23 - Pacar
Wisnu sembuh sangat cepat. Seminggu setelah dia siuman dari koma selama hampir dua bulan, dokter sudah mengizinkan Wisnu pulang karena hasil pemeriksaan yang positif dan hari ini, Luna akan mengantar Wisnu pulang ke apartment Davi. Luna bahkan sampai bolos kuliah hanya supaya bisa menemani Wisnu pulang, mengingat tidak ada yang bisa mentolelir waktu seperti Luna.
"Nanti Pak Roy telepon kamu katanya kalo udah sampai. Davi gak bisa ikutan jemput, ada acara yang harus dia hadiri hari ini."
Luna menghela napas dan mengangguk mendengar suara Wisnu. Saat ini, Luna tengah melipati pakaian Wisnu dan memasukkannya ke dalam koper ketika Wisnu sibuk bermain nintendo DS-nya. Hah, sungguh. Setelah tidak sadarkan diri selama dua bulan, dia tak lupa apapun termasuk kecintaannya pada games.
"Yah, kalah!" Wisnu mendengus kesal.
"Baru juga sembuh, gak usah mainin itu games." Omel Luna yang membuat Wisnu mengerucutkan bibir.
"Justru karena aku udah lama gak main games, sekarang mau puas-puasin. Pasti banyak games baru yang udah aku lewatin." Wisnu memprotes.
Luna menghentikan kegiatannya dan berkacak pinggang menatap Wisnu. "Terserah, lah! Capek aku ngomelin kamu, tapi ujung-ujungnya gak di denger! Kalo gitu, kamu nikah aja sama games kamu!"
Wisnu meletakkan nintendo DS-nya di atas meja lalu, menarik pinggang Luna agar mendekat ke arahnya. Wisnu terkekeh geli melihat Luna yang mengerucutkan bibir dan terlihat sangat menggemaskan.
"Itu udah aku taruh di atas meja. Jangan ngambek, sih. Lagian, salahin Davi yang bawain nintendo DS ke sini. Kan aku suka lupa segalanya kalo ada beginian."
Wisnu menahan napas dan meraih tangan Luna. "Aku hampir lupa ngomongin ini ke kamu, tapi aku sama sekali gak pernah mutusin kamu. Pesan yang dikirim ke ponsel kamu, jelas-jelas bukan aku dan kamu pasti tahu siapa."
Davi. Luna menjawab dalam hati.
Senyuman sendu muncul di bibir Wisnu. "Davi bukan orang jahat, kok. Dia ngaku ke aku tentang SMS itu sebelum ada yang cerita tentang SMS itu ke aku dan jelas-jelas aku lebih percaya Davi." Wisnu menghela napas, "Dia cuma gak mau kamu cemas berlebihan karena aku selalu cerita tentang kamu ke dia. Dia tahu kamu orang yang sensitif dan perasa. Dia cuma gak mau kamu kebawa pikiran setelah tahu kondisi aku yang sebenarnya."
Luna diam, baru mendengar yang satu ini. Tentang alasan Davi mengirimkan pesan meminta agar hubungan Luna dan Wisnu break sementara dan juga bagaimana Davi menyembunyikan keadaan Wisnu dari Luna. Sebelum akhirnya Luna mengetahui semuanya, bukan dari mulut Davi.
Percakapan antara Luna dan Wisnu harus terpotong saat ponsel Luna bergetar. Roy menghubungi Luna dan tanpa mengangkat panggilan, Luna dapat menyimpulkan jika dia sudah datang dan menunggu di area parkir.
"Roy udah sampe. Aku panggil suster biar bantu bawa barang, ya? Kamu tunggu di sini sebentar."
Luna berbalik dan melangkah pergi begitu saja, meninggalkan Wisnu yang menatap kepergian Luna dengan senyuman yang lenyap di bibirnya.
"Dia benar. Perasaan seseorang memang mudah untuk berubah."
☢☢☢
Jika saja dia tak terikat kontrak untuk ikut serta mempromosikan filmnya sendiri, Davi akan lebih memilih untuk tidur sepanjang hari di apartment daripada harus datang ke acara musik pagi-pagi yang kerapkali di hadiri para muda-mudi yang membolos sekolah hanya untuk melihat selebriti kesukaan mereka.
Satu lagi yang membuat Davi malas adalah harus bertemu dengan sumber masalah dari gosip gay tentangnya yang dulu pernah beredar. Aktris bernama Adriana yang dulu pernah menyukai Davi dan ditolak mentah-mentah. Sepertinya, Adriana belum melupakan kejadian penolakan itu.
"Kru-kru di lokasi syuting sangat menyenangkan dan kita banyak berbagi tawa. Tapi Davi jarang gabung. Dia lebih memilih buat ngobrolin sesuatu sama Nando."
Jika saja Adriana bukan cewek, Davi sudah menonjok wajah cantik aktris tersebut. Davi melirik Nando yang tak berkutik. Sungguh, dia kasihan pada Nando yang harus tenar karena gosip gay antara dia dan Davi. Padahal, Davi cukup yakin Nando memiliki potensi besar untuk menjadi aktor. Dia memiliki bakat alami.
Davi melirik kembali Adriana yang hendak bercerita lagi tentang suasana semasa syuting. Cewek itu sempat tersenyum menyindir Davi sebelum lanjut berkata, "Saya harap semuanya bisa menonton dan berkomentar positif tentang film ini. Terima kasih."
Lalu, host beralih kepada Nando yang terlihat jelas sangat gugup saat menjawab pertanyaan. Davi menepuk pundak Nando dari belakang lalu, menganggukkan kepala sebelum beralih kepada host yang kini bertanya kepadanya.
"Saya emang lebih sering berdua sama Nando karena kebetulan kita seumuran dan nyaman ngobrol satu sama lain," Berbeda dengan Nando yang gugup, Davi menjawab semua pertanyaan dengan ciri khasnya yang tenang, "Ketika kru lain sibuk bergosip sama Adriana. Saya dan Nando sibuk saling curhat tentang pacar."
Teriakan heboh terdengar tatkala Davi menyebut kata pacar, Adriana bahkan membelalakkan mata tak percaya pada ucapan Davi.
"Tunggu, tunggu. Tentang pacar? Jadi, kalian berdua udah punya pacar?"
Davi beralih menatap Nando yang mengangguk kecil. Davi ikut mengangguk. "Nando udah punya pacar dari SMA. Pacarnya itu sekarang bekerja sebagai guru TK dan Nando selalu ngebanggain pacarnya di hadapan saya." Davi sedikit terkekeh kecil sementara, Nando menunduk menahan malu. Memang benar, Nando membicarakan perihal pacarnya kepada Davi.
"Kalo Davi sendiri, punya pacar gak, sih, Dav? Semuanya pasti penasaran karena kamu menghindari pertanyaan seputar pacar." Si host bertanya lagi.
Davi menarik napas dan menghelanya perlahan. "Kalo boleh saya jujur, alasan utama saya menjadi aktor karena saya ingin mudah dikenal sehingga, seseorang yang pernah pergi entah ke mana, bisa dengan mudah mengenali saya dan datang kembali ke saya."
Davi diam sejenak sebelum menjawab berusaha setenang mungkin. "Seseorang itu adalah pacar saya."
☢☢☢
"Akhirnya, sampai juga!"
Luna menghela napas lega seraya melemparkan tubuhnya pada sofa. Wisnu yang sudah duduk terlebih dahulu terkekeh geli. "Lagian, tadi aku mau bantu bawain tas gak dibolehin sama kamu. Kecapekan, kan, sekarang?"
Tatapan Luna beralih pada Wisnu. "Kamu, kan, baru sembuh. Nanti pingsan lagi gara-gara bawa barang berat."
"Aku gak selemah itu juga kali!" Protes Wisnu yang membuat Luna tertawa.
Wisnu bangkit berdiri dari kursinya. "Aku mau ke kamar, ya. Pala aku mulai pusing. Kamu mau ikut atau mau di sini aja?"
Luna nyengir. "Kamu istirahat aja dulu. Aku mau periksa seisi ruangan dan mau ngumpetin semua peralatan nge-games kamu. Untuk sementara." Luna menjulurkan lidahnya.
"Ya, udah. Umpetin aja. Nanti juga aku yang nemuin. Aku mau istirahat lagi." Wisnu balik menjulurkan lidah sebelum melangkah memasuki kamarnya.
Luna menghela napas dan memperhatikan sekitar apartment. Dia pernah sekali memasuki apartment ini dan nyatanya, tak berubah. Masih bersih, nyaman dan mewah. Luna bahkan baru sadar apartment ini memiliki tangga di dalamnya dan juga elevator tersendiri. Tapi kenapa dulu Davi selalu menggunakan elevator umum?
Luna bangkit dari sofa dan menatap sekitar apartment sebelum matanya menangkap keberadaan peralatan games Wisnu. Sambil tersenyum sinis, Luna meraih peralatan itu dan mencari-cari tempat untuk menyembunyikannya sampai akhirnya, Luna menemukan lemari kecil di sudut ruangan yang kuncinya masih tercantol pada lubang kunci.
Peralatan games itu Luna masukkan ke dalam sana lalu, menguncinya baik-baik. Setelahnya, Luna memasukkan kunci ke dalam saku celana sambil tersenyum penuh kemenangan. Wisnu tak akan bisa membuka lemari tanpa kunci.
Luna berdiri kembali setelah selesai dan matanya langsung bertemu dengan sebuah pigura yang diletakkan di atas lemari kaca di atas lemari tempat Luna meletakkan peralatan games Wisnu. Pigura itu diletakkan terbalik dan Luna langsung meraih untuk dapat melihatnya secara jelas.
Luna menahan napas. Bukankah itu Davi dan...cewek yang ada di Instagram-nya Davi?
"Namanya Nara. Pacarnya Davi waktu SMA."
Luna menoleh mendengar suara itu dan sudah mendapati Wisnu yang berdiri di depan pintu kamarnya. Wisnu tersenyum melangkah menghampiri Luna dan meraih pigura yang Luna pegang, meletakkannya kembali ke posisi tertutup di atas lemari kaca.
"Itu barang sakralnya Davi. Jangan sembarangan disentuh. Bisa ngamuk dia."
"Davi punya pacar?"
Wisnu mengangkat satu alis mendengar pertanyaan Luna. "Sebenarnya iya, punya. Tapi itu dulu, sebelum Nara pindah dan gak tahu ada di mana sekarang. Pengakuan Davi, mereka belum putus dan Davi selalu bilang kalo Nara masih pacarnya."
Satu hal lagi yang baru Luna ketahui tentang Davi dan tiba-tiba Luna merasakan aura aneh dalam tubuhnya setelah melihat foto itu.
"Kepergian Nara juga jadi salah satu alasan kenapa Davi benci keluarganya sendiri." Wisnu memejamkan mata mengingat bagaimana masa lalu seorang Davi yang dia saksikan dengan mata kepalanya sendiri, "Nara pergi karena kekuasaan Ayahnya Davi."
"Maksud kamu?" Luna benar-benar penasaran akan hal ini walaupun, hatinya seakan menjerit.
Wisnu menghela napas. "Ayah Davi punya saham terbesar di sekolah tempat Davi dan Nara sekolah dulu. Bisa dikatakan, dia ketua Yayasan di sekolah dan kebetulan, ayah Nara bekerja sebagai tangan kanan ayah Davi, orang kepercayaannya."
Luna diam mendengarkan dengan baik.
"Lalu, ayah Davi murka setelah mengetahui fakta kalo ayah Nara tahu dan memilih untuk ikut merahasiakan hubungan gelap Ibu Davi dengan suaminya saat ini yang aku yakin sudah kamu ketahui dari Kak Lutfi," Wisnu tersenyum tipis dan Luna mengangguk, mengakui.
Wisnu lanjut bercerita, "Ayah Davi akhirnya kehilangan kepercayaan ke ayah Nara. Ayah Davi narik semua yang sudah dia berikan ke ayah Nara, termasuk pekerjaan, rumah dan lain-lain sampai ayah Nara bangkrut lalu, pergi entah ke mana bersama keluarganya."
Luna tercengang dan merinding mengetahui seberapa kejam Ayah Davi tersebut, termasuk soal perlakuannya pada Davi, Wisnu dan Lutfi.
"Sekejam itu?"
Wisnu tersenyum sendu dan mengangguk kecil. "Kamu tahu sendiri manusia mudah berubah karena hal-hal sederhana. Termasuk Ayah Davi yang kebetulan juga aku panggil dengan sebutan Papa." Wisnu menarik napas, "Dia sempat menjadi Papa yang terbaik. Dia sempat menjadi sosok yang pernah aku idolain, begitupun Davi dan Lutfi."
Luna menundukkan kepala, merasa simpati akan semua cerita tentang masa lalu Davi. Sungguh, Luna baru tahu ada yang memiliki masa lalu sekejam itu.
"Kamu pernah heran gak, sih, gimana seseorang sedingin dan secuek Davi mau menjadi aktor yang otomatis harus berakting baik di hadapan banyak orang?"
Luna menggeleng.
"Jawabannya sederhana. Semuanya karena Nara. Davi sengaja menjadi aktor dan terkenal supaya mendapatkan perhatian dari Nara yang entah berada di mana. Davi ingin Nara tahu bagaimana kondisinya. Davi ingin...Nara kembali lagi ke pelukannya."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top