EPISODE PENYELESAIAN: BUNGA KEHIDUPAN

"Kiki, bagaimana liburan dengan keluarga Nisya?" tanya Waskito meminum milk shake yang dia pesan.

"Sungguh menyenangkan, bagaimana denganmu?"

"Sangggggattttt menyenangkan."

"Jangan terlalu bahagia seperti itu."

"Memangnya kenapa? Memang menyenangkan kok."

"Terserah, apakah kau sudah dapat pacar?"

"Kiki! Kau menyombongkan dirimu?"

"Bukan begitu, aku hanya..."

"Hahahaha, aku hanya bercanda. Aku tahu, maksud kau. Tapi aku masih belum dapat, kalau kau punya usulan, beritahu, ya."

"Usulan?"

"Iya, mungkin kau bisa membantuku memperkenalkan seorang cewek kepadaku, dan membuat kami menjadi pacaran."

"Jadi intinya kau mau meminta bantuanku?"

"Begitulah. Memang kau sangat jeli dalam hal yang bermasalah."

"Memangnya aku ini roh pembuat masalah?"

"Bagaimana menurutmu tentang cewek itu?" Dia menunjuk wanita yang sedang duduk tak jauh dari tempat kami.

"Luma..."

"Apa yang lumayan?" Tiba-tiba Nisya sudah duduk di sampingku. "Kai, kau sedang melihat apa?" ucapnya dengan senyum mengerikan.

"Ti...dak, aku tidak melihat apa-apa kok," ucapku ketakutan.

"Sudahlah Nisya, dia hanya sedang membantuku," ucap Waskito dengan ramah.

"Kau menjebakku, ya?!"

"Membantu apa?"

"Mencarikan pacar."

"Pacar!?" teriak Nisya berdiri.

"Nisya, jangan bikin malu diri sendiri," ucapku menenangkan dia.

"Iya, ma...af." Dia kembali duduk dengan wajah memerah. "Kak Waskito mau yang seperti apa?"

"Kalau bisa kau."

"Hei, dia sudah jadi milikku," kesalku.

"Hahaha, maaf. Cuma bercanda kok. Jangan dianggap serius, tapi memang aku sukanya yang seperti Dek Nisya."

"Kalau sampai macam-macam, akan kuhajar kau."

"Yang sepertiku... ya?" Dia melirik ke segala penjuru, mencari wanita yang menurutnya mirip sepertinya. "Bagaimana kalau dia? Dia mirip denganku."

"Apa?!" kaget Waskito, karena ternyata yang ditunjuk oleh Nisya adalah wanita yang berbadan besa. "Mirip dari mana?"

"Dulu badanku sebesar itu."

"Apa?!" kaget kami berdua. "Be-Be-Be-Benarkah?" Aku memasang wajah ketakutan yang sangat luar biasa.

"Hanya bercanda."

"Ternyata dia hanya bercanda. Tapi, syukurlah kalau begitu."

"Nisya..." kesal Waskito.

"Maaf Kak Waskito, mungkin yang bisa mencari orang yang sepertiku hanya Kai, benarkan Kai?"

"Hah?!"

"Benar juga, kau kan pacarnya."

"Kenapa enggak tanya Ayah dan Ibunya? Baiklah, akan kucoba." Aku melihat sekitar dan mencari yang menurutku pas. "Bagaimana kalau itu?"

"Ternyata kau suka dengan wanita yang seksi dan berpakaian pelayan?!"

"Apa?! Aku hanya menunjuk saja." Nisya meremas tangannya dan memasang wajah mengerikan. "Nisya, ini bukan yang seperti kau..." 'DUKK'

(Di perjalanan)

"Kenapa aku yang dipukul? Padahal maksudku hanya untuk membantu Waskito." Aku mengusap kepalaku yang sakit.

"Sepertinya kau harus memberi dia hadiah," bisik Waskito. Nisya berada di depan kami, dia sedang marah.

"Memangnya ini semua gara-gara siapa?"

"Kak Waskito, lihat itu." Kami melihat sesuatu yang Nisya tunjuk. "Bagaimana kalau yang itu?" Ternyata dia menunjuk seorang wanita yang sedang jalan.

"Aku akan berusaha sendiri di sini, supaya kau tidak terkena pukulan dari Nisya," bisik dia. "Baiklah, akan kucoba." Lalu dia pergi dan menghampiri wanita itu.

"Kurasa pilihanmu itu salah."

"Memangnya kenapa?"

"Dia sudah menikah."

"Kai, kau tahu dari mana?"

"Kau lihat, kan? Dia sudah punya cincin perak di jari manis di tangan kirinya?"

"Memang, tapi mungkin saja itu hanya cincin biasa?"

"Kau lihat baik-baik, di tangan kanannya ada dua cincin emas, dan di tangan kirinya pun sama. Kalau memang itu cincin biasa, kenapa tidak emas juga?"

"Benar juga. Ternyata kalau masalah yang seperti ini, kau sangat hebat. Seperti detektif saja."

"Tidak, ini bukan apa-apa diban... Benar, kan? Apa kataku?" Kami melihat adegan Waskito yang ditampar oleh wanita itu.

"Apa yang terjadi, Kak?" tanya Nisya.

"Dia sudah menikah."

"Ternyata Kai benar!"

"Iki, kenapa kau tidak bilang dari tadi?"

"Salah sendiri pergi begitu saja."

"Maaf ya, Kak Waskito."

"Tidak apa-apa, aku tahu kamu ingin membantu, kan?"

(Di taman)

"Oh ya, aku baru ingat. Bukankah sebelumnya kau pernah pacaran?" tanyaku duduk di bangku.

"Iya, memangnya kenapa?"

"Kau bisa putus, karena apa?"

"Karena aku memberitahu tentang masa laluku."

"Begitu, ya."

"Maaf membuat kalian menunggu," ucap Nisya. Dia baru dari toilet.

"Tidak apa."

"Oh ya, Kak Waskito. Aku menemukan wanita yang bagus."

"Ternyata belum menyerah?" ucapku dalam mode Nin.

"Kurasa..."

"Sudah, ayo kita hampiri wanita itu." Dengan cepat Nisya menarik lengan Waskito.

"Aku ditinggal?"

"Ayo, Kai!" Dia kembali dan menarikku juga.

Dia menaik kami dengan cukup tergesa-gesa, dan sampailah kami di sekitar air mancur. "Itu dia wanitanya," ucap Nisya menunjuk kepada wanita yang sedang berdiri di depan air mancur. Dia berpakaian gaun putih, bertopi bundar dengan lidah yang melingkar dan ada pita merah, berkulit putih, dan terlihat dia sedang menunggu seseorang, buktinya sekali-kali dia melihat jam tangannya, dan meliha sekitarnya. "Ayo Kak Waskito." Dia mendorong Waskito.

"Baiklah, akan kucoba." Dengan berani, dia menghampiri wanita itu.

"Nisya."

"Apa?"

"Kau tahu siapa dia?"

"Dia Kak Yuni, kan?"

"Kau benar, kau tahu, kan?"

"Apa?"

"Masa kau lupa?"

"Oh iya, Kak Reza kan sudah menjadi pacarnya!" Lalu dia berlari menghampiri Waskito. "Kak Waski..."

"Benarkah?" kaget Waskito.

"Iya, ayo kita pergi." Lalu mereka berdua pergi begitu saja.

"Eh?" bingung Nisya. Ponselku berdering, aku mengangkat telepon.

"Ki, kau sedang di mana?"

"Aku sedang ada di taman. Ada apa, Kak?"

"Begini, mau enggak kau membantuku?"

"Membantu apa?"

"Tolong jemput Adik Yuni."

"Di mana?"

"Di taman, di depan air mancur."

"Oh, baiklah." Lalu aku menutup telepon itu. "Nisya, sepertinya itu bukan Kak Yuni, (aku menjelaskan siapa wanita itu)."

"Ternyata mereka mirip."

"Iya, mungkin mereka saudara kembar."

"Kalau begitu, kita kejar Kak Waskito." Dengan cepat Nisya menarik lenganku.

(Di rumah Kiki)

"Maaf ya, aku tidak bisa menjemputmu," ucap Kak Reza kepada wanita itu.

"Tidak apa-apa, lagipula Kak Yuni juga menyuruh Kak Reza untuk menjemputku. Berarti dia sedang sibuk."

"Begitulah, Kakakmu sedang belajar tambahan, untuk menjelang kelulusan."

"Tadi... dia siapa namanya?" bisikku kepada Nisya.

"Mawar, baru saja dia memperkenalkan diri."

"Maaf, aku lupa."

"Terima kasih ya, sudah mengatarkanku ke sini, Kak Waskito."

"Tidak masalah."

"Terima kasih juga, Kak Nisya dan Kak Iki."

"Sama-sama," jawab Nisya.

"Kak Iki, matamu bagus." Dia menghampiriku.

"Eh?!" Dia semakin mendekatkan wajahnya ke wajahku.

"Mata Kakak memang bagus," ucapnya.

"Kai...!"

"Tunggu dulu, ini tidak seperti yang kau pikirkan!"

"Maaf, aku lupa kalau Kak Nisya adalah pacar Kak Iki. Aku minta maaf," ucapnya kepada Nisya.

"Untung saja aku tidak terkena pukulan super darinya."

"Lain kali, jangan diulangi!"

"Baiklah, Kak!"

"Ayo kita makan," ajak Kak Reza.

Waskito, Mawar, dan Kak Reza pergi ke ruang makan. Sedangkan aku dan Nisya hanya berdiri diam.

"Maaf ya, Kai. Sepertinya belakangan ini aku menjadi seorang pencemburu."

"Tidak apa."

"Tapi... benarkah tidak ada wanita lain selain aku, yang ada di hatimu?"

"Tentu saja, kau akan selalu dihatiku."

"Kai, aku jadi malu... Ayo kita juga ikut makan!"

"Iya. Hacihh!"

"Kamu enggak apa-apa?"

"Begitulah."

Kehidupan bungaku dimulai dari sekarang, ternyata banyak hal yang tak terduga berdatangan. Seperti perubahan sifatku, kebiasaanku, cara bicaraku, pokoknya sekarang aku berubah. Memang banyak sekali kejutan di dalam proses kedewasaan. Dimulai dari hal yang terduga sampai yang tak terduga, inilah bunga kehidupan. Kehidupan masa kedewasaan memang seperti bunga yang sedang bermekaran.

Ngomong-ngomong tentang wanita, rasanya aku merasakan sesuatu hal yang terlupakan, tapi biarlah. Mungkin waktu yang akan menjawabnya.

(Di stasiun kereta)

Kereta berhenti, pintu terbuka, para penumpang langsung pergi ke luar. Tak lama kemudian keluarlah seorang wanita berkulit putih, rambut panjang berwarna coklat terurai, mata coklat, baju putih, rok putih selutut, dan dia menggunakan topi bundar dengan lidah melingkar. Dia berjalan ke luar dari stasiun dengan koper merah muda di tangannya.

"Aku sudah pulang! Apakah dia sedang menungguku? Tak sabar aku ingin menemuinya."

##############################################################################

Yah, akhirnya cerita ini tamat juga. Maaf, kalau jadi libur cukup lama dan ada beberapa kata-kata yang kurang berkenang di cerita atau hal lainnya. Terima kasih juga sudah membaca ceritaku ini. Oh iya, baca juga ceritaku yang lain, aku harap kalian suka :)

Salam dariku, Alfa Tomo a.k.a MAlfharizy

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top