Mengais Kenangan

Vote dulu kuy sebelum baca

***

Setelah malam itu, Mira serasa tidak punya semangat. Sehancur-hancurnya perasaan, hidup terus berguling, waktu terus berputar tidak peduli. Maka pagi itu, ketika tidak sedikitpun ia punya keinginan hidup, ia tetap masuk kantor. Duduk di depan komputer dengan pandangan hampa.

Sura ketikan bising teman-temannya tidak menyulut semangatnya. Kepalanya telah penuh oleh satu nama, porak poranda seluruh pikirannya dibuatnya.

Pemandangan itu tidak luput dari perhatian Pram, yang sejak gadis itu datang sudah mencuri perhatiannya. Pria itu ingin berlagak seperti biasa, mengambilkan kopi agar Mira sedikit bersemangat. Namun, menyadari masalah Mira kali ini lebih berat dari hari-hari sebelumnya. Bahkan tadi ketika ia menyapa, tidak ada balasan dari Mira.

Kendati hatinya memaksa Pram untuk menemui Mira, ia tetap tidak melakukannya. Pikirnya; mungkin lebih baik Mira sendirian dulu. 

Oleh sebab itu ia biarkan Mira sampai jam makan siang, dan ia menjumpai Mira. Kali ini bukan kopi, tetapi dengan sebuah susu kotak. Lalu ia letakkan di meja Mira, membiarkan wanita itu menyadari keberadaannya setelah menoleh. Tapi, harapannya tidak terkabul, Mira masih setia menatap komputernya. 

"Mira."

Reaksinya masih sama, tidak bergeming. Itu membuat Pram kebingungan, dan terpaksa menepuk pundaknya untuk menyadarkan keberadaannya.

"Mira!" kata Pram sedikit lebih meninggikan suaranya.

"Ha? Ah, Mas Pram. Ada apa?" Mira akhirnya menoleh, membuat Pram bisa melihat dengan tatapan hampa gadis itu. 

Pram bukan tipe orang yang banyak bicara, ia menunjuk sekotak susu coklat yang tadi ia letakkan di meja. "Aku beliin. Aku lihat hari ini kau jauh lebih tidak bersemangat. Jadi aku pikir, sekotak susu lebih kau butuhkan daripada segelas kopi."

Mira melihat susu kemasan itu. Apakah benar susu itu bisa mengobatinya? Tetapi untuk menghargai niat baik Pram, walaupun sama sekali tidak berminat ia paksakan untuk meminumnya. "Makasih, ya, Mas."

"Lagi ada masalah besar, ya, Mir?"

Pram tidak suka wanita itu muram, ia lebih suka jika wajah cantik Mira dihiasi senyuman dan tawa ceria.

Mira melamar ke kantor Pram dua tahun lalu. Menurut cerita Mira padanya, perempuan itu selesai kuliah sempat menganggur untuk waktu yang lama, karena di kota ini ia adalah perantau. Tidak punya kenalan selain satu temannya--Pram tidak pernah tahu teman yang dimaksud Mira itu siapa.

Pertama kali bertemu, Pram sudah jatuh hati pada pandangan pertama. Pada mata sendu dan senyuman manis perempuan itu. Yang paling Pram suka adalah Mira selalu memanggilnya dengan sebutan 'Mas' katanya biar lebih sopan, soalnya Pram tiga tahun lebih tua darinya. 

Masa-masa baru masuk, gadis itu amat semangat kerja, dan selalu datang paling awal. Dengan senyumannya tiap pagi selalu menyapa karyawan satu divisi dengannya. Pram paling suka bagian mereka saling membuatkan kopi untuk satu sama lain sewaktu lembur.

Namun, dua bulan belakangan ini perempuan tidak punya warna ceria yang dulu membuat Pram terpikat pada pandangan pertama, yah meski sekarang bagaimana pun kondisi Mira, Pram akan tetap terima. Sebab laki-laki uty telah terjatuh terlalu dalam mencintai Mira.

"Ya," jujurnya saja tidak mau menutupi sesuatu yang sangat nampak. Biar sajalah Pram tahu ia punya masalah, toh wajah kusut dan lelahnya sudah memberitahu. "Akhir berat banget, Mas. Dan, hal itu buat badan Mira rontok."

"Yaudah ajukan cuti aja, kesehatan kamu lebih penting dari apapun."

"Masalah aku butuh cuti yang panjang libur lebaran nanti, Mas. Mau pulang kampung. Kangen banget Ibu Bapak."

Pram mengusap puncak kepala dengan gemas. "Ya, sudah kalau begitu. Aku bantu ngerjain tugas kamu, ya. Harus mau enggak terima penolakan."

Betapa baiknya pria yang di hadapannya ini, meluluhkan hatinya sampai di sudut matanya kini menggenang air yang hampir tumpah. 

"Mas .... Pram. Aku gak mau ngerepotin lebih banyak lagi, yang sebelum-sebelumnya aja, Mira belum bisa balas budi." Ia usap air itu sebelum mengaliri wajahnya, ia masih ingat tidak boleh menghancurkan make up-nya, wajahnya dengan riasan saja masih tampak kusutnya. Apalagi tanpanya.

"Kalau Mira begini, bagaimana aku bisa menahan diri untuk tidak membantumu?" Tanpa seizin perempuan itu, Pram mengambil tumpukan dokumen di meja dan membawanya ke bilik tempat pria itu bekerja.

"Selesaikan apa yang bisa kau selesaikan, sisanya kamu bisa memberikannya padaku."

***

Membawa segelas air putih, kemudian meletakkan di atas meja. Pram menolak dirinya untuk menjamu, ia malah meminta air polos saja. Tidak mau berdebat dengan pria itu, sebab sejauh perdebatan yang pernah mereka lakukan, Mira tidak sekalipun pernah menang. Maka segelas air polos pun kini ada di hadapan pria itu.

"Akhirnya aku bisa mampir ke kontrakanmu, dalamnya rapi banget ya."

Meski hanya bekerja sebagai pegawai swasta biasa, memiliki gaji seadanya, Pram sedikit terkejut melihat Mira bisa tinggal di kontrakan yang lumayan besar ini. Kamarnya dua, perabotannya cukup lengkap. Ada TV, kipas angin, seperangkat sofa lengkap dengan meja dan vas bunga sintesis di atasnya.

Beberapa hiasan tertata rapi membuat ruangan yang keduanya huni terlihat lebih hidup dan indah. Pram mengakui bahwa selera Mira cukup keren juga.

"Aku, kan, cuma tinggal sendiri. Kerja pulang, enggak sempat memberantakan barang-barang." Setelah seharian melihat wajah murung Mira, kini wanita itu tengah menyengir karena berhasil membuat sebuah lelucon.

Pram terkekeh, "Makanya nikah, Mir. Biar ada anak-anak kamu yang berantakin rumah."

Mira tersenyum miris. Menikah? Pria yang disukainya saja baru memutuskannya satu hari yang lalu. "Halah, Mas. Jauh banget mikirin nikah."

"Umur kita udah mateng, ya, udah bisa mikirin nikahlah."

Pram dalam hati hanya ingin menyampaikan bahwa ia ingin menikahi Mira. Supaya bisa membuat perempuan itu di rumah saja, menjaga anak-anaknya kelak. Ia ingin membuat perempuan itu selalu bahagia.

Berbanding terbalik dengan Pram. Mira masih saja coba mengais kenangannya bersama Jo untuk ia tangisi. Dasar memang wanita bodoh yang cengeng.

***

Mira dengan Jo atau Pram?

Pram begitu perhatian dan baik, tetapi Jo adalah cinta pertama Mira juga sampai saat ini perempuan itu masih suka.


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top