5


Maafkeun kalau banyak typo 🙂
Ngantuk akutuh 😪😴

Story ini udah tamat
Tapi tenang saja, aku publish sampai END.

Arka yang sangat penasaran dengan keadaan Kanaya menyempatkan diri datang ke kediaman mantan istrinya.

Mobil yang di kendarainya berhenti di depan gerbang rumah Kanaya. Arka terlihat heran karena warna pagar dan cat rumah sudah ganti menjadi baru. Dia juga melihat beberapa mainan seperti ayunan dan perosotan yang sudah di pasang di samping halaman rumah.

Pikirannya langsung menerka jika semua itu tentulah untuk calon anak Kanaya yang juga anaknya kelak jika sudah lahir.

Arka kembali melongok ke dalam pagar rumah yang hanya sebatas dadanya. Sepi, padahal seingat Arka, Warti selalu ada di halaman menyiram tanaman jika sore tiba.

Lama menunggu tapi tak seorangpun keluar dari dalam rumah, Arka segera memencet bell.

Seorang wanita seumuran Kanaya keluar dari dalam rumah dan melangkah menuju pintu pagar.

"Maaf, Anda siapa?" Tanya si wanita, tatapan matanya menelisik Arka dari atas kebawah.

"Saya Arka, apa Kanaya ada di rumah?" Jawab Arka, setelah meredam keterkejutannya.

"Kanaya? Oh ... pemilik yang lama. Rumah ini sekarang di tempati saudari saya. Mbak Aya sudah tidak tinggal di sini," ujar si wanita menjelaskan.

"Kanaya ke mana?" Arka menatap lekat wajah wanita yang berdiri di hadapannya.

"Maaf, saya tidak tahu. Dia sudah menjual rumah ini pada saudari saya,"

"Sera, ada siapa?" Terdengar teriakan seorang wanita dari dalam rumah. Tak lama sosoknya terlihat berjalan menghampiri.

"Sarah?" Arka yang mengenali Sarah tampak semakin terkejut.

"Arka ... kamu? Ngapain datang ke sini?" Sahut Sarah sinis setelah berdiri di samping adiknya.

"Di mana Kanaya?" Tanya Arka tanpa basa basi.

"Hahaa ... lu baru ingat sama Aya huh?" Ejek Sarah sembari melipat kedua tangan di dada.

Arka menatap Sarah tak suka. "Katakan saja, ke mana dia?" Sahut Arka geram

"Mana gue tau dia pergi ke mana. Lagi pula ... untuk apa mencari Kanaya?" Bentak Sarah sengit.

Arka terlihat kebingungan mendengar ucapan Sarah, dia juga tidak tahu untuk apa datang ke sana dan mencari mantan istrinya.

Arka kembali menatap sekeliling halaman rumah. "Kanaya pasti ada di dalam 'kan? Dia sedang hamil, gue bisa lihat di halaman penuh dengan tempat bermain anak-anak. Pasti itu untuk calon anaknya," ujar Arka sangat yakin.

Sarah kembali tertawa cukup kencang mendengar ucapan Arka yang di anggapnya ngawur.

"Mimpi. Asal lu tahu ya, itu mainan gue yang beli dan itu untuk anak-anak gue. Bukan untuk anak Kanaya," ujar Sarah dengan berapi-api. Emosinya memuncak setelah dia tahu bahwa Kanaya sudah di ceraikan oleh Arka.

Arka mengusap wajahnya kasar dia merasa sangat frustrasi.

"Sebaiknya lu pergi dari sini, sekarang rumah ini udah jadi milik gue," usir Sarah. Dia tidak peduli walau Arka adalah mantan suami sahabatnya sendiri. Sebagai seorang wanita Sarah merasa sakit hati mendengar perlakuan Arka pada Kanaya. Apa lagi dia mendengar cerita itu dari sopir pribadi papa Arka langsung.

Awalnya Sarah tidak percaya jika Kanaya sudah bercerai, tapi setelah kedatangan Rahmat dan pria itu menceritakan semuanya sarah baru percaya serta yakin jika selama ini Kanaya tidak pernah hidup bahagia.

Sarah menarik lengan adiknya dan mengajaknya masuk. Dia mengabaikan keberadaan Arka yang masih berada di luar gerbang rumahnya.

"Itu mantan suami mbak Aya ya?" Tanya Sera, adik Sarah.

Sarah mengangguk. "Iya, dia laki-laki paling brengsek yang pernah mbak lihat," jawab Sarah dengan wajah memerah menahan gejolak emosi.

"Ada tamu, Sar?" Tanya seorang pria pada Sarah.

"Nggak ada," sahut Sarah tak acuh.

"Barusan itu?"

Sarah mendesah panjang. "Mantan suami Aya, aneh banget deh, masa dia nyari Aya ke sini,"

"Nyari Aya? Apa mungkin Aya pergi tanpa sepengetahuan mereka. Maksudku, keluarga mantan suaminya," ujar si pria.

Sarah termenung sejenak lalu menatap lawan bicaranya. "Iya kau benar. Aya memang pergi tanpa sepengetahuan Arka dan mantan mertuanya," ujar Sarah sembari menepuk-nepuk dahinya.

"Kamu nggak menelpon Aya?"

"Nomor teleponnya tidak aktif. Terakhir kali bertemu dan berbicara ya sewaktu serah terima kunci rumah ini," ujar Sarah menyayangkan ketidak tahuannya selama ini.

"Pergi ke mana dia?" Gumam si pria, tapi masih bisa di dengar oleh Sarah dan juga Sera.

"Mbak Aya kan perginya sama mbak Warti. Mbak Sarah ada nomor ponselnya nggak?" Tanya Sera pada sang kakak.

"Warti? Ahh iya dia!" Seru Sarah. Dia segera mengambil ponselnya dan mencari nomor kontak Warti. "Mbak sampai lupa sama Warti. Tunggu sebentar, dulu pernah simpan nomor dia kok," lanjut Sarah sambil terus mengutak-atik layar ponsel.

"Ada nggak, Sar?"

"Ethan, kamu ini gak sabaran banget deh," gerutu Sarah kesal.

"Maaf," ujar pria bernama Ethan.

"Ini dia!" Sarah menujukan nomor kontak Warti pada Ethan dan Sera dengan wajah sumringah.

"Jangan gembira dulu Mbak, coba di hubungi, aktif apa nggak," sela Sera.

Sarah mengangguk lalu menghubungi nomor Warti. "Tersambung," ucap Sarah dengan suara pelan.

"Di load aja Mbak," ujar Sera tidak sabaran.

Sarah mendelik pada adiknya tapi tak urung dia menurutinya.

"Halo," ketiganya hampir saja bersorak begitu mendengar suara Warti dari seberang telepon.

"Mbak Warti, ini Sarah," ujar Sarah dengan suara bergetar.

"Mbak Sarah ... temannya Non Aya?"

"Iya, Mbak, saya temannya Aya,"

"Ada perlu apa ya, non?"

"Saya mau tahu kabar Aya, Mbak, apa dia ada sama Mbak?"

Hening.

Sarah, Ethan dan Sera terlihat cemas.

"Halo! Halo Mbak ... Mbak Warti!" Panggil Sarah panik.

"Non Aya, dia ... dia ...

"Aya kenapa Mbak?" Teriak Sarah semakin tidak sabar.

"Non Aya di rumah sakit. Kemarin saya mengajaknya untuk periksa kandungan, taunya semalam pendarahan dan langsung di bawa ke rumah sakit,"

"Pendarahan? Di rumah sakit mana Mbak?"

"Rumah sakit Kasih Ibu, Non,"

"Kasih Ibu? Kalian tinggal di daerah itu? Mbak tunggu saja ya, kami akan datang ke sana secepatnya," sahut Sarah lalu segera menutup panggilan telepon.

Sarah menatap Sera dan Ethan bergantian. "Kalian dengar 'kan? Aya di rawat di rumah sakit. Karena kandungannya sangat lemah akibat dia terlalu banyak pikiran. Aku mau berangkat ke sana, kamu tunggu di rumah ya, Ser," titah Sarah pada adiknya.

"Aku ikut," sahut Ethan. Dia segera berdiri dari tempat duduknya. "Ngomong-ngomong, apa tempatnya jauh dari sini?" Ethan menatap Sarah yang terlihat gugup dan gemetaran.

"Paling juga empat atau lima jam perjalanan saja. Aku mau pamitan pada suamiku dulu dan mengambil beberpaa baju," ujar Sarah. Dia segera menelpon suaminya dan meminta izin untuk menjenguk Aya.

Begitu juga dengan Ethan, dia segera menelpon orang yang bekerja di rumahnya dan meminta di siapkan pakaian untuk ganti.

"Tunggu sopir dulu ya, dia mau antar baju buat ganti nanti," ijar Ethan.

"Ya sudah, aku juga mau siap-siap dulu. Takutnya Aya butuh sesuatu, coba kamu yang telepon mbak Warti," Sarah segera mengirimkan nomor kontak Warti pada Ethan.

Ethan segera menelpon Warti dan menanyakan kebutuhan apa saja yang mereka perlukan di sana. Tapi Warti hanya menjawab supaya mereka datang saja ke sana secepatnya dan temani Kanaya.

"Iya Mbak, bilang sama Aya, kami akan segera ke sana. Jaga dia ya, kalau ada apa-apa segera telepon saya," pesan Ethan pada Warti. Sejak beberapa hari lalu perasaannya sangat tidak tenang dan terus teringat pada sosok Kanaya.

Apa lagi sejak kedatangannya dia sama sekali belum sekali pun bertemu Kanaya. Perasaan khawatir menyelimuti hatinya membuat raut wajahnya yang tampan terlihat muram.

Ethan siapanya Aya?

Em konflik masih agak jauh 😅
Agak berat, mungkin saja nganu 🤭

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top