25 - Spongebob
Nyatanya, firasat Luna tak pernah salah ketika dia menolak ajakan teman-temannya, termasuk juga ajakan Wisnu untuk ke luar malam hari ini. Pasalnya, jika Luna pergi ke luar, mana mungkin dia berada di dalam sebuah mobil Alphard yang dikendarai oleh Roy dengan sosok aktor Davino Alaric Syahm yang duduk di sampingnya, menatap luar kaca mobil dengan tenang.
Tadi Roy tiba-tiba muncul di depan rumah Luna ketika Luna hendak pergi ke warung membeli cemilan. Roy langsung menarik tangan Luna sambil berkata, "Mbak Luna, darurat, nih. Mas Davi cuma ngasih waktu lima menit buat jemput Mbak Luna. Entar gaji saya dipotong."
Akhirnya, Luna pasrah dibawa Roy ke mobil Alphard yang berdiri tak jauh dari gang rumah Luna. Padahal, Luna mengenakan piyama dengan motif Hello Kitty kesukaannya.
Sudah beberapa menit sejak mobil dijalankan menjauhi rumah Luna, tapi tak ada yang mau membuka percakapan. Hingga akhirnya, Luna bosan dan membuka percakapan.
"Lo ngapain, sih, nyuruh Pak Roy jemput gue? Pake ngancem mau motong gaji orang lagi! Lo, kan, punya nomor gue. Tinggal telepon, udah!"
Davi menggeleng. "Enggak. Biasanya, kalo di telepon, orang lebih punya banyak kesempatan buat nolak. Lo mau nolak gue padahal gue udah rela-relain jemput lo sebelum sempat ke apartment? Pesawat gue baru mendarat kurang dari satu jam yang lalu."
Satu alis Luna terangkat. "Hah? Lo darimana emangnya? Pantes gak kelihatan akhir-akhir ini."
"Kangen, ya, lo sama gue?" Davi menoleh dan memberikan senyuman sialannya kepada Luna.
Luna diam sejenak sebelum berdecak. "Idih, mimpi lo jangan tinggi-tinggi!" Lalu, Luna beralih menatap kaca sambil melipat tangan di depan dada.
Davi tersenyum tipis dan sedikit mengangkat tubuh sambil berbalik untuk meraih boneka yang sudah dibelinya, Luna hanya mengintip lewat pantulan di kaca. Satu alis Luna terangkat. Ngapain itu cowok beli boneka? Dua lagi!
"Buat lo."
Pertanyaan Luna terjawab. Luna menoleh dan Davi menyodorkan boneka Spongebob Squarepants berukuran kecil kepada Luna yang langsung meraihnya. "Seriusan buat gue?"
Davi mengangguk cepat. "Iya. Gue lihat casing HP lo itu gambar Spongebob. Jadi, gue simpulkan lo suka Spongebob. Makanya, pas lihat boneka Spongebob, gue beli, deh."
Luna melihat boneka itu dengan rinci sebelum tertawa. Davi mengernyitkan dahi heran. Luna berhenti tertawa beberapa saat kemudian.
"Gue boleh jujur sama lo?"
"Apaan?"
Luna menarik napas. "Lo itu jangan sok pinter. Menyimpulkan sesuatu begitu aja. Padahal, salah."
Davi memicing. "Lo gak suka Spongebob? Lah, casing HP lo kenapa Spongebob?"
Luna tertawa kecil. "Soalnya, casing Hello Kitty habis dan adanya Spongebob. Malu gue pas ke toko casing, si Mbaknya udah ngeluarin berbagai macam koleksi, tapi gue gak beli. Ya, udah gue beli aja yang Spongebob."
Cowok tampan itu menghela napas pasrah dan Luna menahan tawa melihat bagaimana Davi merasa kecewa atas barang yang dia beli. Luna menatap lagi boneka Spongebob dari Davi sebelum berkomentar, "Tapi gak apa-apa, deh. Gue terima. Kasian lo jauh-jauh beli, masa gue buang."
"Kalo gak suka, kasih aja ke siapa, kek." Davi menjawab jutek.
Luna menonjok pelan lengan Davi. "Gitu aja ngambek!"
"Bodo."
Luna mengerucutkan bibir mendengar jawaban singkat Davi. Cewek itu ikut menyandarkan punggung pada sandaran jok, dia mendekap boneka Spongebob dari Davi di dadanya.
"Gue bercanda, Jangkung. Gue suka Spongebob, kok, selain Hello Kitty."
Senyuman tipis muncul di bibir Luna lalu, dia menoleh dan mendapati Davi yang juga ternyata tengah menatapnya. "Gue pikir lo suka Spongebob, kayak...," Luna dapat melihat jelas bagaimana Davi menahan napas saat hendak menyebutkan sesuatu.
Tapi ketimbang melanjutkan, Davi malah menggeleng dan memejamkan mata. "Gue ngantuk banget, nih. Gue cuma mau ngasih lo boneka. Gue udah makan malam di bandara tadi. Lo udah makan belum? Kalo belum, bareng Pak Roy aja. Gue tunggu sambil tidur di mobil."
"Pak Roy mau makan di mana, Pak?" Luna langsung bertanya kepada Roy yang melirik dari kaca dengan wajah bingung.
"Terserah mbak Luna aja."
Luna melihat ke jalan sebelum mengarahkan, "Dari pertigaan belok kiri, Pak. Di sebelah kiri jalan ada rumah makan Sunda gitu. Enak." Roy menuruti keinginan Luna.
Luna melirik Davi yang memejamkan mata, tapi Luna tahu, Davi belum sepenuhnya tertidur. "Lo ngapain beli boneka Squidworld juga? Lo suka Spongebob? Ngoleksi boneka semua tokohnya?"
Davi menggeleng, "Suka-suka gue, ya."
"Nyebelin lo!"
"Baru tahu?"
Sungguh, tidak ada satupun waktu bersama Davi yang dapat Luna lalui tanpa perlu menguras emosi untuk marah.
Mobil yang dikendarai Roy berhenti tepat di rumah makan yang Luna maksud. Luna tersenyum lebar. Memang dia belum makan malam. Roy sudah menyeretnya ke mobil tadi sebelum sempat Luna membeli bumbu nasi goreng untuk menu makan malamnya. Tak tahulah bagaimana marahnya sang Ibu nanti saat Luna tak kunjung kembali dari warung.
"Lo serius gak mau makan?" Luna bertanya kepada Davi yang mulai memejamkan mata sambil memeluk boneka Squidworld tersebut.
Davi menggeleng. "Enggak. Lo aja sama Pak Roy."
Luna menghela napas dan menatap Roy yang sudah bersiap untuk ke luar. Roy sempat melirik Luna yang menganggukkan kepala. Roy beranjak ke luar dari mobil dan Luna beralih kembali menatap Davi.
"Eh, gue mau nanya soal ucapan lo bebe−,"
"Lupain aja." Davi memotong cepat ucapan Luna, tanpa membuka mata.
Luna diam, menggigit bibir bawah dengan tangan yang masih mendekap boneka Spongebob pemberian Davi. "Oke, gue bakal ngelupain. Sori, ya, bikin lo kepikiran sama seberapa nyusahinnya gue dan nyebelin gue untuk hadir di hidup lo." Luna menghela napas lagi, "Sebenarnya, gue begitu karena lo juga nyusahin dan nyebelin juga, sih. Sering bikin gue sakit kepala. Jadi, kita impas."
Davi membuka satu matanya. "Oh, begitu?"
"Iya!" Luna memukulkan boneka Spongebob-nya ke lengan Davi. Davi tak mengaduh atau meringis, hanya tersenyum kecil sambil kembali memejamkan mata.
Luna menatap wajah Davi dan ikut tersenyum tipis. Cewek itu menundukkan kepala, mengingat ini adalah kali pertama dia kembali bertemu Davi setelah Wisnu sadar dari komanya. Mungkin sudah hampir dua minggu berlalu sejak pertemuan terakhir mereka di rumah sakit dan saat itu, Davi benar-benar mengabaikan keberadaannya.
"Lo kemaren-kemaren marah sama gue, ya, Dav?"
"Lo gak jadi makan?" Davi malah balik bertanya.
Luna memutar bola matanya. "Jangan ngalihin pembicaraan. Gue nanya serius. Lo marah sama gue?" Luna mengulangi pertanyaan, menahan napas lalu, melanjutkan, "Harusnya gue yang marah sama lo. Secara, lo nyembunyiin keberadaan dan kondisi Wisnu dari gue, lo hobi banget ngerjain gue dan lain-lain. Intinya, harusnya yang marah itu gu−,"
"Maaf."
Satu kata yang ke luar dari mulut Davi sukses membungkam Luna. Davi membuka mata dan iris gelapnya menatap iris gelap Luna, lekat. Davi menghela napas pelan. "Makan malam sana. Gue tunggu di mobil. Habis itu, baru lo balik."
Seperti yang lalu-lalu, perintah Davi seakan mengandung mantra khusus yang membuat Luna langsung menurut.
☢☢☢
Narayana Aneska Yuan melirik jam yang tergantung di dinding ruang kerjanya selama dua bulan terakhir. Senyuman muncul di bibirnya tatkala menyadari jam sudah menunjukkan tepat pukul 10 malam. Nara menutup buku catatan medisnya dan menoleh ke rekan satu kelompoknya, Aulia, yang tampak serius menonton sesuatu di ponselnya, dengan bantuan wi-fi rumah sakit.
"Aul, lo mau balik kapan? Gue mau balik sekarang, nih."
Nara berkata sambil membuka sneli yang dia kenakan dan menggantungkannya pada kursi tempatnya duduk tadi. Nara melirik pantulan wajahnya di cermin, dia menarik ikat rambut yang mengikat rambutnya lalu, merapihkan sedikit rambut lurus melewati bahunya tersebut.
"Bentar, Nar. Gue lagi nonton episode terakhir, nih. Sepuluh menit lagi." Aulia menjawab Nara tanpa menoleh ke arah cewek itu.
Nara memutar bola mata. "Gue mau ketemu bokap. Keburu sore banget." Nara meraih tas selempang kuning dengan gambar Spongebob, kesukaannya. Bahkan casing ponselnya juga Spongebob dan jangan tanyakan bagaimana kondisi kamar Nara.
Penuh dengan Spongebob, seperti berada di Bikini Bottom.
"Kemaren lo udah ketemu mereka." Aulia berdalih, tanpa menoleh sedikit pun.
"Mau ketemu lagi, lah. Masa kemaren doang." Nara mulai kesal mengajak bicara Aulia yang kalau sudah menonton sinetron jadi lupa diri dan sekitar.
Nara menggeleng-gelengkan kepala saat Aulia benar-benar tak bisa diganggu gugat. Cewek bermata sipit itu menghela napas, tanpa berkata apa-apa lagi ke sahabatnya yang jelas-jelas sibuk dengan sinetron panjang ribuan episode khas Indonesia. Bahkan, Nara membuka pintu dan ke luar ruangan pun tak disadari oleh Aulia. Berarti, Nara memang harus pulang sendiri hari ini.
Sepanjang perjalanan ke pintu ke luar rumah sakit, Nara disapa oleh beberapa perawat, dokter atau bahkan pasien yang ada di sana. Wajar saja. Nara cantik, mata semua lelaki pasti akan menyetujui itu. Lalu, Nara juga sangat ramah dan ceria pada siapapun. Dia juga cerdas dan tak sulit beradaptasi. Semua menyukai Nara, kecuali segelintir orang yang iri pada kesempurnaan cewek berusia 22 tahun tersebut.
"Mau balik, Nara?"
Nara menghentikan langkah kaki untuk sedikit membungkukkan tubuh, memberi hormat kepada Kepala Rumah Sakit yang nyatanya juga cukup senang akan keberadaan Nara. Nara tersenyum, mata sipitnya terlihat seperti garis sekarang.
"Iya, Prof. Shift saya udah selesai." Nara menjawab luwes, tak seperti yang lain saat ditanya langsung oleh Kepala Rumah Sakit yang bernama Ronald Sibuea tersebut yang tahun ini genap berusia 55 tahun.
Ronald balas tersenyum dan mengangguk. "Oke. Hati-hati di jalan. Sampai ketemu besok, ya."
Nara mengangguk kecil. "Sampai ketemu besok juga, Prof. Saya permisi."
Kemudian, Nara melanjutkan langkah kakinya lagi menuju ke halaman parkir tempat di mana motor Mio merahnya berada. Well, lihat jok motornya. Spongebob dan Nara sangat bangga akan jok motornya tersebut. Tadinya bahkan Nara memohon agar motornya di motif sehingga, menjadi warna kuning seperti Spongebob. Tapi dia dilarang oleh Ibunya yang tidak begitu menyukai warna kuning.
Memang, Nara mengendarai motor matic untuk pergi ke manapun. Selain bisa berkelit saat macet, Nara juga menyukai motornya karena itu pemberian dari sang ayah saat Nara berhasil diterima di ITB.
Nara melajukan motornya menjauhi area rumah sakit. Butuh waktu satu jam untuk Nara kembali ke rumah dan itu kalau kemacetan terjadi. Jika tidak, sebenarnya dua puluh menit sudah sangat cukup.
Cewek itu menekan pedal rem ketika lampu lalu lintas berganti menjadi merah. Nara menghela napas dan menunggu dengan sabar, sambil menatap sekelilingnya sampai matanya menangkap sesuatu yang unik menempel pada kaca bagian belakang sebuah mobil di depannya. Walaupun kacanya hitam dan sedikit buram, Nara tahu jika ada boneka Spongebob dan Squidworld di sana.
"Mau," Nara berujar sambil mengerucutkan bibir.
Tak lama, lampu berubah menjadi hijau dan mobil di depan Nara mulai melaju cepat menuju sisi kiri, ketika Nara yang masih terfokus pada boneka itu harua melaju ke sisi kanan. Tanpa tahu siapa yang memiliki boneka itu, meskipun Nara pasti mengenalnya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top