Berpelukan
"Lalu? Lagipula aku tidak berharap lebih padamu," balas Senja. Kalimatnya terdengar minat tidak minat. Mendengar balasan tak enak itu, Amanda langsung mendelik. Ia menatap pasangannya dengan raut wajah tidak percaya. Belum sempat ia membalas, suara juru kamera mengintruksi Manda untuk memfokuskan atensinya.
"Oke, baik. Satu menit lagi kamera menyala otomatis, tepat jam tujuh malam. Kami akan meninggalkan kamera, sementara kalian menyelesaikan misi pada permainan kali ini. Dua hidangan dengan bahan utama sayuran, mengerti?" Adnan menjelaskan, lalu mengangkat kedua alis menunggu balasan.
Amanda membalas paling kencang, wanita itu begitu bersemangat walau sebelumnya berseteru dengan pasangannya. Lagi-lagi, Senja merasa tidak bisa memahami gadis itu. Perubahan suasana hati Amanda terlalu cepat, dan itu membingungan.
Adnan dan satu juru kamera lain langsung meninggalkan tiga pasang peserta setelah mendengar tanggapan. Masih sisa tiga puluh detik, Manda kembali menatap Senja yang berdiri tepat di sampingnya.
"Aku bisa membantu, percayalah," ujarnya. Amanda berusaha meyakinkan Senja lewat ekspresi wajahnya. Pria itu langsung mengangkat alis untuk dijadikan tanggapan awal.
"Membantu dengan cara apa?" tanya Senja sembari mengerutkan dahinya.
"Menyalakan kompor."
Senja menatap Amanda dengan raut wajah tidak percaya, menyesal karena sempat percaya jika gadis itu bisa membantunya. Sementara Amanda, ia langsung terbahak tepat saat kamera menyala karena wajah kesal yang Senja perlihatkan.
Senja menyadari kamera mulai aktif, jadi ia tidak memperdulikan tawa gadis di sampingnya. Ia langsung menyiapkan wortel untuk dikupas, sebelum direbus bersama bayam yang telah disiapkan.
Sementara Amanda langsung berdeham, sudah cukup tertawa. Wanita itu langsung menuju kompor, lalu menyalakannya dengan penuh hati-hati setelah meletakan panci bersisi air.
Ia hanya melakukan apa yang telah tersedia di atas meja. Karena angin pantai, api pada kompor sulit untuk dijinakkan. Amanda berulang kali memundukan tubuhnya sendiri saat dirasa api mencoba mengejarnya.
Bahkan seumur hidup, Amanda belum pernah sedekat ini dengan kompor. Sebagai anak tunggal yang selalu dimanjakan, ia selalu menolak melangkahkan kaki ke dapur. Toh, semua kebutuhannya sudah di sediakan oleh pelayan. Ia hanya perlu menikmatinya dengan senang hati.
Jadi seharusnya Senja memaklumi tingkahnya kali ini. Ini api!
Melihat itu, Senja mengembuskan napas. Bukankah hanya menyalakan kompor? Mengapa harus berlebihan seperti itu.
"Amanda," panggil Senja.
Panggilan itu sukses mengalihkan pandangan gadis itu dari kompor menyala di atas meja. Ia menatap Senja sembari meringis pelan, lantas menggaruk pipi begitu mendapati pria itu menghela napas panjang.
"Masukkan potongan kentangnya," titah pria itu. Ia memberikan wadah berisi kantung yang telah ia potong dadu. Manda menerimanya dengan sedikit rasa ragu, lalu memasukkan potongan kentang satu persatu sembari memberi jarak dengan kompor.
Tentu mengantisipasi air mendidih dalam panci mengenai tangannya sendiri. Melihat itu, Senja bedecak. Jika terus seperti ini, mereka akan tereliminasi di minggu pertama. Dan Senja tidak akan membiarkannya!'
Pria dengan lengan kemeja yang ditekuk hingga siku itu mendekat, Senja memposisikan tubuh di belakang Amanda. Mengukung pasangannya lewat dekapan belakang. Pria itu bisa merasa tubuh gadis di hadapannya terjengkit kecil.
Amanda menahan napas sebentar, ia menatap lurus ke depan dengan pandangan linglung. Pipinya merona begitu menyadari tubuh Senja menempel sempurna pada punggung kecil miliknya.
"Rileks, Amanda. Jangan terlalu kaku atau kita akan ... minggu ini."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top