01 - Gamers

Bagaimana rasanya memiliki pacar seorang gamer yang bahkan lebih mementingkan permainan online sialannya daripada pacar sendiri?

Coba tanyakan pada Laluna Emalia Putri. Cewek berusia 22 tahun yang biasa dipanggil Luna itu sudah tiga tahun menjalin hubungan dengan seorang gamer bernama Wisnu Audri Prasetya dan Luna tahu jelas suka duka berpacaran dengan seorang gamer. Sukanya sedikit, lebih banyak duka dan amarah.

Seperti yang dia alami sekarang.

Luna melangkah cepat menuju kamar, membanting pintu dan sukses membuat semua orang yang berada di rumah terlonjak terkejut atas kerasnya suara yang ditimbulkan, tapi Luna sama sekali tak peduli. Wajah cantiknya yang sedikit dipoles make up, terlihat memerah memahan amarah. Luna melemparkan tubuhnya ke ranjang dan menutupi kepala dengan bantal sambil berteriak keras meskipun suaranya terhalang oleh bantal.

"WISNU SIALAN!"

Cewek itu mengangkat kepala dan memukul bantal berulang kali, melepaskan emosinya saat ini sambil berulang kali menyebut nama Wisnu, diiringi dengan umpatan kasar. Suara Luna cukup keras dan beruntunglah kamarnya kedap suara sehingga tak mengganggu.

Lagipula, siapa yang tidak kesal ketika sudah membuat janji bersama sang pacar untuk merayakan hari jadi mereka yang ke-tiga tahun sejak seminggu lalu dan masih mengingatkan kemarin malam akan janji itu, tapi di hari H, sang pacar malah lupa hanya karena terlalu asyik bermain permainan online yang bahkan membuatnya lupa untuk makan dan tidur?

Mereka membuat janji untuk bertemu di restoran tempat mereka resmi berstatus sebagai sepasang kekasih pukul satu siang dan Luna sudah mempersiapkan semuanya dengan sangat baik, sejak beberapa hari lalu.

Luna mengganti gaya rambutnya yang semula bergelombang menjadi lurus karena Wisnu pernah bilang dia lebih memilih cewek Jepang daripada cewek Korea dan menurut Luna, cewek Jepang itu identik dengan rambut lurus. Lalu, Luna membeli dress dengan uang tabungannya selama dua bulan hanya untuk tampil spesial di hari jadi mereka. Jangan lupakan juga seberapa keras usaha Luna menonton channel Youtube tiap malam hanya untuk mempelajari bagaimana make up ala-ala cewek Jepang.

Usaha Luna sia-sia ketika tiga jam dia menunggu dan Wisnu tak kunjung datang. Jangankan datang, memberi kabar pun tidak padahal, Luna sudah berulang kali menghubungi cowok itu.

Kegiatan Luna meluapkan emosinya kepada bantal terhenti ketika cewek itu mendengar dering ponselnya sendiri. Masih dengan wajah memerah kesalnya, Luna meraih ponsel dengan casing Spongebob Squarepants-nya yang terletak di tepi ranjang dan membuka kunci layarnya.

Luna menggembungkan pipi mendapati panggilan dari satu kontak yang tertera pada layar ponsel. Luna menarik napas dan menghelanya perlahan, baru berniat untuk mengangkat panggilan, tapi panggilan berakhir begitu saja.

Cewek itu berdecak dan meletakkan kembali ponsel di atas ranjang, menatap ponsel dengan lekat. Menunggu panggilan selanjutnya dari kontak yang sama, dari Wisnu alias pacar menyebalkannya itu.

Detik demi detik berlalu. Menit demi menit berlalu dan kesabaran Luna lenyap karena Wisnu tak menghubunginya lagi. Dia hanya menghubungi Luna sekali dan Luna bahkan belum sempat berbicara ketika dia mengakhiri panggilan begitu saja lalu, tak ada inisiatif untuk menghubungi lagi.

Emosi Luna mendidih. Dia memutuskan untuk menghubungi Wisnu dan Luna bersumpah, jika Wisnu tak mengangkat panggilan darinya, dia akan mem-blokir semua akun sosial media cowok itu dan tak akan menghubungi terlebih dahulu sampai dia meminta maaf atas apa yang dia lakukan sekarang. Walaupun hal seperti ini sudah sangat biasa terjadi.

"Halo?"

Luna memejamkan mata menahan kekesalan mendengar suara seseorang paling menyebalkan yang dia kenal. Saat Luna ingin buka suara membalas, suara Wisnu kembali terdengar dan mau tak mau, Luna menahan diri untuk memarahi cowok itu.

"Kamu udah sampai rumah? Aku sampai di Kiddo's dan gak ada kamu di sana. Aku miss call cuma mau kasih tahu kalo aku udah sampai."

Satu tangan Luna yang bebas mengepal saking kesal mendengar ucapan santai tanpa rasa bersalah Wisnu tersebut. Giginya bergemertak sebelum menjawab dengan nada menyindir, "Kita janjian jam berapa, ya, Wisnu?"

Hening sesaat dan Luna tahu jika Wisnu pasti tengah mengolah kata-kata yang akan dia ucapkan sebagai alasan yang setidaknya membuat Luna sedikit lebih jinak.

"Luna, maaf. Aku ketiduran dan baru bangun jam 2 siang. Semalam aku—,"

"Main games aja terus sampai mampus!" Luna tak bisa mengontrol emosinya lagi. "Kamu bayangin, Nu, aku nungguin kamu tiga jam lamanya kayak orang bego! Bahkan sampai aku digodain cowok-cowok di sana dan disamperin sama pelayan terus diusir karena aku nunggu terlalu lama dan cuma pesan minuman!"

"Luna, aku—,"

"Suka-suka kamu, lah! Aku juga capek bilangin kamu. Aku capek, ya, ngejalin hubungan gak jelas kayak gini. Kamu lebih mentingin games kamu daripada aku. Aku gak kuat ngehadapin sikap kamu yang satu ini." Nada bicara Luna sedikit menurun. Napasnya masih menggebu-gebu saking kesalnya.

Butuh waktu hampir satu menit sebelum suara Wisnu kembali terdengar dan Luna benci fakta jika hatinya selalu meluruh mendengar suara memelas Wisnu.

"Laluna, aku minta maaf. Aku salah. Aku bodoh. Aku gak bisa romantis. Aku bukan pacar yang baik. Maafin aku, Luna."

Luna memejamkan mata berusaha memerintahkan hatinya untuk tak luluh. Pasalnya, ini bukan sekali dua kali Wisnu seperti ini dan Luna selalu gagal meneguhkan hatinya untuk tak memaafkan cowok itu. Pada akhirnya, Luna memaafkan Wisnu. Selang beberapa lama, Wisnu akan mengulangi kesalahan yang sama dan Luna akhirnya akan memaafkan lagi. Seperti roda yang terus berputar pada poros yang sama.

"Ini hari jadi kita yang ke-tiga tahun, loh, Nu." Suara Luna terdengar bergetar, dia benar-benar sudah tak tahan dengan sikap Wisnu. Luna capek harus terus dikalahkan oleh permainan online sialan yang sepertinya sangat dicintai Wisnu.

Luna iri dengan teman-temannya yang memiliki hubungan normal, di mana mereka bisa memamerkan pacar mereka masing-masing di tiap pertemuan, di mana mereka punya seseorang yang mereka hubungi dan menghubungi mereka, di mana mereka punya seseorang yang mereka beri perhatian dan memperhatikan mereka hampir setiap saat.

Sedangkan Wisnu? Cowok itu tak akan menghubungi Luna sebelum Luna menghubunginya terlebih dahulu. Bahkan pernah Luna tidak menghubungi Wisnu selama hampir satu minggu hanya untuk menguji cowok itu, tapi ujung-ujungnya Luna yang tak tahan dan menghubungi Wisnu yang tak ada sedikitpun niat menghubunginya terlebih dahulu. Tiga tahun mereka berpacaran, Luna masih bisa menghitung dengan jari berapa kali mereka pergi berkencan ke luar. Sesuatu yang sangat langka dan hampir mustahil terjadi jika Wisnu mengajak Luna berkencan. Malam minggu selalu dilalui Luna dengan menemani Wisnu bermain games di apartment-nya.

Luna tak mengerti dengan jalan pikirannya sendiri yang mau bertahan menjalin hubungan dengan cowok seperti Wisnu.

"Luna, aku minta maaf. Aku jemput kamu malam ini. Kita kencan dan ngerayain hari jadi kita yang ke-tiga, oke? Janji, aku gak bakal bawa HP atau Nintendo DS."

Ponsel dan Nintendo DS. Tak ada yang tahu seberapa benci Luna akan dua benda yang selalu wajib dibawa oleh Wisnu ke manapun dia pergi. Wisnu kerapkali mengabaikan Luna hanya karena dua benda itu.

"Gak usah. Gak mood. Aku udah bilang tadi, kan? Kamu terusin aja main games sampai mampus! Games jauh lebih penting dari apapun, kan?!"

Sebelum sempat Wisnu menjawab pertanyaan Luna, cewek itu mengakhiri panggilan secara sepihak. Dengan kesal dia melempar asal ponselnya sampai jatuh ke lantai kamar yang untungnya terlapisi karpet cukup tebal. Luna kembali menutupi kepala dengan bantal.

"WISNU NYEBELIN!"

☢☢☢

Wisnu Audri Prasetya memejamkan mata seraya menghela napas menyadari jika sang pacar sudah mengakhiri panggilan begitu saja sebelum sempat dia buka bicara dan memberi penjelasan lebih lanjut.

Cowok berusia 26 tahun itu meletakan ponsel ke saku celana jeans yang dia kenakan lalu, beralih menatap sahabat karibnya yang sudah mau menjemputnya di rumah dan mengantar Wisnu ke restoran ini, hanya untuk menemui Luna yang kini pasti tengah merajuk.

"Sori, ya, Bro. Jadi, sia-sia kita ke sini. Si Luna udah balik. Kelamaan nunggu, katanya."

Davino Alaric Syahm memutar bola mata sebelum  membenarkan posisi tudung jaket yang dia kenakan beserta kacamata hitamnya lalu, menarik asal kursi di dekatnya dan duduk begitu saja. "Pacar lo ambekan banget, Nu. Kalo gue jadi lo, mending gue pacarin PS daripada pacarin si nenek lampir."

Wisnu terkekeh geli dan ikut menarik kursi yang berhadapan langsung dengan Davi—nama panggilan Davino.

"Wajar dia marah. Gue udah biarin dia nunggu tiga jam sendirian di sini. Pacar macam apa coba gue."

Davi menggeleng-gelengkan kepala. "Nah, lo juga, sih. Kalo belum siap ngeduain games online, jangan sembarangan nembak cewek. Dipertahanin lagi, udah tahu ambekan."

"Lo gak akan pernah paham apa alasan gue bertahan sama Luna kalo lo belum pernah tahu rasanya jatuh cinta, adikku yang tampan, tapi gak punya hati." Wisnu membuka buku menu, membacanya sekilas sambil menambahkan, "Luna marah gak bakal lama. Besok juga udah ngehubungin gue lagi."

Perkataan Wisnu hanya Davi tanggapi dengan dengusan sebelum akhirnya, cowok yang lebih muda 5 tahun dari Wisnu itu memanggil pelayan supaya mereka bisa memesan makanan atau minuman untuk menemani obrolan mereka.

"Lo yang traktir, kan, Dav?" Wisnu menaik-turunkan alis kepada Davi yang mulai memesan ketika pelayan datang.

Davi melirik Wisnu singkat dan tersenyum mengejek. "Emang pernah lo traktir gue? Harus selalu gue yang traktir lo, kan?"

Wisnu tertawa keras sementara, Davi hanya dapat diam meskipun, hatinya mengumpat kesal karena mau bersahabat dengan cowok seperti Wisnu yang benar-benar perhitungan soal uang. Tapi Davi tahu, Wisnu bukan tanpa alasan memperhitungkan segala sesuatu.

Sampai kapanpun, Davi akan selalu melihat Wisnu sebagai salah satu sosok yang dia jadikan panutan.

☢☢☢

Bukankah sudah sangat jelas? Seberapa keras pun Luna mencoba untuk mengabaikan Wisnu dan tak peduli terhadap cowok itu, Luna pasti akan gagal dan dia akan selalu menjadi orang pertama yang merusak niatan awalnya untuk marah.

Hal itu terjadi pagi ini. Padahal baru kemarin Luna marah-marah dan bahkan sampai mengatakan hal buruk kepada Wisnu, tapi dia memaki dirinya sendiri saat secara sadar tak sadar mengirimi Wisnu pesan singkat.

Udah sarapan belum?

Pesan itu sudah terkirim sejak tiga jam lalu via WhatsApp dan belum dibaca juga oleh Wisnu. Andai saja WhatsApp memiliki fitur yang bisa menarik kembali pesan yang sudah terkirim tanpa meninggalkan jejak, mungkin Luna akan sangat berterima kasih kepada siapapun yang menciptakan aplikasi tersebut. Tapi sayangnya, WhatsApp belum menyediakan fitur yang Luna harapkan.

Luna menahan napas ketika tanda ceklis dua yang semula tanpa warna berubah menjadi biru yang menandakan jika Wisnu baru saja membaca pesan darinya. Tambah tercekat lagi ketika melihat tanda jika Wisnu tengah mengetik balasan untuk Luna saat ini.

Tak peduli akan dosen yang tengah menerangkan materi tentang apapun itu, Luna sibuk menatapi ponsel dan menunggu balasan dari Wisnu yang terasa sangat lama datangnya.

Baru bangun. Kamu gak kuliah?

Balasan Wisnu sebenarnya tak memiliki arti spesial, tapi hati Luna menghangat membacanya. Semalaman Luna terus saja bicara kepada bantal akan keluhannya tentang menjalin hubungan dengan Wisnu dan berjanji tak ingin lagi terlalu tergantung pada cowok itu. Padahal baru kemarin malam, tapi Luna sudah tak peduli lagi akan ucapannya sendiri.

Ini lagi kuliah. Jangan lupa sarapan.

Senyuman tipis muncuk di bibir Luna. Aku mana tahan marah lama-lama sama kamu, Nu.

Tak butuh waktu lama, Wisnu yang kebetulan sedang online, membalas pesan Luna.

Ini lagi sarapan. Davi dateng bawain bubur. Kamu udah sarapan, kan?

Omong-omong tentang Davi. Jika boleh jujur, selama tiga tahun Luna menjalin hubungan dengan Wisnu, Luna belum pernah bertemu langsung dengan Davi, tapi Luna tahu jika Davi adalah sahabat terdekat Wisnu sejak Wisnu kecil bahkan Wisnu sudah menganggap Davi sebagai adiknya sendiri.

Luna hanya pernah melihat foto kecil Wisnu dan Davi di dompet Wisnu. Sampai sekarang, Luna tak pernah tahu bagaimana wujud Davi mengingat sepertinya cowok itu membencinya karena terlalu sering mengambek dan menyita perhatian Wisnu sepenuhnya.

Belum sempat Luna mengirimkan balasan atas pesan Wisnu tadi gara-gara pikiran tentang Davi, Wisnu kembali mengiriminya pesan.

Aku jemput kamu. Kita kencan, oke? Anggap aja sebagai permintaan maaf aku kemarin. Aku sayang kamu. Semangat belajarnya, ya.

Kali ini, bibir Luna melengkungkan senyuman yang lebih lebar setelah membaca isi pesan dari Wisnu tersebut. Cewek itu mulai mengetik balasan untuk sang pacar.

Kalo terlambat, aku gak sayang sama kamu lagi, ya.

Setelahnya, Luna menahan tawa mematikan ponsel dan mulai mencoba fokus memperhatikan dosen yang tengah mengajar di depan kelas.

---

Laluna Emalia Putri visualised by Krystal Jung

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top