Tidak Peka
"Maafkan tingkah Amanda. Sepertinya, tiga hari ini dia selalu kumanjakan, dia sedikit sulit diatur," ujar Senja pada Michel.
Lagi-lagi, Michele tertawa. Tangannya lantas mengudara, mendarat tepat di bahu kanan Senja sembari menepuk beberapa kali.
"Sepertinya, menjinakkan gadis tipe Amanda membutuhkan tenaga extra. Kau mengagumkan jika bertahan hingga satu bulan ke depan."
Senja terdiam begitu mendengar ucapan Michel. Ia tersenyum tipis, sangat tipis. Mendapat pasangan bersama Amanda adalah kesialan. Namun asal Senja bisa menjinakkannya, Amanda mudah untuk dikendalikan. Sifat Amanda saat ini tidak mengherankan, mengingat sepanjang hidupnya ia hanya menikmati kekayaan milik ayahnya. Tidak terbiasa kesulitan hidup seperti sekarang.
"Baiklah, ayo masuk ke dalam. Bukan hanya Amanda, kau pasti juga sudah merasa lapar," tukas Michel menebak. Senja terbahak, lalu membenarkan ucapannya dengan beberapa kali anggukkan.
"Sepertinya kau dan Marsha cukup baik beradaptasi," puji Senja di tengah perjalanan mereka memasuki villa.
"Ya, mungkin karena Marsha dan aku memiliki daya tarik yang sama dalam beberapa hal," balas Michel. Senja kembali mengangguk-anggukkan kepala. Sayang sekali Amanda dan dirinya malah saling bertolak belakang.
"Senja? Kukira kau tidak berniat makan siang bersama." Amanda duduk di samping Marsha setelah menyiapkan beberapa gelas di atas meja. Sementara Marsha hanya terkekeh mendengarnya. Amanda dan Senja terlihat seperti sepasang kekasih yang sedang bertengkar. Begitu menggemaskan.
"Jangan tidak tahu malu, bersikaplah dengan baik karena ini bukan tempat tinggalmu," tekan Senja. Ucapannya yang setajam silet berhasil membungkam Amanda, kini gadis itu mengembungkan pipi dengan wajah memerah padam karena terlampaui kesal. Saat beradu suara, ia memang selalu kalah dari Senja. Pria itu seolah ditakdirkan menang kapan saja.
"Sudah-sudah, ayo makan sekarang." Michel menengahi. Pria itu duduk di hadapan Marsha, sementara Senja mendudukan diri di depan Amanda. Keempatnya langsung memakan makan siang setelah Senja memimpin doa. Makan siang berjalan dengan hening, tidak ada suara.
Amanda sesekali melirik pada Senja yang sibuk dengan makanan di atas meja. Pria itu begitu berwibawa, bahkan saat sedang makan. Fisiknya seolah dibuat sempurna.
Amanda juga baru menyadari jika porsi makan pria itu cukup banyak, tidak sepertinya yang lebih mengedepankan program diet sepanjang tahun. Namun yang paling membuatnya kesal, mengapa tubuh Senja begitu bugar? Bahkan otot besar pada kedua lengannya tercetak dengan sedemikian jelas pada kemeja putihnya.
Oh, menyebalkan. Pandangan mata Amanda secara tidak sengaja jatuh pada dua kancing kemeja yang terbuka. Dada bidang milik Senja malu-malu terlihat, membuat Amanda langsung memalingkan wajah karena kelabakan. Sungguh, ia tidak sengaja melihatnya!
Senja mengangkat kedua alis mendapati wajah memerah gadis di hadapannya. Ia meletakan sendok dan garpu yang digunakannya di atas meja, lalu condong ke depan untuk menatap dalam Amanda. Gadis itu mehanan pekikan di ujung mulut, lantas reflek memundurkan tubuh begitu menyadari Senja mendekatkan wajahnya.
"A-ada apa?" Amanda bertanya dengan nada terbata.
Marsha dan michel kompak menoleh. Keduanya menatap dalam diam Amanda dan Senja. Tidak berniat mengudarakan suara karena sama-sama kebingungan begitu mendapati Senja mendekatkan wajahnya.
"Kau merasa tidak enak badan?" Senja bertanya. Tatapannya semakin dalam. Amanda tidak bisa melepaskan tatapan Senja, tatapan pria itu terlalu indah untuk sekadar dilewatkan.
"M-mengapa tiba-tiba bertanya seperti itu?" tanya Amanda. Tidak berhasil menghilangkan kegugupannya. Senja langsung memutuskan tatapan dengan cara memejamkan mata sebentar. Pria itu kembali terduduk tegap, lalu kembali melanjutkan makan.
"Wajahmu memerah, jika bukan karena tidak enak badan, mungkinkah karena seseorang?" Pertanyaan Senja mengudara, kini pria itu mengangkat kedua alisnya lengkap.
Terkutuklah Senja. Pria itu sangat tidak peka. Perlukan hal seperti itu dipertanyakan saat ada banyak orang?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top