Maaf untukmu

Kontrakan barunya lebih nyaman dari yang lama, membuat ia betah berlama-lama dalam tidurnya, tapi hal ini tak membuat ia tenang. Sudah sejam ia terbangun, masih dalam dekapan lengan besar milik Pram.

Amira tidak bisa melanjutkan tidurnya padahal masih subuh, ia dan Pram masih belum mengenakan apa-apa. Masih pada posisi yang sama sejak pergumulan panas mereka.

Wanita itu memikirkan reaksi seperti apa seharusnya ia tunjukkan nanti?

Berpura-pura menangis sedih karena Pram menidurinya? Atau marah mengamuk? Ia tidak sedih, senang malahan, tetapi sedikit merasa bersalah.

Mas Pram, maafin Mira. Tapi hanya Mas Pram yang bisa bantu Mira sekarang.

Karena pikirannya pusing, hingga dua jam kemudian ia tak tidur-tidur. Sampai tubuh Pram bergerak dan mata pria itu bergerak sebelum terbuka, Mira buru-buru memejamkan mata.

Pram amat sangat terkejut menyadari apa yang terjadi, belum lagi saat tahu kondisi mereka sama-sama telanjang, ia segera menjauhkan diri.

"Astaghfirullah!" teriaknya histeris. Ia menutup mulut, tidak percaya. "Apa yang telah aku lakukan?"

Mira memainkan sandiwaranya, bangun secara perlahan, membuka mata pelan-pelan karena suara berisik Pram. Pria itu kelimpungan mencari pakaiannya yang berserakan dimana-mana. Lari terbirit-birit masuk ke kamar mandi. Begitu Pram menghilang di kamar mandi, Mira langsung bangun. Memungut daster di lantai, memakainya kembali.

Ia tidak berniat merapikan rambutnya atau kamarnya, ia memposisikan diri di atas ranjang sambil mengingat-ingat kisah sedih agar akting menangisnya nanti lancar.

Tidak Mira sangka, Pram menghabiskan banyak waktu di kamar mandi, pria itu mungkin terlalu syok pada kejadian ini. Membuat Mira semakin jantungan, ia takut Pram bakal menyadari dirinya menjebak pria itu.

Sepuluh menit berlalu akhirnya Pram keluar, sudah memakai pakaiannya kemarin malam. Wajah pria itu dipenuhi keringat dan tampang bersalah terpatri di wajahnya.

"Mira ..." Pria itu mendekatkan Mira yang duduk meringkuk di ranjang.

"Maaf, maafkan aku Mira..." Pram tiba-tiba berlutut, pria itu menutup wajahnya dengan sebelah tangan.

"Aku tidak tahu, apa yang merasuki diriku tadi malam, tapi yang jelas ini sebuah kesalahan. Mira maaf, aku sangat brengsek. Aku pria brengsek. Maaf Mira."

Mira tidak tahu harus berbuat apa, berkata seperti apa. Ia hanya diam sedari tadi, berpikir keras, untuk melakukan respon normal gadis baik-baik yang ditiduri oleh lelaki tanpa consent.

"Aku akan bertanggung jawab, Mira. Aku akan bertanggung jawab untuk ini."

Mira membulatkan mata senang mendengar perkataan tersebut, itu yang ia cari-cari. Namun, ia tidak menunjukkan, sangat kentara sekali kalau ia langsung menjawabnya dengan baik.

"Pergi, Mas. Aku ingin sendiri untuk saat ini. Aku sangat tidak percaya Mas Pram melakukan ini sama Mira. Padahal Mira pikir Mas bukan pria seperti itu." Mira mulai melancarkan kebohongannya dengan sempurna, membuat pria itu semakin terpuruk.

"Maaf Mira, aku khilaf. Maaf Mira..."

"Pergi, Mas. Aku jijik melihat Mas di sini." Mira memeluk tubuhnya sendiri, mengusir Pram tanpa mau menatapnya.

Mira rasa ia sudah pantas menjadi aktris sekarang, ia jago juga bermain peran. Ia menutup mata mulai menangis, air matanya turun perlahan.

Melihat itu Pram ikut bersedih, gejolak rasa bersalah membajiri dirinya. Kebingungan harus berbuat seperti apa, perkataan Mira bagai belati yang menusuk-nusuk dirinya. Ia telah mengecewakan wanita yang ia cintai. Bukan hanya itu, ia telah merusak, membuatnya menangis. Padahal Pram adalah orang yang tidak akan membiarkan Mira bersedih, sekarang ia sendiri jadi alasan Mira menangis.

"Aku akan bertanggung jawab atas semua ini, Mira. Maafkan aku."

"Brengsek Mas, kamu brengsek. Mira menyesal kenal Mas Pram. Sekarang tolong pergi tinggalkan Mira, Mira enggak mau lihat wajah Mas lagi."

"Maaf Miraa...."

Mira melemparkan bantal kepada Pram, lalu berteriak, "Jahat kamu Mas! Tega sekali kamu melakukan ini sama aku! Brengsek!" Lalu barang di atas ranjang dilempar Mira secara brutal ke segala arah, menunjukkan betapa ia marah saat ini.

"Keluar dari rumahku! Dasar kurang ajar, aku benci sama kamu, Mas!"

Pram melihat itu lekas berdiri dan melangkahkan kakinya keluar. Ia berikan Mira waktu sendiri untuk menenangkan diri. Selagi itu ia akan memikirkan cara untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pria itu pergi meninggalkan kontrakan Mira.

Saat itulah Mira menyudahi sandiwaranya, ia bangkit dari ranjangulai memunguti barang-barangnya.

"Sukses!" Perlahan ia elus lembut perutnya yang datar.

"Kamu akan segera mendapatkan ayah yang baik, Nak."

Ia tersenyum penuh kemenangan. Bebannya mulai terangkat, punggungnya ringan. Ia bahagia, mungkin menikah dengan Pram tidak seburuk itu, walau belum mencintai pria itu, tapi Mira yakin dia laki-laki bertanggung jawab yang akan membawa hidupnya pada akhir yang indah.

Saat membereskan kamar, ia melihat celana dalamnya yang tergeletak di bawah kolong tempat tidur, tadi ia buru-buru pakai daster tanpa pakai dalaman sedikit pun. Ia tertawa kala mengingatnya.

Tadi malam sungguh luar biasa, ia yang sudah lama tidak melakukan hubungan badan sejak terakhir Jonathan memutuskan hubungan mereka, merasa terobati. Apalagi ternyata Pram memiliki stamina yang prima, dan permainan pria itu tidak kalah hebat dengan Jo.

"Aku jadi ingin lagi, tapi Pram bukan Jo, dia tidak akan melakukan hal tersebut kalau belum menikah. Huft."

***

Vote guyss

40 vote hari ini juga aku up chapter selanjutnya! Janji!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top