bahkan, belum ada yang mengambil ciuman pertamaku, Kim Hera," jelas Jihyo yang sama sekali tidak tersinggung. Mereka berteman, tidak, sudah seperti saudara sedarah dan Jihyo memang tahu sifat Hera yang memang suka berterus terang akan apa yang ia ucapkan. Lebih tepatnya, ia tidak pandai untuk melakukan filter.

Alhasil, Hera hanya menghela napas. "Terserah dirimu, Kak. Apapun itu, segera selesaikan. Aku akan tunggu di sini." Menurut Hera itu lebih tepat yang harus ia katakan pada Jihyo ketimbang mengajaknya berdebat. Sehingga, Jihyo mengangguk paham. Lekas turun dari mobil seraya menenteng tas kecil berwarna perak serta paperbag berisi cheesecake. Mungkin terdengar kekanakan kala alih-alih datang untuk meneguk berbagai jenis minuman, berdansa atau bermain biliar, kedatangannya ini memberikan sesuatu yang manis dan gurih. Sebuah cheesecake.

Hera bahkan tidak mengerti, rencana apa yang kali ini dilakukan oleh Jihyo. Ia memilih diam mengamati, pun akan membantu jika sudah diperlukan. Oleh karenanya, kaki Jihyo yang mengenakan high heels kini menuntun lebih dalam ke klub, meninggalkan Hera di mobil.
Langkah Jihyo sangat percaya diri. Ketika ia bisa melewati bagian verifikasi dengan mudah, Jihyo sudah mendengar suara musik yang begitu berisik, amat menggema di telinganya. Memasuki area utama, ia bisa melihat banyak wanita dengan pakaian kurang bahan meliuk-liukkan badan begitu liar. Bahkan, secara terang-terangan, ia bisa melihat beberapa pasangan berciuman begitu panas. Pemandangan yang memuakkan. Mendadak, tenggorokannya kering tetapi opsi meneguk alkohol tidak ingin ia lakukan.

Kedatangan Jihyo ke sini pun bukan untuk melakukan apa yang terlintas. Lebih dari itu, pun kepalanya di biarkan mengedar hingga menemukan tangga yang menuntun ke atas. Terdapat tulisan VIP. Tidak terasa, senyum miring kembali terbit, memberikan tanda jika apa yang lakukan terasa begitu menyenangkan.

Bermain seperti ini cukup melelahkan, tetapi kita tetap harus melakukannya. Memiliki kemampuan mengakses hal detail tentang dirimu itu tidak begitu sulit untukku, Presdir.

"Lost! Sudah kukatakan bukan, Dohyun? Keahlianmu hanya melayani Jungkook. Perihal bermain biliar, kau itu nol besar," ucap seorang pria dengan setelan kemeja dan rompi yang melekat di tubuhnya. Jemari kekarnya bahkan dengan spontan menyugar rambut pirang yang memiliki potongan cukup panjang di bagian atas. Jung Woosi tertawa renyah.

Dohyun yang mendengar perkataan salah satu sahabat itu mendengus sebal. "Kau tidak perlu mengungkit soal itu! Kita selesaikan permainan ini. Satu ronde lagi. Jungkook, kau harus main kali ini," kata Dohyun dengan wajah memerah, menahan kekesalan. Jika mereka sedang mode di luar pekerjaan, Jungkook sendirilah yang menyuruh Dohyun untuk tidak memanggilnya dengan sebutan Presdir. Terkadang gelar itu terdengar sampah.

Jungkook belum menjawab. Pria itu terlihat begitu sibuk menikmati rokok yang tengah dibakarnya serta menikmati segelas wine yang digengganmnya. Tatapan Jungkook cukup datar, ia tidak berminat bermain setelah baru di ronde pertama permainan di mulai, ia sudah menang.

Woosi lantas menoleh pada Jungkook. "Hei, Jung! Kau bergabunglah dengan kami. Ini akan—"

"Kalian saja. Aku bosan bermain dan berakhir menang terus. Rasanya, tidak ada tantangan," ucapnya dengan gamblang. Pernyataan yang memberikan penusukan bagi Woosi dan Dohyun sebab secara garis besar, ia dikatakan payah—bukan lawan yang bisa memumpunginya.

Woosi kesal, walau sudah mengenal Jungkook dengan lama. Mata sipit itu sontak menyipit, kemudian melirik kepada Dohyun. "Sudahlah, Jungkook itu tidak asik. Hidupnya terlalu datar. Kita duel saja. Persiapkan dirimu dan jika aku kalah, aku akan merelakan mobil yang baru saja kubeli kemarin. Bagaimana?" Woosi menantang dan Dohyun menerima tantangan yang menurutnya tidak datang dua kali dari Woosi si Pengacara terkenal itu.

"Oke, deal! Kali ini, aku juga menjadikan mobilku sebagai taruhan. Sungguh, mobil itu baru kubeli sebulan yang lalu dan harganya lebih mahal dari mobilmu," ucap Dohyun yang semakin membuat pertaruhan menjadi begitu menyenangkan. Dohyun yakin akan menang kali ini, sehingga ia begitu tenang mengulurkan mobil kesayangannya.

Pertarungan pun di mulai. Jungkook mengamati dengan malas dua temannya. Ia sungguh tidak berselera. Posisi sebelah kaki yang menumpu kaki sebelahnya terasa lebih nikmat seraya bersandar pada kursi. Jungkook hendak meneguk wine di gelas kecil miliknya, tetapi tertahan kala bayangan gadis yang ditemui di lift melintas bagai kereta api.

Shin Jihyo ....

Sekali gerakan, Jungkook langsung meneguk wine miliknya. Tenggorokannya terasa terbakar. Mana tahu, bersamaan dengan pelayan yang datang. Ia memberikan salam hormat sebelum melangkah untuk berbisik. Hanya karena itu, ekspresi wajah Jungkook langsung berubah. Ia tersenyum tipis. "Suruh dia masuk dan bawa dia ke bagian balkon," ucap Jungkook yang memberikan perintah. Pelayan pria itu mengangguk paham, lekas melaksanakan perintah sosok yang memang memiliki kuasa penuh pada tempat ini tatkala Deluxe Biliard Club adalah salah satu aset Jungkook yang berharga.

Secara bersamaan, Jungkook bangkit. Ia berlalu ke bagian balkon, pun berhasil membuat Woosi dan Dohyun saling bersitatap. Sekejap, kegiatannya mereka berhenti dan fokus pecah pada Jungkook.

"Apa atasanmu itu memiliki masalah di kantor?" tanya Woosi sedikit penasaran.

Dohyun tanpa berpikir panjang menggeleng. "Semuanya baik-baik saja. Seharusnya Jungkook senang karena saham perusahaan kali ini semakin melejit. Akan tetapi ...." Perkataan Dohyun langsung terhenti ketika mendengar ketukan high heels yang begitu menggema. Langsung saja, mereka berdua menoleh ke belakang dan mendapati seorang gadis yang begitu cantik dengan tubuh yang begitu ideal. Baik Woosi dan Dohyun sama-sama tidak berkedip, pun gadis itu berlalu begitu saja dengan tuntunan pelayan seraya memberikan senyum.

"Gadis itu? Hei, dia ke tempat di mana Jungkook berada. Sebenarnya apa yang terjadi? Bukankah Jungkook akan bertunangan dengan Hyena? Dohyun, apa Jungkook tidak berkata apapun kepadamu soal gadis seksi itu, huh?" tanya Woosi pada Dohyun, tetapi sang empu benar-benar dibuat diam tak berkutik. Ia seperti tidak mendengar seluruh pertanyaan Woosi karena Dohyun juga terlihat kebingungan.

Kepalanya sontak menggeleng. "Aku tidak tahu jika Jungkook memiliki hubungan lain dengan Shin Jihyo."

Lantas Jihyo, ia tidak berkata apa-apa setelah memberikan senyum pada Dohyun—tangan kanan Jungkook. Hanya sekadar itu dan ia memilih fokus mengikuti pelayan yang menuntun dirinya. Jihyo sedikit lega kala Jungkook tidak menolak akan kehadirannya. Ia hanya bisa memastikan jika Jungkook—pria itu sepertinya mulai penasaran dengan apapun tentang dirinya. Jihyo tidak bisa membohongi diri kalau Choi Jungkook memang bagian IT yang teratas. Hanya saja, Jungkook tidak tahu jika Shin Jihyo jauh sudah melangkah meninggalkannya. Sehingga tidak ada yang tersisa selain membuat bingung.

"Tuan Presdir, saya sudah mengikuti perintah anda," kata pelayan itu setibanya mereka di bagian balkon yang memperlihat sisi lain dari Kota Seoul. Kilau lampu tower di malam hari, tampak menakjubkan di bagian ini. Jihyo tahu, tempat VIP bagian satu ini sudah dikhususkan untuk pemilik klub ini.

Dengan posisi masih membelalangi, Jungkook memberikan bahasa isyarat tangan agar pelayan itu pergi. Alhasil, tanpa basa-basi, pelayan tersebut berlalu setelah menutup pintu dan tirai secara bersamaan. Melihat hal itu, Jihyo menaikkan sebelah alis. Haruskah pintu itu ditutup? Akan tetapi, Jihyo sudah memegang risiko besar. Datang ke tempat ini seperti datang ke kandang harimau, jadi rasanya pengecut jika takut karena hal itu.

"Apa maumu?"

Jihyo tidak langsung menjawab. Hal yang ia lakukan malah terus menarik langkah—menghapus jarak hingga berada tepat di belakang Jungkook. Perlahan, Jihyo menaikkan dua sudut bibirnya—membentuk senyum yang amat manis. "Aku menginginkan Presdir."

Sebutlah Jihyo gila karena mengatakan hal tersebut pada calon suami orang, tetapi perjodohan itu hanya masih sekadar ungkapan. Belum terelasasikan. Menurut Jihyo sah-sah saja, mengingat hubungan keduanya memang tidak baik. Hanya berlandaskan hubungan bisnis keluarga.

Akan tetapi, perkataan Jihyo sungguh membuat Jungkook terkejut. Tidak mengerti maksud dari gadis yang baru ia temui sebagai staf dan sekilas dianggapnya sebagai kenalan lama. Mendadak, Jungkook seperti orang tolol, tetapi ia langsung mengatur ekspresinya menjadi begitu dingin. Lantas, ia berbalik untuk melihat raut wajah seorang gadis yang begitu berani datang dan mengatakan hal absurd seperti itu kepadanya.

Jungkook bisa melihat eksistensi gadis itu. Benar-benar berbeda dari sosok yang ia temui di kantor. Bahkan, berhasil membuat Jungkook sekilas nge-blank sebelum kembali memasang ekspresi dingin. "Apa kau tidak jera etelah melakukan kelancangan dengan memasuki lift khusus? Kukatakan sekali lagi, apa yang kau ingin dengan datang ke tempat ini? Kau harus tahu, aku tidak sebaik yang kau pikirkan jika dengan memberi maaf kau bisa melakukan seenaknya."

"Aku tahu," kata Jihyo dengan senyum yang masih merekah. Tidak ada rasa takut yang menjalar dan Jungkook bisa melihat hal itu. Kesal rasanya dipermainkan seperti ini, tetapi Jungkook dikejutkan dengan uluran tangan itu yang memegang sebuah paperbag. "Aku membuat cheesecake untuk Presdir. Anggap saja ini sebagai permintaan maaf karena masalah soal lift. Hanya untuk itu karena saat di lift, aku tidak sempat melakukannya," ucap Jihyo santai.

Gertakan Jungkook seakan angin yang berlalu, sehingga membuat sang empu tertawa renyah seraya menyugari rambutnya. "Sialan, gadis ini!"

"Presdir tidak perlu khawatir. Aku tidak menaruh racun dalam kue ini. Aku melakukannya tulus untuk meminta maaf. Jika tidak percaya, aku bisa mencicipinya langsung di hadapan Presdir." Jihyo berkata sekali lagi.

Alhasil, Jungkook langsung memberikan tatapan tidak percaya pada gadis yang seolah-olah berbicara dengan temannya. "Kau pikir siapa dirimu? Dan di mana etikamu dengan menggunakan bahasa informal kepadaku, hah?" tanya Jungkook yang kini memegangi kedua lengan Jihyo. Emosinya tidak tertahan, tetapi saat menyadari hal yang ia lakukan, Jungkook langsung membuat jarak sembari mengumpat.

Jihyo mengerjap, pun berhasil membuat kepalanya menunduk dengan senyum yang ikut melakukan hal yang sama. "Saya tidak tahu jika Presdir tidak nyaman dengan bahasa saya ketika di luar pekerjaan. Baiklah, saya minta maaf sekali lagi dan kue ini untuk Presdir. Jika Presdir ingin membuangnya pun tidak masalah," kata Jihyo yang kemudian hendak menaruh paperbag itu di atas meja sebelum berlalu.

Akan tetapi, Jihyo dibuat tersentak kala Jungkook menarik lengannya dan membawanya ke bagian ujung—menghantam dinding dengan mengurung tubuhnya menggunakan kedua lengan kekar yang dimiliki Jungkook. Jihyo bisa merasakan napas pria di hadapannya begitu terengah-engah seakan baru saja selesai berlari. Karena tindakan spontan Jungkook, membuat kedua mata Jihyo membulat—bak anak anjing yang kebingungan.

"Presdir—"

"Setelah apa yang kau lakukan, kau pikir kau bisa keluar dari sini?" Lalu melirik paperbag yang ada di tangan Jihyo. "Berikan cheesecake itu dengan bibirmu, lantas aku akan memberikan maaf  atas kelancangan yang kau lakukan," kata Jungkook yang sekadar mengancam. Lagipula, ia yakin, gadis di depannya ini tidak akan melakukan hal konyol dan meminta opsi lain. Jungkook bisa memprediksinya. Namun, Jungkook tidak tahu pemikiran Jihyo yang terkadang di luar nalar dari dirinya. Terbukti ketika Jihyo yang tersenyum miring karena permintaan itu lalu membuka paperbag. Dengan gerakan kilat, ia mengambil potongan cheesecake yang di dalam kotak berisi sekitar dua belas buah, lalu mengarahkan kue itu ke dalam mulutnya dan berjinjit.

Mata Jihyo dibuat terpejam, tetapi ia bisa merasakan kue yang ada di bibirnya berada di tempat yang diperintahkan. Karena potongan yang memang dibuat Jihyo sebelumnya cukup kecil, jadi kue tersebut bisa masuk ke dalam. Terlebih kala Jungkook yang seakan tidak sadar akan hal tersebut karena seketika tubuhnya yang dibuat bergeming. Bibir mereka bersentuhan, terlebih kala Jihyo mendorong kue itu masuk ke dalam mulut Jungkook yang spontan dikunyahnya, dan berhasil membuat Jungkook merasakan gelenyar aneh dalam dirinya. Hal yang berbeda saat ia berciuman dengan beberapa gadis di masa lalu.

"Jungkook, ayahmu menelepon—oh shit! Aku tidak melihat apa-apa." Suara itu terdengar memecah keheningan, tetapi tidak membuat Jihyo merasa terintimidasi. Perlahan, ia menciptakan jarak. Tersenyum tipis sebelum memberikan salam hormat.

"Saya harap Presdir menyukainya," ucap Jihyo yang memilih untuk berlalu setelah dirinya menaruh paperbag itu di atas meja. Ia tidak peduli mengenai pemikiran Jungkook ataupun Dohyun akan dirinya. Jihyo tidak ingin tahu, karena ia hanya ingin melakukan apa yang dirasanya benar walau terkadang sedikit membelok dari apa yang seharunya.

Sial, apa memberikan kue lewat bibir sama juga dengan menyerahkan ciuman pertama?

Hola guys! Aku akhirnya update, hehe!

Gimana nih menurut kalian? 🤣🤏

Dah lah, no komen aku. See u pokoknya 🦋

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top