Bagian 4
Jika kau ditanya tentang cinta, katakan, ia tak bisa diungkapkan, tapi bisa dirasakan
🍂🍂
Kedekatan Cinta dan Chika ikut juga dirasakan Bima. Merasa berada ditempat yang nyaman, Cinta tak ragu lagi pada janji Bima. Pria itu benar-benar menepati janjinya seperti perjanjian, yaitu membayarnya seperti pengasuh pada umumnya.
Pelan tapi pasti, gadis itu mulai pulih dari trauma dan ketakutan yang ia pendam. Kebaikan pria itu diam-diam telah membuat dirinya jatuh hati. Setiap melihat Bima, angannya selalu melayang membayangkan berada dalam pelukan pria wangi tersebut. Namun, meski begitu ia cukup tahu diri dengan posisinya saat ini.
Siang itu terasa panas, Chika belum datang, gadis kecil itu seusai sekolah nanti memintanya untuk belanja kado ulang tahun teman sekelasnya. Cinta melihat jam dinding, ada sekitar dua jam lagi sebelum Chika datang.
"Mbok Ning, saya mau belajar renang ya. Saya juga pingin bisa renang," ungkapnya pada perempuan yang tengah merapikan dapur. Mbok Ning tertawa kecil, lalu mengangguk.
"Kamu kalau mau baju renang, ada di loker di dekat kamar mandi belakang, hati-hati, ya!"
Cinta mengangguk melangkah ke belakang. Kolam renang berukuran 3m X 7m itu terasa lega dan nyaman. Ditambah dengan tampilan dinding yang terbuat dari batu alami dan terdapat air terjun di sudutnya membuat siapa pun merasa tengah berada di pemandian alam asli.
Perlahan ia mulai masuk ke dalam kolam tanpa berganti pakaian. Kolam itu memang sekilas terlihat dangkal tapi bagi Cinta yang baru belajar tentu ia tak menyangka jika kedalaman kolam itu dua meter lebih. Ia tidak berenang di tempat yang biasa digunakan Chika yang tentu saja lebih dangkal.
Awalnya ia masih berpegangan, ketika ia mulai merasa bisa perlahan gadis itu melepaskan tangan mencoba berenang. Namun, rupanya ia belum cukup terampil untuk bermain-main dengan air. Ia semakin ke tengah dan tak bisa mengendalikan diri. Cinta panik mencoba berteriak, tapi sia-sia karena Taknada seorang pun terlihat di tempat itu. Napasnya mulai terengah, tubuhnya seolah tersedot ke bawah. Ia mencoba kembali ke pinggir tapi tak sanggup, semua terasa berat ia rasakan.
Sementara deru mobil Bima terdengar, siang itu ia pulang ke rumah karena ada beberapa berkas yang tertinggal di ruang kerjanya.
"Kok sepi, Mbok? Cinta mana?" tanya Bima saat melintasi dapur. Sebab biasanya gadis itu ikut sibuk membereskan apa pun di sana. Perempuan berambut di gelung itu mengatakan bahwa gadis itu tengah belajar berenang. Bima menatap Mbok Ningsih heran.
"Belajar berenang? Sama siapa?"
"Sendiri, Mas ...."
Mendengar itu cepat ia berlari ke arah kolam renang, ia melihat gadis itu hampir tenggelam. Tanpa pikir panjang dengan pakaian lengkap ia melompat ke dalam kolam menyelamatkan gadis itu. Segera ia membawa ke pinggir kolam.
Wajah cantiknya telah seputih kapas. Bima melakukan pertolongan pertama, dengan menekan kedua telapak tangan yang saling bertindihan di bagian tengah dada keran gadis itu terlihat tak bernapas.
Setelah beberapa kali melakukan hal itu tak tampak perubahan dari Cinta. Bima menarik napas dalam-dalam, kemudian mencoba membuat napas buatan dengan meniupkan udara ke mulut gadis itu. Kaki ini usaha Bima tak sia-sia, Cinta terbatuk dan membuka matanya. Bibir itu masih pucat dan bergetar karena dingin. Pria itu lega melihat gadis itu kembali.
"Om, saya ...."
"Lain kali jangan belajar berenang sendiri!"
"Ganti bajumu!" perintahnya menatap lekat.
Cinta lagi-lagi canggung saat menyadari air telah membuat lekuk tubuhnya terlihat jelas oleh pria di depannya.
"Kamu bisa jalan 'kan?" Tampaknya pria itu sadar bahwa energi Cinta telah habis terkuras.
"Bisa, Om," balasnya mencoba berdiri, tapi limbung dan terjatuh di pelukan Bima.
"Oke, kamu tunggu di sini, aku ambil bathrobe!"
"Terima kasih, Om. Maaf saya merepotkan, Om juga jadi basah, " lirihnya setelah mengenakan pakaian mandi itu.
Bima menggeleng lalu pergi meninggalkan dirinya yang masih kedinginan. Pria itu lagi-lagi merasa ada yang tiba-tiba ingin berontak pada pusat tubuhnya saat berdekatan dengan Cinta.
***
Sejak peristiwa itu, Cinta tak lagi berani mencoba berenang, bahkan dekat dengan kolam renang pun ia enggan. Hari itu ia baru saja selesai membersihkan kamar bermain Chika ketika ia melihat Bima dengan seorang perempuan tiba di rumah. Mereka berdua tampak masuk ke ruang ke rja pria itu, lama di sana. Kemudian keduanya keluar.
"Cinta, bilang ke Chika malam ini aku nggak pulang ya. Mungkin besok sore baru pulang." Bima terlihat membawa beberapa berkas dan satu koper kecil.
"Om mau balik lagi? Baru aja datang ...."
"Ada pekerjaan yang tidak bisa aku tunda. Oh iya, sampaikan juga ke Chika nanti aku telepon!" Pria itu melangkah pergi ditemani perempuan yang seolah enggan melepas lengan Bima.
Melihat itu Cinta merasa lelaki baginya tak ada beda. Semua sama, hanya menginginkan tubuh untuk dinikmati untuk kemudian pergi. Menikahi kemudian menghianati. Ia pun berpikir mungkin ada benarnya mengapa istri Bima pergi dan akhirnya bercerai. Mungkin karena Bima juga tidak bisa memegang komitmen pernikahan.
Segala sesuatu tentang pria itu ia dapat dari Mbok Ningsih yang telah bekerja lama dengan pria itu. Akan tetapi ia merasa hatinya telah benar-benar terjerat oleh kebaikan Bima, ia merasa kesal saat melihat pria itu bersama wanita tadi.
***
Kepergian Bima membuahkan kekesalan bagi putrinya. Gadis kecil itu tak suka jika dirinya tak diajak sang papa. Alhasil sepulang dari luar kota, Bima kesulitan merayu Chika.
"Oke, papa minta maaf. Janji nggak bakal ninggalin Chika lama-lama." Pria itu mengacungkan dua jari tanda berdamai dengan sang putri.
Wajah mungilnya tersenyum melihat tingkah papanya. Sambil tertawa ia menghambur ke pelukan Bima.
"Kita berenang yuk, Pa!"
Bima mengernyit heran.
"Berenang? Sore ini?"
"Iya, kenapa? Oh iya, papa bisa kan ajari Tente Cinta berenang?" Bima terpaku mendengar ucapan putrinya.
Gadis kecil itu bercerita bahwa Cinta ingin sekali bisa berenang, tapi takut tenggelam. Mendengar itu Bima tersenyum. Ia sangat ingat bagaimana gadis itu merona malu saat ia memberi napas buatan untuknya.
Dan tentu saja sebagai pria, ia pun menikmati setiap keindahan lekuk gadis belia itu. Mengingat itu ia tersenyum yang membuat Chika bertanya, "Papa kenapa senyum-senyum sih? Bisa kan, Pa?"
Bima mengangguk setuju. Chika bersorak gembira. Cepat ia berlari ke kamar Cinta mengajaknya berenang sore itu. Meski menolak, mau tak mau ia harus mengikuti keinginan Chika. Sebab diperjanjian kerja jelas Bima mengatakan bahwa apa pun yang diinginkan Chika harus ia penuhi.
Di kolam renang terlihat Bima sudah berada di pinggir kolam. Tubuhnya kokoh dengan dada bidang dan perut rata dengan enam kotak terlukis di sana. Pria itu tersenyum melihat kedatangan mereka.
"Ayo, kamu siap aku ajari berenang?"
Mendadak dada Cinta berdesir aneh saat lelaki itu tepat di depannya dengan suasana kolam renang yang dingin.
"Kamu pakai baju renang dulu. Karena akan sangat sulit jika pakai baju seperti biasa," sarannya menepuk pelan pipi Cinta. Mata gadis itu membulat menyadari ekspresinya sejak tadi diperhatikan oleh Chika.
"Ayo, Tante. Ganti baju!" serunya riang membawakan baju renang berwarna hitam padanya.
***
Baju renang itu sempurna membungkus tubuh indah Cinta. Sejenak Bima menatap tanpa jeda, kemudian ia memberi isyarat agar gadis itu mengikutinya. Ragu ia memasuki kolam, Bima sudah siap menangkapnya dan memulai membimbing.
"Jangan tengang, rileks saja. Aku bersamamu." Ia berbisik bibirnya menyentuh telinga Cinta. Gadis itu bergidik memejamkan mata. Bima menyeringai senang.
"Pegang tanganku, jangan dilepas!" perintahnya terus memandu Cinta. Gadis itu menurut apa pun yang diucapkan Bima. Saat sang papa tengah mengajari Cinta. Chika sudah selesai berenang di kolam kecil khusus dirinya. Gadi kecil itu merasa lapar sehingga langsung meninggalkan kolam renang.
Sentuhan fisik yang intens disertai dengan suasana jelang senja membawa Bima lupa. Naluri sebagai pria dewasa terbit saat mereka berdua saling menempel. Begitu juga dengan Cinta, ia terbawa suasana dinginnya air kolam.
Perlahan sentuhan itu menjadi semakin intens. Posisi yang semula berdampingan kini menjadi saling berhadapan.
Wajah mereka begitu dekat satu sama lain. Bibir Cinta seolah magnet bagi Bima, pelan mereka saling menempelkan kening, tampak Bima tak bisa lagi menahan hasrat. Segera ia menikmati bibir menggoda di depannya. Tak hanya itu, tangannya mulai nakal menyentuh titik lemah gadis itu, sehingga terdengar pekik tertahan dari bibir Cinta.
Meski sedikit terkejut, tapi ia membiarkan dan menikmati kejutan dari pria angkuh di depannya. Ciuman panas di bawah langit senja memberikan rasa berbeda di hati gadis itu. Rasa takut yang dulu pernah ia rasakan berubah menjadi rasa nyaman.
"Sudah hampir malam, kita bisa lanjutkan besok," ucap Bima mengakhiri ciumannya seraya tersenyum hangat.
Ia membimbing Cinta agar naik ke atas.
"Keringkan badanmu, kita makan malam," perintahnya menyerahkan handuk pada gadis itu. Cinta tak berkata apa-apa. Seperti biasa, ia hanya diam dan melakukan perintah Bima.
🍂🍂
Udahh ...😁🤭
Hari ini dua kali up yes, besok mau up yg lain dulu ... Bye ...
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top