42 - Risiko

Proses hukum terus berjalan hingga akhirnya, Davi dinyatakan tak bersalah. Davi bisa saja menuntut atas pencemaran nama baik kepada siapapun yang meletakkan benda sialan itu di dalam tasnya, tapi Davi tak mau terlibat lagi dengan urusan seperti itu. Ditambah, baru kurang dari dua minggu vakum dari dunia entertain, Davi sudah menghadapi banyak tuntutan dari beberapa klien yang sudah menandatangani kontrak dengan Davi.

Walaupun, Davi dinyatakan bebas dan bersih dari narkoba, selama proses hukum, cukup banyak yang percaya jika karir Davi akan terhenti sehingga mereka membatalkan beberapa kontrak yang padahal sudah harus dijalani Davi. Dari total 19 pekerjaan selama dua minggu belakangan yang harus Davi kerjakan, hanya 7 yang masih bertahan dan memberi dispensasi penundaan waktu pekerjaan untuk Davi.

Bukan hanya risiko pekerjaan, nyatanya dia juga kehilangan banyak penggemar sejak kejadian dia tertangkap oleh polisi. Tapi Davi berusaha tak memperdulikannya. Tujuan utamanya menjadi aktor jelas bukan untuk memiliki banyak penggemar yang dengan mudahnya datang dan pergi seperti angin.

Ah, padahal Davi tak bersalah, tapi imbas dari kasus kemarin benar-benar terkena padanya. Davi tak menyangka akan seperti ini. Dia cukup tenang saat menyelesaikan kasusnya.

Baru satu jam dinyatakan bebas tak bersalah, Davi sudah langsung menjalankan pekerjaannya yang ditunda. Dimulai dari yang sederhana terlebih dahulu. Endorse dan Davi sudah menghubungi fotografer pribadinya untuk datang ke studio foto yang ada di apartemen Davi.

Davi hanya duduk menunggu Kak Atika selesai memoleskan sedikit make up di wajah pucat Davi sementara fotografer handalannya sedang sibuk mengatur lensa kamera.

"Total ada lima belas pakaian dan sembilan barang. Sorenya, kamu ada jadwal tapping untuk talkshow di channel 9."

Davi mengangguk kecil, tanpa berujar apapun dan membiarkan Kak Atika melakukan pekerjaannya. Kak Atika melirik Davi sekilas sebelum bertanya pelan, "Kamu yakin mau langsung kerja? Gak mau istirahat dulu?"

"Sekali masih ada kerjaan, aku mau laksanain, Kak. Udah banyak yang aku lewatin."

Kak Atika menatap kembali aktornya tersebut dan merogoh tasnya, mengeluarkan sebuah ponsel yang sangat Davi kenali. "Handphone kamu. Seminggu belakangan kamu gak pegang, kan? Banyak panggilan dan pesan masuk. Kakak gak otak-atik. Tapi semalam udah Kakak charge, baterainya penuh."

Davi meraih ponselnya sambil mengangguk. "Makasih, Kak."

Setelah itu, Davi mulai memainkan jarinya mengusap layar ponsel. Senyuman tipis muncul di bibirnya ketika mendapati 124 panggilan tak terjawab dan 89 pesan masuk. Itu belum termasuk sosial media Davi dan yang membuat Davi cukup terkesan adalah kontak dengan nama Bawel-lah yang melakukan paling banyak panggilan dan pesan.

Tapi Davi tak langsung membuka pesan dari Luna. Pesan pertama yang cowok itu buka adalah pesan dari kontak yang dinamainya Nara dan selama seminggu Davi tak memegang ponsel, Nara hanya mengiriminya tujuh pesan yang berarti satu hari cukup satu pesan dan pesan terakhir yang dia kirim adalah: Davino, lo gak apa-apa, kan?

Senyuman tipis muncul di bibir Davi sebelum mengetikkan balasan: Gak apa-apa. Gue mau ketemu. Makan malem bareng?

Davi menunggu balasan dari Nara yang tak kunjung datang bahkan sampai Davi melanjutkan kegiatannya lagi.

☢☢☢

"Dia gak apa-apa. Baru dinyatakan gak bersalah, satu jam kemudian udah kerja lagi."

Luna mengerucutkan bibir mendengar cerita Wisnu. Siang ini, Wisnu menemani Luna makan siang di restoran langganan mereka. Tempat mereka sering berkencan, dulu, meskipun tak jarang juga kencan mereka batal karena Wisnu yang terlalu asyik bermain games. Luna sangat bersyukur sekarang. Setidaknya, akhirnya Wisnu tahu jika dunia nyata jauh lebih menarik daripada games.

Wisnu bertopang dagu menatap cewek di depannya. "Kamu serius suka sama Davi, ya, Lun?"

Pertanyaan Wisnu membuat Luna diam, memicingkan mata sebelum dia dan memilih untuk memakan kentang goreng di hadapannya, memberi isyarat agar Wisnu tak membahas, tapi nyatanya Wisnu malah tersenyum dan melanjutkan.

"Setelah aku pikir panjang, aku tahu aku sangat bersalah dan nyebabin kita pisah waktu itu. Tapi selalu hikmah dibalik sesuatu, kan? Aku sekarang paham apa hikmah putusnya kita."

Wisnu memainkan sedotan es jeruknya, lanjut berkata, "Aku baru sadar, sikap kamu ke aku belum berubah, begitupun perasaan kamu. Kamu sayang sama aku, tapi rasa sayang kamu lebih besar untuk Davi." Senyuman tipis muncul di bibir Wisnu, "Selama empat tahunan kita pacaran, memang terlalu banyak batasan antara kita berdua, sampai kita lupa akan keberadaan batasan itu dan memilih untuk bertahan, di hubungan yang terlalu statis."

Luna menghela napas. "Kamu baru sadar hubungan kita itu statis? Aku yang terkesan ngejar-ngejar kamu dulu, kamunya terlalu cuek. Kalo udah main games, lupa segalanya. Termasuk lupa diri kamu sendiri."

Wisnu mengamini ucapan Luna. "Iya, aku tahu. Maafin aku, ya."

Mata mereka kembali bertabrakan sebelum Luna memutus kontak mata dengan menundukkan kepala. Tak ada kata yang ke luar dari mulut Luna dan Wisnu, keduanya sibuk dengan pikiran masing-masing sampai Wisnu yang kembali memulai.

"Itu kesalahan hubungan kita, kan? Kurangnya komunikasi. Kalo boleh aku minta kesempatan, aku akan memperbaiki itu," Wisnu memutar sedotan minumannya sambil tersenyum tipis, "Sayangnya, gak semua orang berhak mendapat kesempatan kedua."

Luna tak berkomentar apa-apa.

☢☢☢

Davino Alaric Syahm menyelesaikan lebih dari lima puluh endorse-nya yang tertunda selama kurang dari dua belas jam. Nonstop dan itu semua permintaan langsung dari Davi. Pukul sepuluh malam, akhirnya pemotretan selesai dan tinggal Davi seorang diri di apartment-nya, mencoba untuk beristirahat, tapi gagal.

Cowok tampan itu meraih ponselnya dan membuka pesan-pesan yang masuk, tapi belum sempat dibaca olehnya. Hampir semua pesan masuk belum dibaca, hanya punya Nara yang Davi baca.

Davi menghela napas. Nara tak membalas pesannya sama sekali, padahal Davi yakin Nara pasti sudah membaca pesannya. Sebegitu tidak pentingkah Davi?

Jari Davi memainkan layar ponsel sebelum akhirnya, dia membuka pesan masuk dari kontak yang terbanyak mengiriminya pesan. Dari kontak bernamakan Bawel di ponsel Davi dan nyatanya, Luna mengirim pesan malam ini, dua jam yang lalu. Sekitar pukul delapan sampai sembilan.

Jangan kerja terlalu keras. Jangan dengerin apa yang orang bilang juga.

Senyuman tipis muncul di bibir Davi. Well, mungkin inilah risiko menjadi seorang selebriti. Baru tersandung, belum jatuh, Davi sudah mendapati banyak orang yang mengirimkan hujatan dan perkataan-perkataan kasar padanya. Meskipun, tiap hari memang ada sejak dulu, kali ini pesan buruk yang Davi terima lebih banyak. Bahkan Kak Atika mendesak Davi untuk mematikan fitur komentar di akun Instagram-nya.

Dulu dipuji, sekarang diuji. Ini untuk pertama kalinya Davi merasa tak nyaman seperti ini selama dia berkarir.

Jari Davi bergerak lagi, melakukan panggilan pada kontak bernamakan Bawel sebelum mendekatkan ponselnya ke telinga.

"Halo? Kenapa nelepon gue?"

Davi menghela napas. "Kangen, kan, sama lo."

"Halah. Gak usah ngalusin gue, deh. Inget udah punya Nara."

"Nara? Oh, jadi lo lebih suka kalo gue sama Nara?"

Diam. Tak ada jawaban dari Luna dan Davi terkekeh geli. "Tapi seriusan, gue kangen sama lo. Sori, ya, gue baru bisa ngehubungin lo sekarang. Sori juga gue udah bikin lo cemas."

Davi dapat mendengar helaan napas Luna. "Ya, udahlah. Yang lalu, biarlah berlalu."

"Lo lagi di mana?"

"Kenapa? Lo mau jemput gue dan ngajakin gue makan malam? Udah jam segini. Lo istirahat mending."

Senyuman tipis muncul di bibir Davi. "Enggak, kok.  Gue malah mau nyuruh lo istirahat. Besok aja ketemuannya."

"Oh, gitu."

"Iya. Gue matiin, ya. Good night."

Sebelum Luna menjawab, Davi mengakhiri panggilan begitu saja. Baru menjauhkan ponsel dari telinga, cowok itu mengernyitkan dahi ketika mendapati sebuah pesan masuk dari kontak yang sebenarnya sudah dia hubungi sejak awal.

Dari kontak bernamakan Nara.

Sori, Dav. Masuk malam. Handphone mati dari pagi.

Davi menghela napas sebelum tanpa mengetikkan balasan, dia beranjak dari posisi awalnya. Davi meraih jaket yang tergantung di balik pintu dan melangkah ke luar dari apartment.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top