EPISODE KETUJUH: PURA-PURA

"Apa!" kagetku.

"A...Apakah Kakak mau?"

"Hmm... bagaimana ya? Jantungku ini rasanya mau copot. Baiklah."

"Hore! Terima kasih ya, Kak!"

Pura-pura, menurut buku yang pernah aku baca, adalah suatu hal yang bukan sebenarnya. Misal, pura-pura mati, padahal enggak mati. Aku sedikit benci dengan perilaku pura-pura, apalagi pura-pura baik. Tapi, kalau yang Nisya minta, mungkin aku harus tidak membencinya.

"Kapan Kakek dan Nenekmu datang?"

"Ha...Hari ini."

"Jadi aku harus melakukannya sekarang?!"

"I-I...ya."

Sungguh mengejutkan, perasaan senang dan sedikit kesal bercampur aduk. Senang karena aku bisa menjadi pacar Nisya, tapi sedikit kesal karena ini hanya pura-pura. Dia memintaku bukan karena ingin mempermainkanku, tapi karena Kakek dan Neneknya akan datang. Perjodohan, itu adalah suatu perilaku orang tua untuk menjodohkan anaknya dengan orang lain, bagus kalau cocok, tapi kalau tidak cocok, mungkin bisa menjadi penyakit batin yang luar biasa. Maka dari itu, aku membantu Nisya dengan pura-pura menjadi pacarnya, supaya dia tidak terlibat dengan perjodohan.

"Tak kusangka sistem jodoh masih dipakai?"

"Te...Te...Terima kasih, Kak."

"Iya-iya, jadi aku harus datang ke rumahmu lagi?"

"Iya, tenang aja, hanya sampai bisa meyakinkan Kakek dan Nenek untuk tidak melakukan perjodohan."

"I-Iya. Aku berharap ini bisa berlangsung lama, sampai aku bisa menjadi pacar sesungguhnya. Aku menghayal terlalu tinggi rupanya, tapi semoga saja aku bisa menjadi pacar sesungguhnya."

"Kak?" Aku tersadar dari mode Nin. "Kalau Kakak enggak suka, ti..."

"Tidak apa-apa, malah aku senang bisa membantumu."

"Benarkah?"

"Iya, anggap saja ini sebagai balas budi, karena mengizinkan aku untuk tidur di rumahmu."

"Kupikir Kakak melakukan ini karena aku."

"Apa?"

"Tidak! Bukan apa-apa, terima kasih banyak, Kak."

(Di rumah Nisya)

"Kakek, Nenek, perkenalkan ini pacarku." Nisya memeluk lenganku dengan wajah tersenyum.

"Saya Kiki Otaki, senang bisa bertemu dengan kalian." Aku membungkukkan tubuhku.

"Sudah berapa lama kalian pacaran?" tanya Kakek Nisya.

"Baru saja," jawab Nisya.

"Hmm, baru ya? Nisya, kau tidak boleh membohongi Kakek, kau tidak menyuruhnya pura-pura menjadi pacarmu, kan?"

"Tidak, kami tidak pura-pura! Aku benar-benar mencintai Nisya!" ucapku tiba-tiba. "Oi oi oi, kenapa aku malah mengatakan hal itu? Sungguh cinta itu benar-benar hebat."

"Hmm, kalau kau benar-benar mencintainya. Mulai besok, kau harus kencan dengannya."

"Kencan?!" kaget kami berdua.

"Kenapa kalian kaget? Oh ya, kalian kan baru pacaran," ucap Nenek Nisya.

"I...I...ya," ucap kami serempak.

"Baiklah, Kakek akan membatalkan perjodohannya. Tapi, dengan satu syarat."

"Apakah itu, Kakek?" tanya Nisya.

"Kau tidak boleh putus dengan dia, sekali kau putus dengannya... Kakek akan langsung melakukan perjodohan."

"Selamat berjuang ya, Nak Iki," ucap Ibu Nisya, yang sedari tadi duduk di samping Nenek Nisya, sedangkan Ayah Nisya ada di samping Kakek Niysa.

(Keesokan harinya, di perjalan kencan)

Perasaanku tidak menentu, detak jantungku sangat cepat, dan keringat dingin mengalir di kepalaku. Apakah ini rasanya kencan pertama? Pura-pura saja sudah seperti ini, apalagi asli. Aku dengan penampilan yang menurut Kakakku bagus, sedang menunggu kedatangan Nisya di depan toko.

"Ternyata dia terlambat." Aku melihat jam tangan.

"Maaf Kak, aku telat." Datanglah Nisya, dia berpakaian gaun kuning, rok selutut, rambut diikat dengan pita merah muda, dan dia sangat cantik.

"Ti-Ti...Tidak apa-apa, dia cantik sekali."

"Ba-Bagaimana penampilanku?"

"Bagus, cocok sekali denganmu."

"Te-Terima kasih, baju Kakak juga bagus."

"Ja-Jadi kita akan kemana?"

"Taman bunga."

(Di taman bunga)

"Ini minumannya." Aku memberikan sebuah botol air minum kepada Nisya yang sedang duduk di bangku taman.

"Terima kasih." Lalu aku duduk. "Kak, ngomong-ngomong... apakah yang Kakak ucapkan kemarin itu benar?"

"Yang mana?"

"Itu... sesuatu seperti... a...aku be...nar-benar..."

"Oh itu! Tidak kok, itu hanya untuk membuat yakin Kakek dan Nenekmu. Kenapa malah kata-kata itu yang keluar, padahal aku ingin bilang itu benar."

"Begitu ya, padahal kupikir itu benar."

"Apa?"

"Bukan apa-apa! Terima kasih, ya Kak."

"Sudahlah jangan berterima kasih terus."

"Maaf."

"Jangan meminta maaf, aku melakukannya atas keinginanku sendiri."

"Giliran Kakak."

"Giliran apa?"

"Menentukan ke mana kita akan pergi."

"Bagaimana kalau kita ke..."

(Di taman hiburan)

"KYAAA!" Muncul hantu di samping kanan kami. "KYAAA!" Muncul hantu di depan kami.

"Ternyata ide Kak Reza tidak buruk." Sekarang kami ada di rumah hantu.

"Kak, aku takut..." Dia bersembunyi di punggungku.

"Padahal kamu sendiri yang mau ke sini. Sudah tenang saja, mereka ini hanya robot."

"Ta-Ta...pi tetap saja, walau i... KYAAA!"

(Di luar rumah hantu)

"Kamu baik-baik saja?" Nisya masih sembunyi di punggungku dan memeluk dengan erat.

"Aku masih takut." Dia mengencangkan pelukannya.

"Aduh, perasaan apa ini? Jantungku terasa mau coplok saja. Mau ke mana lagi?"

"Terserah, aku masih ketakutan."

"Mungkin sebaiknya kita istirahat dulu." Aku mencari tempat duduk untuk kami. "Tunggu di sini ya, aku ma..."

"Jangan pergi Kak, aku takut."

"Baiklah." Sebetulnya aku ingin ke belakang, tapi karena tidak mau membuat Nisya stress, mau bagaimana lagi. Butuh waktu yang cukup lama untuk membuat Nisya tenang, tapi padahal hanya lima menit.

"Tadi Kakak mau ke mana?"

"Ke belakang."

"Maaf Kak, aku membuat Kakak menahannya."

"Tidak apa, sekarang kau sudah baikkan?"

"Sudah, sebaiknya Kakak segera pergi.

"Tunggu ya." Dengan secepat kilat aku berlari menuju toilet.

(Selesai dari toilet)

"Hahhh, lega rasanya." Aku berjalan menuju tempat Nisya menunggu. Aku berhenti karena melihat ada sepasang kekasih sedang berdiri tidak jauh dariku.

"Ini bunga untukmu," ucap sang pria.

"Terima kasih, bunganya indah," ucap sang wanita sambil mencium bunga itu.

'TETTT' suara dering HPku. "Halo, ada apa, Kak?"

"Kiki, bagaimana kencannya?"

"Lumayan."

"Bagaimana pesan dari Kakak? Efektif?"

"Pesan apa?"

"Itu loh, tentang melihat ke pasangan yang lain."

"Maksudnya?"

"Dasar, kamu pernah bilang, kan? Bagaimana supaya kelihatan seperti sepasang kekasih?"

"Oh iya, aku ingat. Aku harus belajar dari sepasang kekasih yang lain?"

"Benar. Lalu, apa kau menemukan sepasang kekasih itu?"

"Ketemu."

"Lalu, apa yang mereka lakukan?"

"Sang pria memberikan bunga kepada sang wanita."

"Kalau begitu, kau lakukan seperti mereka." Kak Reza langsung memutuskan teleponnya.

"Baiklah, tapi di mana aku bisa mendapatkan bunga itu?"

"Bunga untuk apa, Kak?"

"Untukmu... Eh?! Kenapa kau ada di sini?" kagetku.

"Habis Kakak lama. Jadi, Kakak mau membelikan bunga untukku?"
tanyanya dengan nada semangat.

"I-Iya."

"Kalau begitu, ayo kita pergi membeli bunga." Dia menarik lenganku.

(Sore hari)

"Ayo kita pulang," ucapku.

"Sungguh menyenangkan, terima kasih ya, Kak."

"Iya." Lalu kami berjalan menuju rumah kami masing-masing. "Nisya..."

"Apa?"

"Bo...Bolehkah aku meminta nomor teleponmu?"

(Selesai memberikan nomor telepon)

"Nanti kalau sudah sampai, kirim pesan, ya!" ucap Nisya, lalu pergi.

Ternyata benar-benar lumayan, aku bisa meminta nomor teleponnya saja rasanya sangat susah. Apakah suatu saat nanti aku bisa mengucapkan bahwa aku mencintainya?

(Di rumah Kiki)

"Bagaimana?"

"Berjalan lancar."

"Bagus!" Lalu dia memberiku jempolnya lagi. "Kau memang hebat!"

"Terus kapan?"

"Kapan apa?"

"Kakak punya pacar?"

"Itu..." Tiba-tiba wajah Kakak berubah menjadi pemurung.

"Ternyata belum dapat, ya?"

"Kamu enak ya, belum lama berkenalan sudah menjadi pacarnya lagi."

"Enak dari mana? Ini hanya pura-pura."

"Oh ya, Kakak ada pekerjaan malam ini. Jadi jaga rumah, ya."

"Iya."

(Di kamar Kiki)

"Rasanya aku melupakan sesuatu? Tapi apa, ya?" 'TETT TETT TETT'. "Ada pesan, dari Nisya, ya... aku lupa!" Lalu aku mengirimkan pesan kalau aku sudah sampai, dan tidak lupa kalimat minta maaf.

(Keesokan hari, di sekolah)

"Selamat, ya," ucap Waskito.

"Selamat?"

"Iya, kau kan sudah menjadi pacarnya Nisya." Aku langsung batuk lagi. "Kau tidak apa-apa?"

"Iya. Kau tahu dari mana?"

"Kemarin aku melihat kalian sedang kencan di taman hiburan. Tadinya sih aku mau nyapa, tapi takut mengganggu kalian."

"Begitu ya, jangan bilang siapa-siapa, ya?"

"Tapi... aku tidak sendiri sih."

"Apa?!"

"Itu... Aku dan teman-temanku sedang berlibur bersama."

"Hanya tinggal menunggu waktu saja, sampai berita ini diketahui seluruh sekolah."

(Di perpustakaan, saat istirahat)

"Ternyata berita tentang kita sudah diketahui oleh guru-guru dan murid di sini," ucap Nisya.

"Begitu ya. Pantas saja Bu Julie memberiku selamat, lalu pergi begitu saja."

"Kak..."

"Iya?"

"Ini... bekal untuk Kakak."

"Kau yang buatnya?"

"I-Iya."

"Terima kasih." Lalu aku menerimanya, dan kubuka tutupnya. "Kelihatannya enak." Aku memakannya.

"Ba-Bagaimana ra...sanya?"

"Enak!"

"Syukurlah."

"Bagaimana kalau kita makan bersama?"

"Eh!? Ta..."

"Sudah, jangan malu. Hanya ada kita berdua di sini, lagipula enggak enak kalau aku makan sendiri."

"Ba-Baik." Lalu dia duduk di dekatku.
Memang kami hanya pura-pura, tapi rasanya sungguh indah. Mungkin suatu saat nanti, kepura-puraan ini berubah menjadi kenyataan.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top