13 - Kelab Malam

Sebenarnya, Luna tak suka tempat ramai dan malam ini, kelab malam yang dulu biasa dikunjunginya bersama gang Biru terlihat jauh lebih ramai dari biasanya hanya karena DJ yang akan menghibur malam ini dari jam 23.00-00.30. Hanya satu setengah jam dan konon, katanya untuk mendatangkan seorang Davino Alaric Syahm ke sini untuk tampil satu setengah jam saja harus mengeluarkan uang sejumlah gaji para DJ selama hampir sebulan. Intinya Davino sangat terkenal dan menjadi alasan kenapa malam ini kelab dipenuhi para cewek-cewek berpakaian terbuka.

"Nyokap lo udah aman terkendali, Lun. Gue bilang ke dia, lo nginep ngerjain tugas kelompok sama gue."

Luna hanya mengangguk menanggapi ucapan Siska yang sebenarnya tolol. Tugas kelompok bagaimana? Mereka saja beda jurusan dan sampai sekarang, tak pernah sekalipun Luna sekelas dengan Siska.

Luna dan Siska duduk di sofa kecil ketika Ayu dan Temi mulai beraksi ke meja bar, memesan minum dan mengobrol akrab seperti melupakan fakta jika tiap pagi mereka bertingkah seperti Tom dan Jerry.

"Davino nge-DJ lima belas menit lagi. Gak sabar, duh!"

Meskipun samar-samar oleh riuh musik dari DJ lainnya, Luna masih bisa mendengar suara penuh semangat Siska. Sahabatnya yang satu ini sangat menyukai Davino sampai-sampai tak masalah tak jajan satu bulan hanya untuk membeli tiket meet and greet Davino bulan depan yang harganya sama saja dengan tiket konser penyanyi-penyanyi Mancanegara

Gara-gara Davino juga, persyaratan kelab malam ini juga diperketat dengan membayar uang keamanan sebesar lima puluh ribu per orang.

Setelah menunggu akhirnya, puncak acara malam ini tiba. Kepala Luna pening melihat kerumunan orang di dancefloor yang jumlahnya seperti bertambah berkali-kali lipat ketika pembawa acara mengumumkan Davino akan segera naik ke panggung. Luna tinggal sendirian di sofa, bersama beberapa orang yang tampaknya sama sepertinya, tidak peduli dengan keberadaan Davino.

"GUYS, PLEASE MAKE SOME NOISE FOR DJ DAVINO!"

Teriakan demi teriakan semakin membuat telinga Luna sakit, tapi Luna dapat melihat jelas di atas panggung tampak seorang cowok yang memang memiliki hobi menjadi magnet, tengah beraksi dengan piringan hitam dan laptopnya.

"Davino! Davino! Davino!"

Pekikan para cewek yang jauh lebih mendominasi daripada musik remix yang Davino tampilkan dan Luna baru menyadari kepopuleran cowok itu setelah malam ini.

Mata Luna tak beralih dari Davi yang terlihat sangat profesional dan fokus bekerja sebagai disc jockey. Davi hanya mengenakan kaus panjang berwarna merah dan jeans hitam. Tapi dia terlihat sangat memukau dan Luna benci mengakui hal itu.

Luna bahkan menghabiskan satu setengah jam berharganya untuk memperhatikan Davi, tanpa teralih sedikitpun ke objek lain. Saat pembawa acara datang lagi ke panggung dan mengumumkan jika penampilan Davi sudah selesai, Luna dapat mendengar desah kecewa banyak cewek, termasuk dirinya sendiri. Luna tak mau munafik. Memang sepertinya sulit lari dari pesona Davi.

Kemudian, DJ lain muncul namun, kerumunan di dancefloor berkurang. Saat itulah, Luna melihat ke berbagai arah untuk mencari teman-temannya, tapi tak didapatinya mereka di manapun. Luna bangkit dari sofa dan melangkah melewati orang-orang yang berdansa, mencari teliti di mana keberadaan Ayu, Temi dan Siska.

Akhirnya, Luna mendapati Ayu yang sudah cukup teler dengan Temi yang sepertinya cukup sadar untuk memapah Ayu. Luna memberi isyarat agar Temi membawa Ayu ke mobil dan Temi menurut, sementara Luna fokus mencari Siska.

Sungguh, semenyebalkannya Siska, Luna tetap menyayangi sahabat lemotnya yang satu itu. Meskipun sering kesal, tapi Luna selalu memberi perhatian ekstra kepada Siska. Cewek itu terlalu polos dan harus dilindungi dengan baik. Sekarang di mana dia? Luna bahkan tak lihat saat cewek itu pergi dan mungkin bergabung dengan kerumunan orang di dancefloor untuk menonton aksi DJ Davino.

"Lo ngapain di sini?"

Langkah Luna terhenti ketika seseorang yang mengenakan topi biru menghalangi wajahnya dan juga jaket bomber hitam tiba-tiba muncul dan menahan langkah kaki Luna. Luna menahan napas dan dapat mencium aroma vanilla familiar di hidungnya. Hanya satu cowok yang Luna ketahui memiliki aroma ini dan Luna ingat akan hutangnya pada cowok ini.

"Eh, gue mau bayar hutang minuman gue, cokelat sama bensin ke lo!"

Davi sedikit mengangkat topi supaya bisa melihat cewek yang sedari tadi cukup mengganggu konsentrasinya bekerja. Dari panggung, Davi sudah bisa melihat Luna yang duduk sendirian mengenakan jaket kulit warna merah mencolok, dengan rambut yang diikat ke atas dan celana dengan warna senada dengan jaket melekat di kaki jenjangnya. Ditambah dengan bibir merah menyala. Sangat berbeda dengan penampikan cueknya sehari-hari dan cewek itu cukup mencolok tadi. Davi yakin, pasti banyak cowok yang sedang bersiap-siap untuk mendekati Luna dan macam-macam jika cewek ini tidak melangkah pergi dari sofa.

"Lo sampai tahu jadwal nge-DJ gue cuma mau bayar hutang, gitu?" Davi bertanya dengan nada keras, mengingat suara musik benar-benar keras dan mengganggu komunikasi siapapun.

Luna memicing dan menatap Davi heran. "Lo ngomong apa? Gak kedengeran!" Luna juga berkata keras dan membuat Davi memutar bola mata sebelum menarik lengan cewek itu agar ikut dengannya ke luar dari kelab malam tersebut.

Sesampainya di luar, Davi melepaskan lengan Luna yang tampak bernapas lega. "Akhirnya, gue ke luar dari dalem juga. Kuping gue mau pecah. Musiknya kekencengan!"

Davi terkekeh mendengar ucapan Luna. "Kalo gak suka suara kenceng, lo ngapain ke kelab?"

Luna berdecak. "Sebagai teman yang baik, gue mau melindungi teman gue yang mau menenangkan pikiran di kelab dan anjir! Gue harus nyari Siska!" Luna baru ingat jika dia harus mencari Siska dan jangan sampai terjadi sesuatu yang buruk pada teman polosnya itu.

Luna baru mau hendak kembali ke dalam, tapi tangan Davi sudah menahan lengannya lagi, kali ini cukup kuat hingga Luna tak bisa berkutik.

"Tunggu di sini. Jangan bergerak."

Luna menurut, Davi mengeluarkan ponsel dan menghubungi seseorang. Luna terlalu fokus mengamati tiap lekuk wajah sempurna Davi tanpa sadar jika cowok itu selesai melakukan panggilan dan membuat Luna memalingkan wajah dengan cepat ketika Davi menoleh menatapnya.

"Teman gue lagi cari teman lo yang namanya Siska itu. Lo tunggu di sini. Sebentar lagi juga ketemu."

Mata Luna memicing, kesadarannya sudah seratus persen terkumpul. "Gimana bisa ketemu? Gue cuma kasih tahu nama, tanpa ciri-cirinya! Keburu teman gue diperkosa orang nanti! Dia polos banget!"

Lagi, Luna baru mau melangkah memasuki kelab lagi, tapi tangan Davi menahan lengannya. "Kalo lo ikut masuk, lo juga bakal diperkosa orang gara-gara penampilan cabe-cabean lo sekarang."

Luna menganga mendengar komentar Davi atas penampilannya. Cabe-cabean? Ya, Tuhan. Baru kali ini Luna mendapat hinaan seperti ini atas fashion kelabingnya. Ini bukan kali pertama Luna mengenakan pakaian seperti ini. Lagipula, memangnya apa lagi yang harus Luna kenakan saat pergi ke kelab selain pakaian yang seksi dan mencolok?

Untungnya, sebelum sempat Luna membalas komentar pedas Davi, seorang cowok ke luar dari kelab sambil memapah Siska. Buru-buru Luna menghampiri cowok itu dan membantunya memapah Siska ketika Davi terlihat tak punya niat sama sekali untuk membantu.

"Lo ketemu di mana?" tanya Davi kepada cowok itu.

"Di sudut ruangan. Baru minum satu botol dan nyaris diajak ke kamar sama cowok gak tahu siapa."

Mata Luna melotot mendengar penjelasan cowok asing tersebut. "Serius lo?! Tapi gimana bisa lo ngenalin dia sebagai teman gue? Jangan-jangan lo cowok yang punya niat buruk ke dia?!" Luna memberi cowok itu yang membantu memapah Siska tatapan mematikan.

"Ya, kali gue sejahat itu. Gue petugas di sini dan lo tahu sendirj persyaratan masuk ke sini adalah kasih unjuk KTP dan isi form. Untungnya, cuma ada satu Siska malam ini dan dia langsung ngacung waktu gue panggil namanya lewat mikrofon. Dikiranya, Davi yang manggil dia makanya, dia langsung lari ke gue."

Seperti sebuah mantra, nama Davi membuat Siska membuka mata tiba-tiba dan tersenyum seperti orang gila menatap ke arah Luna.

"Davi ganteng banget, ya, Lun. Naksir berat gue jadinya."

Komentar itu membuat Luna memasang wajah jijik sementara, Davi yang berdiri di belakangnya menahan tawa. Setelah itu, Siska benar-benar kehilangan kesadaran dan membuat Luna serta cowok tadi segera melangkah menuju ke tempat di mana mobil Temi terparkir. Tanpa diduga juga, Davi mengikuti mereka.

Parahnya lagi, Temi dan Ayu sudah benar-benar teler duduk di backseat. Luna mencoba membangunkan temannya itu mengingat dia sendiri tidak bisa mengendarai mobil, tapi Temi dan Ayu tak kunjung bangun. Luna dengan pasrah membiarkan Siska tertidur di bangku paling belakang mobil Avanza Temi.

"Gue gak bisa nyetir dan gue baru sadar akan hal itu."

Luna berujar setelah berhasil menutup pintu belakang mobil Avanza Temi. Davi mengangguk-anggukkan kepala. "Keliatan, sih. Lo biasa disupirin, mana tahu gimana susahnya jadi supir."

"Lo hobi banget bikin gue naik darah, sih, Jangkung?!"

Davi mengernyitkan dahi sebelum melepas topi yang dia kenakan sehingga tak menghalangi penglihatannya lagi. Untungnya hari sudah malam sehingga, mungkin tak banyak orang yang dapat mengenali Davi sekarang. Davi tak perlu menyembunyikan wajahnya dengan topi.

"Bro, bisa anter mereka sebentar, kan? Gue kasih tips tambahan nanti." Davi berkata pada cowok yang tadi membantu memapah Siska dan cowok itu mengangguk sebelum membuka pintu mobil dan duduk di bangku kemudi.

Davi menunjuk dengan dagu lancipnya kepada Luna. "Lo masuk. Bantu tunjukin jalan ke rumah mereka masing-masing."

Luna buru-buru mengangguk dan ikut masuk ke dalam mobil, duduk di samping pengemudi. Kaca mobil di samping Luna terbuka dan Luna nyaris terlonjak ketika Davi muncul di sana dan cukup dekat dengan Luna, menatap ke temannya yang mulai menyalakan mesin mobil.

"Gue ikutin dari belakang, Bro. Entar lo balik sama gue."

Luna berdecak. "Lah, kenapa gak lo aja yang nyetir ini mobil? Ngapain juga lo harus ngikutin ketika teman lo ini bisa balik pake taksi atau GoJek?"

Davi ikut berdecak. "Duh, gue gak biasa nyetir mobil sejenis Avanza. Panas. Tempat duduknya gak nyaman dan gak bisa diajak ngebut."

Luna menganga tak percaya akan jawaban congkak Davi. Luna baru mau membalas jawaban congkak Davi saat cowok itu tiba-tiba menarik hidungnya dan membuat Luna megap-megap tak bisa bernapas.

"Lagian, lo masih punya hutang sama gue dan lo harus bayar hutang lo nanti setelah teman-teman lo sampai rumah mereka masing-masing dengan aman."

Luna mendengus. "Gue bayar sekarang!"

Davi menggeleng dan menjauhkan kepalanya dari mobil. "Enggak. Nanti aja. Sekarang, arahin si Calvin dulu ke rumah teman-teman lo. Jalan, Bro."

Seperti sebuah perintah, cowok yang tadi dipanggil Davi dengan sebutan Calvin itu mulai melajukan mobil menjauhi area kelab. Luna menahan napas dan tak tahu harus berbuat apa jadi, dia memilih untuk menurut memberi arahan jalan kepada Calvin.

Cukup mengejutkan juga ketika Luna melihat ke kaca spion dan mendapati Davi yang tak main-main dengan ucapannya tentang mengikuti dari belakang dengan mobil Fortuner hitamnya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top