10. Rasa yang Berbeda


Amanda tidak langsung menjawab pertanyaan Senja. Tangannya membawa jaket milik pria itu agar menepel sempurna pada punggungnya yang terbuka. Ia tidak menolak atau langsung melepas jaket pemberian pria itu. Sebab pada kenyataanya, ia memang sedang kedinginan sekarang.
"Terima kasih," ujar Amanda. Namun tatapan gadis itu terus tertuju pada hamparan pasir di lantai dasar sana. Ia membiarkan angin malam mengombang-ambingkan rambut panjang yang ia geraikan.

Senja menoleh, lalu mengerutkan dahi, "Terima kasih untuk apa?" tanya pria itu. Kini kedua alisnya ikut terangkat, meleengkapi ekspresi bertanyanya saat ini.
Amanda tertawa kecil, "Untuk jaketnya," balasnya. Amanda kembali mengangkat kecil jaket berat milik senja agar tubuhnya tidak kedinginan. Mengingat dress yang ia kenakan masih sama dengan dress saat berada di luar, bahunya terlalu terbuka. Dan itu membuat Amanda merinding kapan saja.

"Oh," balas Senja singkat. Laki-laki itu memilih untuk ikut menatap lurus ke depan. Mencoba untuk merasakan hawa dingin yang sudah biasa dirinya rasa. Senja anak gunung. Udara seperti ini bukan tandingannya saat di puncak.
"Untuk permainan memasak hari ini, aku meminta maaf." Amanda menatap Senja dari samping, menunggu pria itu memberikan tanggapan atas permintaan maaf yang baru saja dirinya udarakan.
Senja malah terkekeh, pria itu ikut menoleh. Menatap Amanda yang kini juga tengah menatap ke arahnya.
"I'ts okay, Manda. Mungkin keberuntungan tidak sedang berniat memihak pada kita hari ini," respon Senja. Lagi-lagi, pria itu memberikan balasan yang tidak Amanda bayangkan. Sebelunya, Amanda pikir pria itu akan mendiaminya setelah mengalami kekalahan. Ia pikir, Senja akan menyebalkan seperti saat pertemuan pertama mereka. Ternyata jauh lebih baik. Bahkan sangat baik. Entah, Manda tidak tahu harus mengucapkan syukur atau sebagaimana.

"Senja, sungguh, kau tidak marah karena kita kalah?" tanyanya.
Senja mengembuskan napas, lalu kembali menatap lurus ke depan. Pria itu mengembuskan napas, lalu tersenyum tipis.
"Lagipula, merasa marah pun tidak ada gunanya. Kita hanya bisa membuat permainan selanjutkan berakhir lebih baik dari permainan malam ini," terangnya. Nada bicara pria itu sama sekali tidak tinggi, terkesan netral dan lembut dalam satu waktu yang bersamaan. Amanda tidak bisa mengendalikan dirinya sendiri. Ia tersenyum untuk kesekian kalinya, sepertinya tak lagi terbebani dengan keberadaan Senja.

Amanda mengangguk mantap, "Aku berjanji. Permainan selanjutnya, kita akan menempati tempat pertama sebagai peserta dengan poin paling tinggi," ungkap Amanda dengan sangat mantap. Senja kembali menoleh, ia menyelam pada bola mata milik pasangannya untuk mencari dusta pada celah yang ada. Namun ia tidak menemukannya. Senja menyimpulkan jika gadis di sampingnya saat ini, tidak sedang bempermainkan ucapannya sendiri.

Senja mengangguk untuk dijadikan respon awal. Lagi-lagi, ia merasa tubuhnya tidak bisa dikendalikan. Satu tangannya mengudara, ia mendaratkannya pada puncak kepala Amanda untuk kali keduanya. Ia mengusapnya pelan, menciptakan gelayar aneh nan asing yang belum pernah Senja rasakan. Seperti yang sudah ia katakan sebelumnya, Amanda membawa pengaruh buruk pada detak jantungnya.

Sementara itu, Amanda terpaku di tempat. Kini, ia tidak bisa bergbohong. Degupan pada jantungnya menggila tiba-tiba. Ia sering pergi ke luar dengan teman-teman prianya, tetapi sensasi menggelitik nan candu ini hanya ia temukan saat bersama dengan Senja. Ini aneh menurutnya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top