08 - Terkejut

"GUE MAU KETEMU WISNU!"

Napas Luna menggebu-gebu, semua emosinya ke luar begitu saja dan semua di luar kendali Luna ketika air matanya menetes. Luna buru-buru menutupi wajahnya, tapi dia tak bisa menahan air mata itu untuk menetes.

Luna dapat mendengar derap langkah kaki yang mendekat sebelum lenyap, bersamaan dengan aroma vanilla yang dapat terciumnya dalam jarak dekat. Luna tak membuka wajahnya yang menangis, tapi dia dapat merasakan kehadiran seseorang di dekatnya saat ini.

"He is not here."

Luna menarik tangan dari wajah, tak peduli jika orang-orang menatapnya saat ini, menjadikannya pusat perhatian.

"Kalo gitu, kasih tahu gue di mana Wisnu sekarang!"

Satu alis mata Davino Alaric Syahm terangkat mendengar suara cewek di hadapannya saat ini, yang menangis begitu saja, tapi tetap mencoba untuk terlihat tegar. Nada bicaranya menjelaskan itu semua.

Davi menghela napas. "I can't tell you."

Semua di luar dugaan dan pikiran siapa pun ketika Luna tiba-tiba saja menarik kerah kemeja Davi dan berteriak keras di depan wajah terkejut Davi.

"WISNU DI MANA?! GUE MAU KETEMU SAMA DIA!"

Davi tak mampu berkata apa-apa saking terkejutnya dan Luna terlihat makin tak sabaran. Tangan cewek itu mengepal dan siap untuk memukul Davi jika bodyguard Davi tak datang menarik Davi dan dua orang satpam tak menarik tubuh Luna yang memberontak.

"Gue masih ada urusan sama cowok itu! Lepasin! Davino sialan! Gue mau ketemu sama Wisnu!"

Luna terus berteriak seraya mencoba melepaskan diri dari dua satpam yang juga kewalahan terus mengunci pergerakan Luna. Luna termasuk cewek terkuat yang pernah mereka hadapi. Wajar saja, Luna pemegang ban merah taekwondo dulu.

"Sombong! Aktor sialan! Kasih tahu di mana Wisnu, sialan!"

Suara Luna bahkan menggema di lorong lobi yang untungnya tak begitu ramai, hanya ada beberapa orang yang menyaksikan kejadian itu dengan ekspresi tercengang. Bayangkan saja, cewek seperti Luna bisa melakukan tindakan kasar dan bahkan tak henti-henti menyebut Davi dengan sebutan sialan.

"Dav, ke kamar kamu sekarang."

Davi baru tersadar dari keterkejutannya ketika Atika menarik lengan Davi agar melangkah menuju ke elevator yang sudah terbuka. Davi menurut dan melangkah cepat masih mencerna kejadian apa yang baru dia alami hari ini.

"DAVI SIALAN! DI MANA WISNU?!"

Umpatan itu mengalir ke luar begitu saja dari mulut cewek berambut panjang itu sebelum pintu elevator tertutup dan membuat Davi baru bisa bernapas lega.

"Sumpah, itu yang namanya Luna? Pacarnya si Wisnu, bukan?"

Davi menoleh ke Atika, hanya mereka berdua di elevator sekarang. Bodyguard Davi tampaknya pergi untuk membantu satpam mengusir cewek yang sangat aneh di mata Davi tersebut.

Butuh waktu beberapa detik untuk Davi memproses pertanyaan Atika. Mata cowok itu memicing. "Eh, iya, ya? Serius, dia yang sering dibicarain Wisnu? Dia yang namanya Luna?" Davi bertanya heran.

Atika terkekeh geli. "Kayaknya, sih, iya. Aku pernah lihat fotonya dan emang, ya, nyatanya lebih cantik. Pantes Wisnu suka."

"Kak, dia cekek aku, loh, tadi! Emang Kak Tika gak denger tadi dia terus-terusan teriak dan panggil aku dengan sebutan yang gak pantas?! Geez, Wisnu sering bilang kalo Luna cewek teranggun yang pernah dia kenal. Anggun apaan kalo tingkah aja kayak gitu?"

Atika terkekeh lagi. "Tapi kayaknya beneran, deh, dia Luna. Dia kayaknya cinta banget sama Wisnu. Kamu gak lihat dia nangis apa tadi, cuma karena kamu gak mau kasih tahu di mana Wisnu berada? Dia jauh-jauh ke sini dan gak peduli jika dia mempermalukan dirinya di depan umum cuma karena mau tahu keberadaan Wisnu. Dia pasti sayang banget sama Wisnu."

Di saat bersamaan, pintu elevator terbuka di lantai di mana Davi tinggal. Cowok itu melangkah mendahului Atika dengan pikiran yang semakin kacau.

Sementara itu, butuh waktu lama sampai akhirnya, Luna benar-benar berhenti memberontak. Tapi berhenti memberontak, cewek itu malah menangis sejadi-jadinya di pos satpam, membuat dua satpam ditambah bodyguard Davi tadi tak tahu harus berbuat apa.

"Aku mau ketemu Wisnu, Pak. Bentar aja, kok."

Luna berujar terisak di sela-sela tangisnya. Kedua satpam menatap satu sama lain sebelum beralih ke bodyguard Davi, seakan meminta bantuan supaya cewek itu tak menangis lagi.

Sang bodyguard menghela napas dan baru berniat untuk menenangkan Luna dengan cara mengelus punggungnya, tangan bodyguard ditepis kasar oleh Luna.

"Gak usah modus, Botak!"

Si bodyguard menciut. Baru kali ini ada orang asing yang terang-terangan memanggilnya Botak walaupun, memang benar dia botak licin tanpa ada rambut. Tapi mengatainya Botak tetap saja tidak sopan dan membuat hatinya terluka.

"Mb-,"

"MAU KETEMU WISNU HUAAA!!!!"

Seisi pos satpam menutup telinga ketika mendengar teriakan Luna, seperti anak kecil. Dia terus merengek dan menangis begitu saja dan sukses membuat si bodyguard merasa iba.

"Mbak, Mas Davi gak bohong kalo Mas Wisnu emang gak ada di sini sekarang." Si bodyguard berujar, membuat Luna berhenti menangis seketika.

Masih sesenggukkan, Luna menghapus air mata di pipi dan pelupuk matanya. "Terus Wisnu di mana? Aku mau ketemu dia. Kalo gak penting, aku gak bakal nangis bahkan sampai teriak kayak gini."

Bodyguard itu menghela napas. "Emang Mbak siapanya Mas Wisnu, sih?"

"Bapak kenal, kan, sama Wisnu? Dia emang tinggal di sini, kan?"

Sang bodyguard mengangguk. "Saya udah lama kerja jadi bodyguard Mas Davi, otomatis saya kenal juga sama orang-orang terdekatnya, termasuk Mas Wisnu. Tapi beneran, Mbak, saya gak tahu juga di mana Mas Wisnu sekarang. Hampir seminggu belakangan saya gak ketemu Mas Wisnu."

Luna menahan diri supaya tak menangis lagi. Kenapa mendadak dia menjadi cengeng dan menangis tak punya malu seperti sekarang?

"Tapi si aktor tadi pasti tahu di mana Wisnu, kan, Pak? Boleh minta tolong? Please, minta dia buat kasih tahu di mana Wisnu. Aku mau ketemu dan ini penting banget."

Si bodyguard botak luluh dan menganggukkan kepala. "Ya, udah, Mbak. Nanti saya coba tanya ke Mas Davi, ya. Nanti saya hubungin Mbak-siapa namanya?"

"Luna. Namaku Luna." Luna buru-buru mengulurkan tangan yang langsung disambut baik oleh bodyguard itu.

"Saya Roy."

"Keren nama Bapaknya." Luna memuji dan si bodyguard tersenyum senang.

"Iya, Mbak. Itu nama Jakarta saya. Kalo di Jawa nama saya Sahroni."

Luna menahan diri untuk tertawa.

☢☢☢

Berdiam diri menunggu Wisnu yang mengabarinya duluan benar-benar membuat Luna makin tambah gelisah. Sudah dua hari berlalu semenjak kejadian memalukan yang masih terngiang jelas dalam benak Luna dan Luna masih belum mendapat penjelasan mengenai alasan Wisnu meminta putus sementara.

Hari ini, Luna kembali nekat pergi ke apartment itu, tapi dengan penyamaran yang luar biasa. Luna mengenakan pakaian ala ibu-ibu pejabat plus konde super besar dan pakaian khas ibu pejabat yang dia sewa dari salon Ibunya Siska.

Luna punya firasat jika Wisnu ada di apartment itu, tapi dia tak punya nyali untuk menemui Luna. Entah karena dia pengecut atau apa dan Wisnu pasti sudah mendengar cerita tentang kejadian beberapa hari lalu dari mulut aktor menyebalkan itu.

Mobil yang dikendarai Temi berhenti di depan apartment dan Luna terus berusaha tetap tenang meskipun, jujur dia sangat gelisah takut penyamarannya ketahuan. Di sampingnya, duduk Siska dan Ayu yang siap memberi semangat.

Demi suksesnya Luna mengetahui kebenaran akan hubungannya dengan Wisnu, ketiga sahabat Luna mengumpulkan uang pribadi mereka masing-masing untuk membantu Luna membayar sewa apartment selama tiga hari ke depan. Apartment ukuran studio-nya saja memiliki harga sewa fantastis. Lima ratus ribu sehari. Sialan, memang.

"Tapi gimana cara cari tahu apartment tempat tinggalnya Wisnu? Lo aja diusir bawa-bawa satpam kemaren."

Nyali Luna makin ciut mendengar ucapan Ayu. Luna menatap sahabatnya itu dengan lesu. "Terus batalin aja? Gimana, dong? Hah, selamanya gue harus penasaran dengan alasan Wisnu mutusin gue, gitu?"

Temi melirik Ayu galak lewat kaca dan Ayu mengerucutkan bibir sebelum mengalihkan pandangan ke luar kaca jendela. "Gak, Lun. Lo pasti bisa. Gue yakin. Lo aja bisa ngalahin para cowok sabuk hitam dikejuaraan Taekwondo, lah nyari informasi tentang Wisnu masa kagak bisa?"

Semangat Luna meningkat. Dia mengangguk cepat lalu, merapihkan posisi konde di atas kepalanya. "Sumpah, pala gue kecengklak kalo pake konde ini melulu."

Siska terkekeh geli. "Gak apa-apa. Lo cantik, kok, pake konde dan dandanan emak-emak. Jadi, mirip Bi Inem."

Luna melirik Siska tajam. Masa Luna dibandingkan dengan Bi Inem yang merupakan pembantu di rumah Siska?

"Ah, sudahlah. Gue masuk, ya, guys. Doakan gue selamat dunia akhirat sampai tujuan."

Temi mengangkat kepalan tangannya. "Semangat, Luna sayang!"

"Semangat Luna!" Siska dan Ayu ikut menyemangati.

Luna ke luar dari mobil dan nyaris saja tersandung oleh wedges 15 centimeter milik Ibunya sendiri. Setelah memastikan tak ada yang melihatnya hampir tersandung, Luna melangkah kembali memasuki gedung apartment bernama Diamond Apartment itu, sesekali berharap-harap cemas berdoa semoga dia tak jatuh karena wedges sialan yang dia kenakan saat ini.

----
Our Oh Se Hun as our Davino😎
Hope you like this one. Thanks for reading😊

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top