Pertemuan yang salah
Mira tidak bisa tenang, ia masih tidak yakin dengan hasil tespek yang ia beli, akhirnya ia memesan ojek online segera setelah jam pulang kerja berlalu.
Dalam perjalanan menuju rumah sakit kandungan, Mira memilih yang jaraknya agak jauh, meminimalisir terjadinya perjumpaan dengan orang-orang yang ia kenal, dalam hati ia panjatkan doa, ia ingin semua yang terjadi adalah kekeliruan.
Saat ini, pasien tidak terlalu ramai, Mira tidak mendapatkan nomor antrian yang terlalu jauh, ia hanya menunggu sepuluh menit dan ia bisa segera masuk ke ruangan periksa.
Seorang wanita paruh baya dengan gelar Spesialis Obstetri dan Ginekologi atau biasa disingkat SpOG, menyambutnya dengan ramah, tapi tetap saja Mira masih sangat gugup.
Dokter menanyakan beberapa pertanyaan biasa, seperti terakhir kali berhubungan kapan, gejala apa yang dirasakan, dan apakah sudah mengetes dengan tespek?
Mira menjawabnya dengan grogi, apalagi saat ditanya mengapa datang sendiri tidak didampingi suami, jantung wanita itu berdetak tak karuan.
"Ini pertama kalinya bagi ibu, ya?" tanya si dokter sambil membawa Mira ke sebuah ruangan untuk pemeriksaan USG.
Mira hanya bisa menjawab pertanyaan tersebut dengan mengangguk, telapak tangannya sudah dingin sejak tadi, ia hanya ini ini cepat berlalu dan mendapatkan hasil bahwa ternyata ia sebenarnya tidak hamil.
Sang dokter mulai melakukan pemeriksaan, guna memperoleh hasil akurat atas kehamilan, pemeriksaan USG pertama kali harus dilakukan dengan USG transvaginal. Dokter wanita itu akan memasukkan alat khusus yang disebut transducer ke dalam vagina. Alat ini memantulkan gelombang suara sehingga kita memperoleh gambaran rinci organ reproduksi berikut janin di dalamnya. Melalui cara ini, dokter dapat menilai keadaan janin, lokasi kehamilan (di luar atau di dalam rahim), serta menentukan apakah kondisi kandungan cukup sehat untuk mendukung kehamilan. Ini sebabnya pemeriksaan kehamilan harus dilakukan sesegera mungkin.
Mira ingin menangis lagi saat si dokter senyam-senyum sendiri melihat hasil yang ia dapatkan. Mira menduga ini bakalan jadi kabar buruk.
"Selamat, Bu. Anda akan jadi seorang ibu," seru dokter tersebut dengan bersemangat, berbanding terbalik dengan ekspresi pucat wajah Mira.
"Ibu kenapa?" tanya si dokter melihat Mira.
"Enggak apa-apa, Bu. Hari ini emang saya lagi gak enak badan," jawab Mira sebelum berpamitan keluar.
"Tunggu sebentar, Bu," langkah nya terhenti mendengar panggilan tersebut, Mira yang sudah siap meninggalkan ruangan terpaksa berhenti sejenak.
"Ini, Bu. Ada beberapa brosur yang membuat tentang kehamilan, supaya ibu bisa menjaga si buah hati dengan sehat selama kehamilan. Jangan lupa jadwalkan check up rutin untuk melihat perkembangan dan cek kontrol kesehatan. Pola makan juga harus dijaga mulai sekarang, kalau bisa sering-sering minum susu kehamilan untuk menambah asupan janin nya...."
Celotehan itu membuat Mira semakin sesak, yang ia inginkan saat ini hanya beristirahat sejenak dari beratnya hari.
"Iya, Dok. Terima kasih banyak atas informasinya, saya izin keluar sekarang, ya..."
"Iya, Bu. Silahkan. Sekali lagi semangat yaaa."
Ia menahan diri untuk tidak menangis selama mengurus administrasi biaya pemeriksaan tadi. Tubuhnya kini benar-benar lelah, ia hanya ingin cepat-cepat pulang dan beristirahat.
Namun, keadaan berkata lain, saat selesai membayar, Mira baru menyadari bahwa sedari tadi ia bersebelahan dengan Alana.
Benar, itu Alana istri Jonathan.
"Mbak Mira ya? Aku dari tadi nengok kayak mirip siapa gitu, baru sadar ini kamu."
Alana melihat brosur yang dipegang Mira, tampak terkejut karena pada percakapan terakhir mereka, Alana tahunya Mira belum menikah, mengapa gadis di depannya ini malah ke rumah sakit kandungan?
Apakah dia hamil?
"Oh, hai, Mbak. Saya duluan ya, saya buru-buru."
"Eh, tunggu..."
Panggilan Alana diabaikan Mira, tidak peduli Alana beberapa kali memanggilnya hingga membuat orang-orang disekitar menjadi memperhatikannya.
Ia mau pulang lalu menangisi hidupnya lagi. Ia hanya butuh kasur untuk menenggelamkan tubuhnya yang lelah.
Namun, lagi-lagi kondisi membuat ia kesulitan di depan pintu ia berpapasan dengan Jo. Tentu saja keduanya sama-sama terkejut dengan kehadiran masing-masing.
Mira ingin mengabaikan Jo, tapi tidak semudah meloloskan diri dari Alana, Jo malah mengikutinya, meskipun di dada pria itu tengah terlelap bayi mungil yang menggemaskan. Tampaknya Jo tidak peduli akan mengusik mimpi ini anaknya demi mengejar Mira.
Langkah Mira sudah sangat cepat, tapi jenjangnya kaki Jo membuat pria itu tetap bisa menyusul Mira.
Sampai di depan jalan raya, saat baru saja Mira menyetopkan sebuah angkutan umum, lengan wanita itu diraih.
"Untuk apa kau di sini? Kenapa kabur kayak gini?"
Pertanyaan itu membuat air mata Mira meleleh, hatinya sakit sekali melihat bayi mungil itu berada didekapan Jo.
Seharusnya yang berada di sana anaknya ia kelak. Anak yang kini ia kandung.
"Mira jelaskan padaku? Kenapa sekarang kau malah menangis?"
"Kau mau aku jawab apa Jo?" Mira menangis sesenggukan, ia berusaha keras untuk menghentikannya, setidaknya ia harus kuat untuk mengatakan fakta ini pada Jo.
"Mira jangan bilang...?"
"Iya, aku hamil. Puas?! Puas kau menghancurkan hidupku?!!!!!" Teriak Mira frustasi.
Ia menjambak rambut nya sendiri, berharap sejak di dadanya berkurang.
"Sekarang bagaimana? Apa kau mau bertanggung jawab? Seharusnya dari awal aku tidak pernah bertemu denganmu!"
Jo hanya mematung di tempat, ia tidak mengatakan sepatah katapun. Bibirnya terlalu rapat terkunci, lidahnya kelu.
"Kau tidak mau bertanggung jawab, kan! Maka seharusnya tadi kau tidak perlu repot-repot mengejarku brengsek!"
"Mira aku benar-benar...."
"Aku akan mengurus ini sendiri, kuharap kau melupakan percakapan ini, Jo."
***
Jangan lupa klik bintang dan tinggalkan komentar bebs
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top