Salah Tingkah
Ketika panik menyerang, bagi beberapa orang akan kehilangan kewarasannya, tidak mau berpikir panjang bahkan tak sempat lagi berpikir. Begitu juga dengan Mira, ia begitu panik kala Lia, adiknya Pram, mengatai ia selingkuhan dengan sangat serius. Mira ingin mempercayai bahwa ucapan Lia hanya bercandaan, tapi wajah serius perempuan itu begitu menakutkan. Ia berkeringat dingin lalu meremasi dreas bagian bawahnya, tingkah laku yang tidak bisa dikontrol ketika cemas.
Sehingga ketika Pram kembali Mira tidak bisa menutupi perasaan takutnya, bahkan tangannya kini gemetaran. Kendati setelahnya Lia terlihat biasa saja, tidak beraniat memberitahu pada Mas nya tentang apa yang Lia katakan barusan.
"Kenapa tegang begini?" tanya Pram begitu sadar hawa di antara Lia dan Mira sangat dingin.
"Aku kecapaian, Mas. Mau langsung pulang aja," kata Mira mengabaikan pertanyaan Pram, ia ingin langsung pergi tapi tidak bisa karena harus basa-basi dulu sama Lia.
"Saya pulang dulu, ya, Lia," kata Mira tidak benar-benar ingin pamitan, ia juga tak butuh jawaban dari perempuan itu, bahkan ketika Lia beneran tidak membalas lalu melengos pergi begitu saja, Mira malah lega.
Ia mengambil helm dari tangan Pram dan memakainya sendiri, melihat kejadian tersebut Pram terheran-heran, tetapi tidak bertanya memilih memendamnya. Apalagi gelagat Mira menunjukkan ia sudah tidak nyaman di sana, itu sebabnya Pram segera mebawa Mira pulang.
Sampai di kontrakan, Mira masi menunjukkan sikap yang sama, diam saja tidak mencoba menjelaskan apa yang terjadi antara dirinya dengan sang Adik. Sehingga ketika Mira mengucapkan kalimat pamitan Pram menahan dirinya.
"Apa yang Lia katakan sama kamu?" tanya Pram.
Mira hanya ingin segera masuk ke kamar dan tidur, sungguh hari ini menyenangkan bertemu orang tua Pram. Mama dan papanya sangat welcome pada Mira, bahkan terasa sangat menyayanginya kendati itu masih pertemuan pertama mereka.
Hanya saja kepala Mira kini rasanya pusing mengetahui Lia menyebutnya selingkuhan. Apakah Lia mengenal Jo dan ia? Pertanyaan Jo barusan membuat ia jengkel, kenapa pria itu tidak bisa peka sedikit saja? Ia hanya ingin istirahat.
"Tidak ada apa-apa, Mas. Mira capek sekali, sekali lagi Mira pamit masuk ya."
Meskipun masih penasaran ingin bertanya hingga Mira mengaku, Pram memilih mengalah, ia tidak mau membuat Mira dalam kondisi stress. Apalagi kini Mira sedang berbadan dua, ia tidak ingin merusak kesehatan wanita yang ia cintai dan anak mereka.
Pram masih tak menyangka kini ia menjadi seorang ayah. Di awal ia memang kaget karena kejadian itu di luar kendalinya, ia bahkan tidak ingat bagaimana bisa ia lepas kontrol lalu menghamili Mira. Tetapi akhir-akhir ini ia malah bersyukur, kini ia bisa menjadi suami atas wanita yang ia cintai bahkan kini di rahim wanita itu ada anak mereka. Kalau jodoh memang tidak akan kemana.
"Ya, sudah, kalau tidak mau cerita. Kamu istirahat yang cukup ya," kata Pram, lalu memberanikan diri memeluk Mira, membuat Mira terkejut tapi tidak mencoba melepaskan pelukan itu. "Terima kasih ya, sudah mau menerima aku. Aku senang sekali melihat mama dan papa suka sama kamu. Aku janji semua akan baik-baik saja."
Pram melepaskan pelukannya lalu mengecup kening Mira, membuat Mira lagi-lagi terkejut, perasaan aneh itu lagi-lagi menghinggapi dirinya. Jantungnya bergerak cepat bersamaan dengan wajahnya yang panas.
"Selamat malam, selamat istirahat Mira. Dan anak aku," ujar Pram sambil melihat ke arah perut Mira.
"Besok aku jemput, ya, kita berangkat kerja bareng."
Mira hanya mengangguk tidak sanggup berkata-kata pada perlakuan Pram yang begitu manis.
***
Suara tangisan bayi dari dalam kotak tempat tidurnya membuat Alana terpaksa menghentikan tangan suaminya yang sudah merajalela menjamah tubuhnya, sebelum mereka semakin jauh dan akhirnya lupa daratan. Alana lebih dulu menghentikannya.
"Fatiah nangis Jo, aku lihat dulu ya."
Pria itu mendengus kasar lalu menghentikan kegiatan meremas-remas dada istrinya. Meskipun sudah sangat bernafsu, Jonathan masih punya sedikit kesadaran untuk berhenti.
"Argh! Iya-iya sudah sana pergi!"
Mendengar nada tinggi suaminya Alana merasa tidak enak, pasti sulit sekali untuk berhenti saat dirinya sudah sangat terangsang. Namun, Fatiah lebih penting daripada kegiatan enak-enak mereka. Masih dengan kondisi pakaian urak-urakan, Alana menghampiri bayi manisnya, lalu membawa putrinya itu dalam gendongan mengayun-ayunkan sambil menepuk-nepuk punggung Fatiah.
Ternyata bayi itu haus, Alana cepat mengeluarkan buah dadanya satu lalu memberikannya pada Fatiah. Meskipun sudah dalam tahap lepas asih Fatiah masih kerap menyusui bayi nya di saat-saat seperti ini.
"Cup-cup, sayang tidur, yaa."
Sedangkan Jo cemberut melihat itu, ia cemburu Fatiah bisa dengan mudah menguasai istrinya bahkan kini tengah nenen di buah dada kesukaannya.
Karena itu, Jo bergerak dari kasur mendekati Alana yang masih sibuk mengurus Fatiah. Ia mengambil kesempatan pada satu lagi bagian yang nganggur.
"Aku juga mau, sayang," katanya tanpa tau malu dan ikut mengemut payudara istrinya.
Alana ingin melarang tapi begitu sentuhan hangat bibir suaminya melahap dan menyesap, ia tidak tahan untuk tidak melenguh keenakan.
"Jo, bi--bisa nn--anti saja? Selesai aku mengurus Fatiah." Alana susah payah berbicara dengan nafsunya yang mulai naik.
Suaminya tersenyum gembira melihat reaksi istrinya, malah menuntun Alana ke tempat tidur alih-alih menuruti perintah Alana.
Masih dalam gendongan istrinya, bayi itu sudah tenang tetapi belum juga tidur. Jo malah melepaskan baju tidur yang kebetulan baju kancing sehingga dengan mudah pria itu dapat singkirkan. Malam hari Alana jarang sekali memakai bra, karena katanya sesak.
Kini Alana sudah setengah telanjang, "Jo. Kamu mau Fatiah lihat?" Pekik Alana tertahan melihat tingkah suaminya tapi tak mau membangunkan bayinya.
"Sekali dayung dua pulau terlampaui."
Jo kini menciumi perut Alana, tangan kembali meremas-remas.
"Jo hentikan," rengek Alana karena tidak tahan akan sikap Jo yang membuat ia semakin gelisah, Fatiah masih di pelukannya ia tidak bisa tahan untuk tidak bergerak kala Jon mengelus-elus selangkangannya.
Sial! Makinya dalam hati.
Jo semakin senang, ia menjahili istrinya dengan bersemangat kini menarik velan tidur itu melihat pemandangan sang istri sudah sangat basah. Jarinya menusuk-nusuk mengelus hingga kaki Alana bergerak-gerak. Pria itu ingin membuka satu lapis terakhir penutup, tetapi berhenti tak kala mendengar suara nada dering ponsel menggelegar.
Itu ponsel Alana, buru-buru ia bangkit lalu melihat siapa yang menelepon istrinya malam-malam begini. Mengganggu saja!
Nama Lia muncul di layar, ia segera mematikan, tidak penting menurutnya.
"Siapa Jo?"
"Temenmu! Si Lia, ganggu banget."
Alana memang mengetahui Jo tidak terlalu suka sahabatnya tersebut, ia tidak terkejut dengan balasan suaminya yang ketus. Ketika Jo ingin melanjutkan aksinya ponsel Alana berbunyi lagi, ia segera mengambil ponsel tersebut lagi-lagi Lia.
Akhirnya Jo memutuskan untuk mematikan saja ponselnya, tapi sebelum itu terjadi sebuah pesan dari Lia menghentikan jarinya yang hendak mematikan ponsel.
Pop up pesan itu berbunyi;
"Mira, namanya Mira Al! Dia perempuan yang pernah aku lihat bareng suamimu."
Pria itu membatu dengan matanya terbelalak, lalu buru-buru menghapus pesan tersebut. Kemudian mematikan ponsel Alana.
Mendadak ia tidak napsu lagi, memutuskan untuk menarik celana Ala kembali lalu tidur begitu saja.
Alana terbengong-bengong, "Jo kenapa?"
"Aku sudah tidak berselera lagi, Al. Kau tidurkan saja Fatiah cepat lalu tidur."
***
Tinggal jejak berupa bintang dan komentar.
Luv-luv cangtipone:*
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top