Alien Pemuja Kaki
***
Kami Xxxx Xxxxx. Entitas debu kosmik dari daerah hampa di alam semesta yang, kata orang bumian, bernama Boötes Void. Nama kami mustahil diucapkan dan dieja dengan bahasa bumi. Untuk mempermudah, panggil kami Budi.
Peradaban di tempat asal kami jauh lebih maju daripada bumi. Dalam skala Kardashev, kami termasuk peradaban tipe III atau lebih tinggi. Kami mampu mengelola dan mengeksploitasi seluruh sumber daya dalam galaksi; termasuk bintang, planet, lubang hitam, serta galaksi-galaksi di sekitar galaksi kami.
Perlahan tapi pasti, energi di tiap galaksi yang kami lalui habis dan mati. Menyisakan ruang hampa dalam radius sekitar 330 juta tahun cahaya, bila diamati dari bumi.
Usai mencapai singularitas, kami berhenti mencaplok galaksi sembarangan. Toh pembangkit energi kami hampir seefisien mesin gerak abadi. Kami tak lagi punya tubuh, selain butiran-butiran partikel berkesadaran yang terhubung satu sama lain. Konsep individu, keluarga, suku, dan negara, tak lagi berarti. Aku adalah mereka, mereka adalah kami.
Kami mengembara di alam semesta tanpa tujuan dan ambisi, hingga kami menemukan bumi. Bumi hanya planet kecil nan primitif. Total energinya tak sebanding dengan galaksi-galaksi yang pernah kami konsumsi. Secara materi, bukan selera kami. Namun, kami suka singgah di sini. Bumi bukan restoran bintang lima, tetapi angkringan kaki lima yang selalu menyajikan kisah yang berbeda setiap kami kunjungi.
Orang bumian punya tubuh dan kaki. Terutama kaki. Kami suka mengamati tiap kaki-kaki mereka berjalan dan berlari tanpa sepenuhnya meninggalkan tanah. Lucu sekali. Entah berapa eon telah lewat, sebelum kami meninggalkan gaya hidup menetap di satu planet dan "melanggar" hukum gravitasi. Gara-gara melihat orang bumian, kami juga ingin memiliki kaki.
Kami menyamar sebagai bumian. Dengan tubuh palsu, rumah palsu, dan keluarga palsu. Kaki kami pun palsu, tapi tak lama lagi kami bakal mendapat yang asli.
Target pertama, kami ambil kakinya tanpa permisi. Kesalahan pemula. Ia menjerit dan meronta sehingga mengundang banyak perhatian. Kami pun memasangnya kembali. Meski kami lebih kuat daripada seluruh orang bumian, kami juga punya adab. Kami tak mau mereka membenci kami.
Target kedua, kami bertanya dulu, "Bolehkah saya mengambil kaki Anda?" Namun, gagal juga. Kami malah dikatai aneh dan cabul. Target lari tunggang langgang seolah sengaja memamerkan kaki-kakinya yang asli.
Sebagai entitas cerdas, mestinya kami bisa menciptakan kaki sendiri. Ya, memang. Bagaimana kami bisa menyamar tanpa diketahui? Namun, palsu tetaplah palsu. Tidak otentik. Sesuai indera orang bumian, kami butuh melihat, meraba, mencium, mendengar, dan menjilat kaki yang asli.
Kami memperdalam riset soal etika, moral, dan kebiasaan orang bumian. Pada suatu forum internet, kami bertemu orang-orang yang sehobi. Kaum pemuja kaki. Mereka kaum marjinal yang dianggap menyimpang oleh khalayak umum. Rata-rata mereka juga berkolaborasi dengan kaum sadis yang doyan menginjak, dan kaum masokis yang suka diinjak-injak.
Melalui forum itu, kami menemukan orang bumian dengan kaki yang indah. Namanya Mila. Ia wanita yang gemar memainkan peran sadis dalam hubungan. Ia sepakat berkencan dengan kami, selama kami bersedia diperlakukan sesuai keinginannya.
Malam-malam bersama Mila adalah malam-malam terindah kami selama di bumi. Kami diinjak, ditendang, "dipaksa" mengulum jari-jari kaki, membuat riset kami tentang kaki semakin lengkap. Namun, ada yang salah dengannya. Ia tampak menikmati, tak ada masalah dengan peran kami, tetapi matanya terkadang memancarkan aura negatif. Orang bumian bilang, itu tanda emosi sedih.
Hingga suatu hari, Mila datang ke rumah kami sambil menangis. Tubuhnya penuh luka lebam dari wajah sampai kaki. Dia bilang suaminya habis melakukan KDRT. Sebenarnya sudah lama. Ia masuk komunitas pemuja kaki sebagai pelarian dari kehidupan rumah tangganya yang bobrok. Kali ini, ia benar-benar tak sanggup lagi.
Tak bisa dimaafkan. Berani-beraninya dia melukai kaki kami yang cantik.
Kami pun mendatangi suami Mila. Wanita itu sempat melarang, takut tambah runyam. Namun, kami bersikeras. Bedebah itu harus diberi pelajaran.
"Siapa kamu?" tanya suami Mila. Ekspresinya antara kaget dan marah.
"Pacar Mila."
Pria itu terbelalak. Ia melirik Mila yang bersembunyi di belakang kami. "Oh, ternyata benar kamu main-main di belakangku. Dasar lacur tak tahu diuntung!"
Ia hendak meraih rambut Mila, tapi kami lebih dulu menangkap tangannya. Lengannya lepas dari kuku hingga pundak. Suami Mila jatuh terduduk, lalu mundur ketakutan.
"Ini belum selesai." Kami mendekati pria itu, lalu lanjut mencopot sisa lengan dan semua tungkainya seperti boneka. Kami tahu cara melepas anggota badan manusia tanpa memuncratkan darah. Darah hanya fitur yang merepotkan.
Kendati demikian, pria itu masih merasakan sakit. Ia menangis di dekat tembok sambil meratapi lengan dan kakinya yang berserakan.
"Tolong ... ampun ... ampuni saya," rintihnya. Ia menggeliat hendak mencium kaki kami. Menjijikan.
"Minta maaflah pada Mila," perintah kami. "Lalu tinggalkan dia."
Ia melihat ke arah Mila. "Mi-Mila ... a-ku minta maaf ...."
Wanita itu masih bergeming di posisinya. Mulutnya menganga.
Selang beberapa menit, kami pikir suami Mila cukup mendapat hukuman. Kami pun kembali memasang seluruh anggota tubuhnya.
Pria itu lari sekencang-kencangnya usai mendapatkan kakinya kembali. Padahal kami sama sekali tak tertarik. Kakinya jelek, penuh rambut dan lemak.
Kami menoleh pada Mila. Emosi sedih tak lagi keluar dari matanya. Namun, auranya masih negatif. Apa dia takut pada kami? Apa kami sudah kelewatan?
Kami mendekat, Mila mundur beberapa langkah.
"S-Siapa sebenarnya kamu? Kamu bukan manusia! Siapa kamu?"
"Maaf, Mila. Kakimu nggak apa-apa, kan?"
"Kakiku? Peduli setan sama kakiku! Sejak awal kamu cuma ngomong soal kaki, kaki, dan kaki!" seru Mila, matanya sembab. "Apa itu tujuanmu? Apa badanku bakal dipreteli kayak tadi?"
"Mana mungkin, Mila. Kakimu lebih indah kalau kamu yang pakai." Awalnya, kami memang berniat mengambilnya. Namun, sekarang tak lagi.
"Tuh, kan! Kaki lagi!" bentak Mila. "Kalau kamu sebegitu sukanya sama kaki, nih, makan tuh kaki!"
Mila menendang selangkangan kami sekuat tenaga, lalu lari ke arah suaminya berlari. Bahkan kaki-kakinya tetap terlihat anggun saat tergesa-gesa.
Ia entitas yang menarik. Kami harap, suatu saat ia menendang selangkangan kami lagi.
***
907 kata
[A/N] Nggak mau banyak komen dah. Silakan nilai sendiri. /kaboor
Trivia soal Boötes Void dan skala Kardashev:
https://www.sciencefocus.com/space/bootes-void
https://kardashev.fandom.com/wiki/Category:Kardashev_Scale
Sumber gambar:
Base image is from Azcolvin429, cropped by Zeryphex, improved by Astronom5109 - This file was derived from: 7 Local Superclusters.png, CC BY-SA 3.0, https://commons.wikimedia.org/w/index.php?curid=58212354
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top