Masa Lalu yang Indah
Dunia mulai memuakkan, tapi mati juga bukan pilihan yang terbaik. Mira mendesah, bergelung di atas tempat tidur. Tubuhnya yang polos tanpa sehelai benang pun menyelimuti dirinya.
Tubuhnya remuk, pun serupa dengan hatinya. Entah di kehidupan sebelumnya ia punya dosa apa hingga mengalami kejadian demikian.
Padahal ia sudah berjanji tidak akan memakai jatah cutinya sebelum tengah tahun, tapi kali ini ia terpaksa mengambilnya. Sebab tubuhnya sungguh tidak bisa diajak kerja sama, panas badannya naik, beberapa bagian tubuhnya sakit, pun pangkal pahanya yang nyeri luar biasa.
Pria itu bajingan! batin Mira masih bergemuruh marah mengingat kejadian semalam. Hal tersebut sama sekali tidak terprediksinya, walaupun bukan pertama kalinya berhubungan dengan Jo. Mira sadar yang kali, yang pria itu lakukan adalah memperkosanya, Mira sama sekali tidak menikmati, dan perempuan itu juga tahu Jo hanya melakukannya karena marah padanya.
Hatinya yang dulu hancur kini kembali di hancurkan lagi. Patah hati lagi, lagi dan lagi dengan pria yang sama.
***
"Aku mencintaimu Amira Naima!" Teriak si laki-laki yang tengah membonceng perempuan di pemilik nama yang ia teriaki, membelah jalanan sore di penghujung hari, semburat jingga menyinari kota mereka.
"Aku juga mencintaimu Jonathan Prawira!" balas Mira tidak kalah kalah keras dengan yang dilakukan Jo.
Pengumuman kelulusan tadi pagi, Jonathan dinyatakan lulus SMA. Sore ini Jo mengajak Mira untuk merayakan hal tersebut. Mereka keliling kota dengan motor matic kesayangan pria itu.
Jo dan Mira beda dua tahun, jadi tentu Mira adalah adik kelas Jonathan. Mereka bertemu pertama kalinya saat kegiatan Masa Orientasi Siswa (MOS). Saat itu Jo merupakan panitia acara, dan Mira adalah anak baru.
Entah kenapa ketika pertama kali bertemu, mereka sudah sama-sama tertarik sampai akhir memutuskan untuk pacaran.
Ketika siang itu Jo datang menjemput ke rumahnya, Mira sudah merasa tidak enak. Ia pikir hubungan mereka akan berakhir setelah tahu Jo berencana kuliah di luar kota. Tapi ternyata pria itu mengajaknya jalan-jalan, katanya sih untuk merayakan kelulusan dirinya.
Menjelajahi sudut demi sudut kota, mencicipi makanan jalanan. Berjam-jam, hingga saat ini.
"Kali ini kita mau ke mana, Jo?" tanya Mira yang melihat jalanan yang mereka lalui semakin melenggang karena area yang mereka lalui ada pesawahan, sepi rumah penduduk. Hanya ada satu dua kendaraan milik petani.
"Ada, deh. Pokoknya tempat ini akan membuat kau terpesona."
Mira tersenyum dan mengeratkan pelukannya di pinggang Jo, menempel kan wajahnya pada punggung berlapis jaket denim pria itu. "Hmm, Aku tidak sampai ke tempat itu."
Motor terus melaju jauh, memakan waktu yang cukup lama hingga matahari telah bersembunyi di ufuk barat dan jalanan sunyi sudah.
Perjalanan panjang itu akhirnya berhenti saat motor Jo berhenti di sebuah rumah. Mira mengernyit heran mengapa mereka berhenti di sini, di sebuah rumah yang berdiri sendirian di perkebunan kopi.
Sembari turun dari motor ia menatap rumah bercat hijau itu, rumah itu bagai menyatu dengan alam apalagi materialnya kebanyakan kayu.
"Kenapa kita ke sini?"
"Untuk merayakan kelulusanku," jawab Jo mengambil tangan Mira, menariknya masuk setelah selesai menyimpan motor di garasi.
"Jo, tempat ini menyeramkan indah dari mananya?"
"Simpan kata-kata mu untuk nanti, ayok ikut saja jangan banyak bicara."
Memasuki dalam rumah tersebut, Mira cukup terpukau oleh ruangannya yang cantik. Penerangan di dalam lebih terang dibandingkan di luar, di dalam juga terlihat sangat cantik, seperti di luar nuansa ruangan itu juga sangat alami.
Mira sempat berpikir ini rumah kosong, sampai ia melihat seorang wanita paruh baya menghampiri mereka, ini jelas sebuah vila. Meski sangat-sangat sederhana dan tidak terlalu besar.
"Ada yang bisa saya bantu, Mas Jo?" Sepertinya perempuan itu telah mengenal Jo sebelumnya, atau memang Jo telah mempersiapkan ini jauh-jauh hari.
"Kami mau menginap malam ini di sini, sedang tidak ada tamu, kan, Bi?"
"Iya, bertepatan baru saja kemarin malam yang menyewa pergi."
Bertanya basa-basi apa yang perempuan itu bisa bantu lagi, Jo menjawab tidak ada, lalu ia pergi.
Mereka memasuki sebuah kamar, Mira masih tidak mengerti buat apa Jo mengajaknya ke sana. Karena tidak enak dengan perasaannya, ia pun mengutarakannya langsung. "Kita mau ngapain di sini?" Mira menyentak pegangan Jo di tangannya. "Kali ini jawab yang serius!"
"Kau banyak tanya." Pria itu memandang smirik ke arah Mira, menatapnya dari atas ke bawah. "Menurutmu apa yang dilakukan oleh laki-laki dan perempuan di dalam kamar?"
Astaga, Mira kini ketakutan oleh tingkah Jo. Aura laki-laki juga terasa berbeda, bahkan tatapan matanya sangat mengintimidasi. Mira bahkan terus menerus mundur saat laki-laki mendekat dengan perlahan.
"Kau membuatku takut ...."
"Mira, malam ini kita harus merayakan kelulusan ku, kau tidak mau memberiku hadiah? Pacar macam kau."
Mereka saat itu memang baru satu tahun menjalin kasih. Tapi selama setahun itu Mira tidak pernah melihat Jo ada niat jahat padanya, pacaran mereka pun sehat-sehat saja.
Namun, saat ini. Pria itu berbeda. Kepanikan menggerayangi pikiran Mira. Apakah selama ini ia salah menilai, apakah ia hanya tertipu dan terlena akan kata-kata manis Jo?
Ia sungguh takut, apalagi ia tidak bisa mundur lagi, sebab di belakangnya sudah buntu, punggungnya telah menyentuh tembok.
Dugaan Jo akan berbuat tidak-tidak membuat hormon dalam diri Mira berteriak, tubuhnya keringatan. Apalagi kini jarak Jo dan dirinya Han terpaut beberapa sentimeter. Ia memutar akal, mencari jalan keluar yang memungkinkan. Apakah ia harus berteriak? Barangkali pelayan tadi akan mendengar dan membantunya. Atau Mira seharusnya menendang Jo sebelum pria itu bertindak lebih.
Pria itu tersenyum penuh arti. "Jangan takut sayang, kau mencintaiku bukan?"
Napas pria itu dapat ia rasakan menyentuh wajahnya. Mira menelan ludah susah payah, ia benar-benar takut Jo akan melakukan hal aneh kepadanya. Jika benar iya, Mira tidak akan bisa memaafkannya. Sial sekali ia percaya saja Jo membawanya pergi ke tempat sepi yang jauh dari rumah penduduk.
Tangan Jo meraih tengguknya, membuat Mira menatap tepat ke matanya. Wajah mereka semakin dekat kini hanya berjarak satu helai benang. Bibir pria itu sejajar dengan bibir Mira, satu gerakan saja keduanya bisa bersentuhan.
"Berikan aku hadiah yang indah untuk kelulusan ini Mira ...."
Tangan Mira mendorong dada Jo, hingga pria itu mundur satu langkah. "Jangan gila, Jo!"
"Hahaha. Kau tidak bisa kabur sayang."
Sayangnya Jo malah dengan cepat menarik tubuh Mira dalam kurungannya. Dan ....
***
Hayoloh mereka mau ngapain???
Wkwk.
Tungguin next chapter! Jangan lupa beri aku bintang gaes, please biar aku tahu cerita ini cukup menghibur kalian atau tidak?
Cangtip1
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top