Memori Lampau
"Apa yang kau pikirkan Mira?" Jo mundur dan tertawa puas melihat Mira sudah pucat ketakutan.
Mira sendiri bingung mau marah atau senang, yang pasti ia lega mengetahui Jo hanya bercanda. "Nggak lucu! Hampir saja aku berteriak atau menamparmu kalau kau sampai berbuat aneh-aneh."
"Habisnya kau curigaan sekali," kata pria itu seraya membuka jaket, lalu menempelkannya di sebuah pengait yang tertempel di dinding. "Cuma ada satu kamar di sini, vila ini emang didesain untuk pasangan yang berbulan madu atau sekadar bersenang-senang saja. Tapi kalau kamu nggak mau sekamar denganku, aku bisa tidur di ruang tengah, di sana ada sofa lumayan besar."
"Bermalam di sini? Kenapa nggak bilang-bilang? Ibu sama bapak pasti nyariin. Bentar aku kabari dulu." Mira keluar kamar sambil merogoh sakunya mengeluarkan ponsel.
Jo ini memang hobi dengan sesuatu yang dadakan.
Setelah selesai mengabari orang rumah, tentunya dengan alasan yang dibuat-buat. Mira mengaku menginap di rumah Ana, sahabatnya karena ada pekerjaan kelompok yang harus segera diselesaikan. Lagi pula mana mungkin Mira mengaku kalau ia sedang berada di Vila bersama Jo, berdua--si pelayan wanita tidak dihitung.
Saat berbalik Jo sepertinya sudah selesai mengganti pakaian. Laki-laki itu kini sudah mengenakan kaos oblong dan celana pendek. "Sudah mengabari Tante sama om?"
"Iya, untung aja mereka percaya banget sama aku."
"Bagus kalau begitu. Sekarang kamu ganti baju, kayaknya di lemari ada beberapa pakaian yang bisa kamu kenakan. Salah satu fasilitas di sini."
Mira mengangguk, segera ia masuk ke kamar. Benar kata Jo ada beberapa pakaian di sana termasuk sepasang baju tidur baru. Kamar ini dilengkapi kamar mandi dalam yang luas, lengkap dengan bathub dan peralatan mandi.
Bisa dibilang meski kecil, vila ini sangat mewah. Mira bisa menyimpulkan dari fasilitas yang lengkap dan furniture pengisinya adalah barang mahal.
Kamar ini memiliki satu tempat tidur ukuran king, beseprai putih bersih, dengan selimut dan bantal berwarna campuran emas dan krem. Di keempat sisinya juga terpasang tiang kayu, kain tipis seperti kelambu berbahan lebih halus lagi menghiasi bak tempat tidur kerajaan dulu-dulu.
Kamar ini juga beraroma manis tapi segar, Mira penasaran pengharum ruangan seperti apa yang dipakai. Duduk di bangku berhadapan dengan cermin rias langit-langit kamar terpantul di sana. Terdapat sebuah kipas angin yang beroperasi baik. Ya, tidak memakai Air Conditioner, sebab iklimnya emang sudah sejuk, karena berada dalam kawasan perkebunan yang juga tempat wisata kebanyakan masyarakat kota Mira.
Seseorang masuk saat Mira asyik menyisir rambut. "Sudah selesai mandi sama ganti baju?"
Mira menoleh dan mengangguk. "Udah, barusan aja."
"Makan malam sudah selesai, ayo keluar."
Makan malam yang di siapkan berada di luar rumah. Di taman villa. Untungnya cuaca malam ini sedang mendukung, sehingga mereka bisa makan di luar.
Dinner romantis, sebuah lilin kecil menghiasi meja bulat. Ada dua kursi, benar kata Jo villa ini emang khusus untuk pasangan saja. Sepasang.
"Suka?"
"Banget. Kita kayak pasangan yang bulan madu aja," Mira terkekeh di akhir kalimatnya.
"Itung-itung simulasi masa depan, sayang."
Mira semakin tertawa dibuatnya. Mereka makan malam romantis tapi dengan pakaian seadanya, perempuan itu sendiri bahkan hanya memakai baju tidur, dan penampilannya persis seperti yang mau tidur.
"Ini villa keluarga aku, makanya kita bisa bebas memakainya."
Jo emang berasal dari keluarga yang berada, juga punya kekerabatan dengan pejabat-pejabat pemerintah pusat. Pokonya pria ini emang kaya.
Meski begitu, orang tua Jo tidak memanjakan anaknya, pacar Mira ini harus menabung untuk bisa membeli sepeda motornya. Juga tidak pernah membanggakan apa yang dimiliki keluarganya, dia memperjuangkan apa yang dia punya dengan usahanya sendiri. Salah satu alasan kenapa Mira menyukainya.
"Dibangun di sini karena beberapa kilometer di belakang sana ada bukit yang indah banget, apalagi waktu matahari terbit dan terbenam." Jo menjelaskan dengan runut seperti tour guide yang handal.
"Sayangnya kita tidak bisa mengejar sunsetnya, tapi aku berencana untuk sunrise. Kau mau melihatnya denganku, kan, Mira?"
Mira mengangguk cepat, ia juga sangat suka dengan pemandangan matahari terbit, saat sebuah cahaya muncul di ujung timur untuk menerangi dunia. "Aku jadi enggak sabar melihatnya."
"Kira-kira jam empat nanti kita pergi, soalnya sedikit jauh, sayang banget kita sudah sejauh ini tapi ketinggalan."
"Ulu-uluh, romantis sekali orang ini, pacar siapa, sih?" Mira terkikik sambil menatap jail ke Jo.
"Dasar! Kau mau aku kerjain kayak tadi lagi?"
"Kutendang punyamu kalau sampai terjadi!"
Kali ini Jo yang tertawa melihat wajah kesal Mira. Perempuan itu bagai melihat penjahat, dan ia berada dalam kondisi buntu. Hiburan yang sepadan untuk perjalan panjang melelahkan.
Tangan Jo terulur ke depan, menepuk-nepuk kepala Mira. "Lucu tau melihatmu seperti tadi." Lalu tangannya beralih mencubit pipi Mira yang menggembung karena di mulutnya telah terisi makanan.
"Kau harus tahu aku tidak akan merusak perempuan yang kucintai, justru aku akan menjaganya."
Muka Mira bersemu merah, ia menguyah makanannya pelan-pelan sambil berharap debaran di dada Mira tidak Jo dengar. Karena saat ini jantung mungil Mira sedang berdisko-disko akibat kalimat itu.
"Makan yang banyak, supaya bisa cepat gede. Biar kita bisa ke sini lagi. Tapi sebagai pasangan yang bulan madu."
Lagi-lagi. Mira tidak bisa menahan senyumannya, dalam hati mengamini dengan penuh harap. Makanan yang tadinya rasanya biasa saja sekarang jadi sepuluh kali lebih nikmat di mulut Mira.
Mematuhi perintah Jo, ia menyendokkan banyak makanan ke mulutnya, supaya cepat besar!
Hubungan satu yang romantis. Mira tidak tahu apakah itu efek dari durasinya yang belum lama, atau memang karena ia menikmatinya.
"Kalau udah selesai, cepat tidur. Besok pagi-pagi kita harus bangun."
Mira mengangguk, ia menghabiskan makanannya sampai tandas lalu keduanya masuk ke dalam villa lagi. Kali ini sudah dengan perut kenyang dan rasa kantuk yang menjalari tubuhnya.
"Aku di sofa kau di kamar. Tapi jangan kunci kamarnya."
Satu alis Mira terangkat, merasa janggal kembali. "Kenapa?"
"Astaga Mira, lagi-lagi kau berpikiran macam-macam. Siapa tahu kau ketiduran jadi aku bisa masuk dan membangunkanmu. Kau tahu, kan, kalau terlambat sebentar saja kita akan kehilangan momennya."
Mira nyengir sebagai cara menutupi rasa malu karena telah berpikiran macam-macam. "Iya-iya! Siap pak bos!"
"Sudah sana masuk."
"Kau juga. Tapi apa kau butuh selimut? Di sana terlihat lebih dingin. Kau bisa pakai yang ada di kamar."
Jo menggeleng. "Aku bisa minta selimut pada Bi Ira, sudah sana masuk aja."
"Baiklah selamat tidur sayang."
"Selamat tidur juga."
***
Part-nya manis banget, kayak gulali. Sayang cuma masa lalu, ups, maapkan Mira.
Hahaha.
See u next part guys!
Cangtip1
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top