3

Setelah tahu dirinya sudah di ceraikan Arka, Kanaya sangat jarang ke luar dari rumah.

Dia selalu mengurung diri dan melamun di dalam kamar. Hanya sesekali dia keluar rumah, itupun untuk pergi ke dokter kandungan saja.

Kondisi kandungannya yang masih lemah membuat Kanaya tidak di izinkan beraktivitas seperti biasanya.
Semua pekerjaan di rumah di lakukan oleh Warti seorang diri.  Kanaya selalu berpesan pada asistennya untuk tidak memberitahu siapapun perilah kondisi tubuhnya. Kanaya juga berpesan untuk tidak memberitahu mantan mertua dan Arka tentang kehamilannya.
Walaupun khawatir Warti hanya bisa menurut tanpa berani membantah.

Sedikit demi sedikit keuangan Kanaya berkurang, setiap hari dia harus memutar otak demi menghemat pengeluaran.

Sudah berkali-kali Kanaya memikirkan untuk menjual rumah yang di tempatinya saat ini. Rumah peninggalan kedua orang tuanya.

Hanya itu harta yang di miliki Kanaya saat ini, karena mobil miliknya sudah terlebih dahulu di jual dan uang hasil penjualannya Kanaya pergunakan untuk biaya rumah sakit serta kebutuhan sehari-hari.

Setelah bolak-balik berpikir akhirnya Kanaya putuskan untuk menawarkannya pada temannya. Kanaya berniat untuk pindah ke luar kota dan membeli rumah yang lebih kecil.

"Sarah." Gumam Kanaya, seulas senyuman tipis menghiasi bibirnya.

Siang yang terik.
Bosan berada di dalam kamar akhirnya Kanaya keluar. Dia menghampiri Warti yang tengah duduk termangu di halaman belakang.

"Mbak!" panggil Kanaya dari ambang pintu.

"Iya, Non? Apa butuh sesuatu?" Warti segera menghampiri Kanaya.

Kanaya menggeleng pelan lalu menjawab, "Kalau saya pindah dari rumah ini, apa Mbak Warti mau ikut atau pulang kampung?" Tanya Kanaya sembari menatap wajah Warti lekat.

Warti tampak berpikir sejenak sebelum menjawab pertanyaan Kanaya. "Memangnya mau pindah ke mana Non?" Warti balik bertanya.

Kanaya tersenyum tipis. "Saya 'kan nggak kerja Mbak, sedangkan kebutuhan kita sangat banyak. Saya mau menjual rumah peninggalan mama papa dan pindah ke luar kota," ujar Kanaya.

"Saya ikut Non Kanaya saja, nggak papah gak usah di gaji. Saya juga bingung Non, mau pulang ke mana," jawab Warti.

"Maaf sebelumnya Mbak, bukan saya nggak mau bayar gaji, tapi ... Mbak Warti kan tahu sendiri kondisi saya saat ini,"

"Iya, saya mengerti Non. Non Kanaya tidak usah khawatir, saya juga ikhlas," ujar Warti dengan tulus.

Kanaya memeluk tubuh kurus Warti penuh rasa haru. "Terima kasih Mbak,"

"Saya yang seharusnya berterima kasih, Non, karena Non Kanaya masih mau menampung saya di sini,"

"Mungkin dua atau tiga hari lagi, kita keluar dari sini. Mbak bawa barang seperlunya saja. Lainnya biarkan saja,"

"Baik Non,"

Setelah berbincang dan memberitahu Warti soal kepindahan mereka, Kanaya kembali masuk ke dalam kamarnya. Dia membereskan pakaian dan beberapa barang pribadi yang di anggapnya berharga.

Rumah beserta isinya sudah Kanaya jual pada sahabatnya yang juga dokter kandungan pribadinya, Sarah. Beruntung, karena Sarah sedang mencari tempat tinggal yang memiliki halaman luas, dia bilang supaya anak-anaknya kelak bisa bermain di luar.

Kanaya tidak pernah memberitahu Sarah perihal perceraian dirinya dan Arka. Dia hanya memberitahu Sarah kalau mereka akan pindah ke luar kota.

Hari yang sudah di janjikan, Sarah dan Kanaya janjian bertemu di kafe sekalian untuk serah terima kunci rumah.
Kanaya hanya sebentar menemui Sarah, bukan dia tidak ingin berlama-lama menemui sahabatnya. Kanaya hanya takut, takut seandainya Sarah mengetahui kebohongan dirinya.

"Ingat Aya, jaga kesehatanmu, jangan banyak pikiran ya," ucap Sarah.

"Iya bu Dokterku yang cantik, aku akan menuruti semua nasihatmu," ujar Kanaya dengan suara riang.

"Hati-hatilah di jalan, salam untuk Arka dan mertuamu ya,"

"Wa'alaikumussalam, nanti aku sampaikan,"

Setelah berpamitan Kanaya langsung masuk ke dalam mobil sewaan yang akan membawa dirinya dan Warti pergi.

Sarah mengerutkan dahi saat sadar bahwa mobil yang di naiki Kanaya bukanlah mobil pribadi keluarga mertua Kanaya. "Itu mobil siapa?" Gumam Sarah heran.

***

Sudah dua bulan berlalu kondisi Arka tak jua membaik. Setiap hari dia seperti orang kesakitan, sering mual-mual dan muntah di pagi hari.

Khawatir dengan kondisi anak semata wayangnya, kedua orang tua Arka ingin membawanya ke dokter. Tetapi Arka selalu menolak.

"Mah, kata teman papa kondisi Arka itu seperti orang mengidam," bisik Rudi pada istrinya.

"Ngidam?" Sahut istrinya dengan kedua mata membola sempurna.

"Iya Mah, apa Kanaya hamil ya?" Rudi kembali menatap sang istri yang masih terdiam.

"Bisa jadi Pah, tapi Aya sudah beberapa minggu tidak ada di rumahnya. Kira-kira dia ke mana ya Pah?" Ucap Nurul, mama Arka.

"Maksud Mamah ... Kanaya tidak ada di rumah?" Rudi sangat terkejut mendengar berita yang baru di ketahuinya.

"Iya Pah, kata jeng Dewi, yang rumahnya tidak jauh dari sana, rumah itu sekarang di huni seorang dokter kandungan bernama Sarah,"

"Mana mungkin Aya pergi dari sana, itu rumah peninggalan orang tuanya dan satu-satunya aset yang dia miliki," sahut Rudi tidak percaya.

"Dari pada penasaran, lebih baik Papa suruh orang saja untuk melihatnya ke sana," saran Nurul pada suaminya.

Rudi mengangguk. "Mamah siapkan beberapa barang atau makanan kesukaan Kanaya, nanti papa mau suruh sopir untuk pergi ke sana,"

"Iya Pah, tunggu sebentar," Nurul segera meninggalkan suaminya. Rencananya dia akan mengambil beberapa makanan beku yang akan di kirim ke rumah Kanaya.

Sepuluh menit kemudian..

"Pah, mama kirimkan makanan beku saja buat Aya, dia kan suka sama bakso," Nurul memperlihatkan isi paperbag yang di tentengnya.

"Sebentar," Rudi mengeluarkan ponsel miliknya dan memanggil sopir pribadinya. Setelah sopirnya datang menghadap dia segera menyuruhnya untuk pergi kerumah Kanaya.

"Mat, kamu antarkan ini ke rumah Kanaya ya," perintah Rudi pada sopirnya.

"Baik, Pak. Saya permisi dulu," laki-laki yang menjadi sopir Rudi segera berlalu dengan membawa paperbag berisi makanan.

Rudi dan Nurul terlihat cemas karena sudah hampir satu jam, tapi sopir yang di tugaskan ke rumah Kanaya belum juga memberi kabar.

"Coba di telepon Pah," ujar Nurul pada suaminya

"Sabar, Mah, mungkin dia masih di jalan dan macet," jawab Rudi berusaha bersikap santai walau di dalam hati tak kalah risau.

Rudi kembali meraih ponselnya dan menghubungi sopir pribadinya, tapi panggilannya selalu di abaikan.

"Maaf Pak, Bu," tiba-tiba saja sopir suruhan Rudi sudah berdiri tak jauh dari tempat duduknya.

"Bagaimana Mat? Apa menantu saya ada di rumah?" Tanya Rudi karena dengan tidak sabar.

"Rahmat, kok malah bengong?" Nurul ikut menimpali ucapan suaminya.

Rahmat menatap Rudi dan Nurul bergantian lalu menyerahkan paperbag yang tadi di bawanya.

"Loh, kenapa di bawa pulang lagi? Pasti Aya marah dan benci sama kita pah, sampai-sampai dia tidak mau menerima kiriman mamah," ujar Nurul dengan wajah mendung.

Rudi menatap Rahmat penuh tanya. "Ada apa Mat?"

"Maaf Pak, Bu, saya bingung mau ngomongnya," ujar Rahmat.

"Bicaralah pelan-pelan," Rudi mempersilahkan Rahmat untuk duduk dan menceritakan semua informasi tentang Kanaya.

"Mbak Aya sudah tidak tinggal di sana, katanya dia pindah ke luar kota bersama mas Arka dan ... dan Bapak sama Ibu. Itu yang di katakan pemilik rumah yang baru juga..

"Maksud kamu Mat?" Nurul menyela ucapan Rahmat dengan cepat.

"Pemilik rumah yang baru itu teman mbak Aya, dia sepertinya tidak tahu kalau mas Arka sudah menceraikan mbak Aya. Atau mungkin mbak Aya yang nggak cerita sama temannya,"

Nurul dan Rudi yang sudah paham duduk persoalannya langsung terkulai lemas.

"Dan ... katanya mbak Aya sedang hamil tapi kandungannya lemah. Kata dokter itu kemungkinan karena mbak Aya stres," sambung Rahmat.

"Hamil?" Ucap Rudi dan Nurul bersamaan.

Rahmat mengangguk. "Iya, karena orang yang menempati rumahnya, dokter kandungan yang pertama kali memeriksa mbak Aya," jawab Rahmat.

"Apa kamu nggak tanya, Aya pindah ke mana?" Ucap Nurul.

"Dokter itu tidak tahu, bahkan dia terlihat kebingungan waktu saya bilang mengantar makanan dari mertua mbak Aya,"

"Pastilah dia bingung, tahunya dia, Aya pindah sama kita," sahut Rudi.

"Pah, mamah khawatir sama Aya, apa lagi kandungannya masih lemah katanya," kedua mata Nurul tampak berkaca-kaca, dia sangat mengkhawatirkan keadaan Kanaya dan juga calon cucunya.

Temuin sama mertuanya nggak ya 🤭

Atau ... ketemu mantan yang udah happy sama pacar barunya?

Terima kasih sudah berkenan membaca cerita saya.

Bye bye ... mau balik kerja 😀

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top