Part 3/3
Setelah selesai makan malam So Eun kembali disibukkan dengan novelnya. Kim Bum yang sudah siap untuk tidur menatapnya sambil berkacak pinggang.
"So Eun berhentilah. Kau bisa sakit jika memaksa diri. Kau bisa melanjutkan besok," kata Kim Bum. So Eun tidak menjawabnya. Ia tetap fokus pada deretan kata pada layar. Sesekali ia memperbaiki kacamata anti radiasi.
"So Eun apa kau tidak mendengarkan aku?"
Kali ini So Eun menoleh. "Kau tidur saja aku masih banyak pekerjaan."
Kim Bum menghampirinya. Dalam sekejap kursi So Eun ditarik ke belakang. Laptopnya dimatikan setelah menyimpan hasil tulisannya.
"Yak! Apa yang kau lakukan?"
"Aku hanya membantu supaya idemu lancar."
Kim Bum menggendong So Eun ke tempat tidur. Dilepasnya kacamata gadis itu lalu meletakkan di atas meja.
"A-apa yang kau lakukan?" So Eun gugup ketika Kim Bum berada di atasnya.
"Aku ingin memberikan pengalaman agar kau bisa menulis adegan So Yi Jeong dan Chu Ga Eul berbulan madu."
"Apa yang kau katakan?"
"Pengalaman malam pertama," sahut Kim Bum.
Kim Bum menahan kedua tangan So Eun di sisi kepala gadis itu. Jantung So Eun berdetak kencang ketika Kim Bum mulai mendekatkan wajahnya. So Eun memejamkan matanya tanpa perlawanan. Ia pikir Kim Bum akan meminta hak-nya malam ini, tapi ternyata Kim Bum melepaskan tangannya lalu memeluk So Eun erat sembari memejamkan mata.
"Ayo tidur. Malam ini aku ingin memelukmu," bisik Kim Bum di telinga So Eun. Gadis itu membuka matanya. Kim Bum tidak menyentuhnya sama sekali, apa mungkin ia berbohong. So Eun berusaha memejamkan matanya, tapi karakter tokohnya terus bicara dalam pikiran.
Kim Bum mulai terlelap sementara So Eun tetap terjaga. Merasa kalau suaminya sudah terbuai mimpi, perlahan So Eun menyingkirkan tangan Kim Bum yang membelit pinggangnya. Dia harus menyelesaikan naskahnya sebelum tenggat waktu.
So Eun kembali membuka laptopnya dan tenggelam dalam hayalan.
***
Kim Bum mengerjapkan matanya perlahan. Ia merasa aneh ketika meraba sisi tempat tidur yang lain. So Eun tidak ada di sampingnya. Gadis itu tidur di meja kerja. Kim Bum lalu duduk memperhatikan So Eun lekat. Kim Bum bertanya-tanya jam berapa So Eun tidur. Gadis itu terlihat lelah.
Kim Bum memindahkan So Eun ke tempat tidur. Gadis itu tak sedikit pun terbangun. Melihat So Eun yang bekerja keras menyelesaikan novelnya membuat Kim Bum menyesal. Rasa penasarannya membuat Kim Bum ingin berbuat curang dengan membaca di laptop So Eun, beruntungnya aksi itu tertangkap basah.
"Istirahatlah," ucap Kim Bum lalu pergi ke dapur membuat sarapan. Nasi goreng kimchi menjadi sarapannya kali ini. Tidak lupa sebait memo ia tulis di atas kertas.
Ia yakin saat So Eun membacanya gadis itu pasti tersenyum. Kim Bum bergegas mengantar sarapan. Diletakkannya sarapan itu di meja dekat laptop. Kim Bum bersiap membersihkan diri lalu pergi kerja.
***
Jam makan siang adalah waktu yang cukup melelahkan. Banyak pelanggan yang sudah menunggu pesanan. Pesanan terus berdatangan hingga membuat Kim Bum bergerak cepat meracik kopi. Kim Bum tersenyum tipis setiap kali melihat box makan siang yang ia bungkus dengan kain.
"Dua espreso dan satu americano," ucap Kim Bum sembari meletakkan ketiga cangkir itu di atas nampan. Pelayan pun mengantar minuman ke meja tamu. Kim Bum merobek sebuah kertas lalu menulis pesan singkat sebelum menyelipkannya pada box makan siang.
Seorang pria muda menghampirinya.
"Tolong kirimkan ke rumah," kata Kim Bum.
"Siap, Bos." Pria itu langsung pergi membawa beberapa kotak makanan. Tidak terasa dua jam berlalu. Pengunjung tidak ada habisnya berdatangan. Kim Bum pikir akan istirahat sebentar, tapi ia tidak tega melihat anak buahnya kewalahan. Satu barista-nya sakit sehingga Kim Bum harus turun tangan membantu.
"Bos, istri Anda sepertinya tidak di rumah. Saya berkali-kali menekan bel, tapi istri Anda tidak keluar," kata pria itu. Kim Bum memeriksa ponselnya. Tidak ada pesan dari So Eun kalau dia akan pergi.
"Oh, biarkan saja. Kau boleh pergi." Kim Bum meraih ponselnya coba menghubungi So Eun, tapi tidak dijawab. Kim Bum menghubungi beberapa keluarga So Eun dan mereka bilang So Eun tidak di sana. Kim Bum khawatir. Tidak biasanya So Eun pergi tanpa memberitahu.
"Ill Woo, bisakah kau mengerjakan sendiri? Aku harus pergi," kata Kim Bum.
"Tentu, Anda tidak perlu khawatir," ujar Ill Woo.
"Setelah urusan selesai aku akan kembali." Kim Bum bergegas pergi membawa kotak makan siangnya. Ia harus memastikan kalau So Eun baik-baik saja.
Kim Bum memacu mobilnya cukup kencang. Sampai di rumah Kim Bum bergegas mencari keberadaan So Eun. Tempat pertama yang ia lihat adalah kamar tidur. So Eun masih terlelap membuat Kim Bum lega.
Nasi goreng buatannya masih utuh tak tersentuh yang artinya So Eun belum makan sejak pagi tadi. Kim Bum meletakkan box makanannya lalu duduk di sisi tempat tidur.
"So Eun ayo bangun."
So Eun hanya bergumam tanpa membuka matanya. Kim Bum menyibak selimutnya. Tubuh So Eun menggigil sehingga Kim Bum memeriksa suhu tubuhnya.
"Hangat," gumam Kim Bum. Ia segera menyelimuti So Eun kembali. Kim Bum bergegas menyiapkan air hangat untuk kompres.
"Kau harus makan dulu supaya tubuhnya memiliki tenaga," kata Kim Bum sembari meletakkan wadah berisi air panas di atas meja. Kim Bun mengambil handuk kecil untuk mengompres kening So Eun.
"Aku tidak mau makan," ujar So Eun lemah.
"Kalau kau tidak mau makan, maka aku akan membawamu ke rumah sakit."
So Eun menggeleng. "Aku tidak mau." Perlahan So Eun membuka sedikit matanya. Kim Bum mempersiapkan makan siangnya. Walau So Eun makan sedikit, tapi sudah membuat Kim Bum lega.
"Aku akan panggil dokter untuk memeriksamu."
So Eun memegang tangan Kim Bum agar pria itu tak beranjak.
"Aku hanya butuh istirahat, nanti juga pusingnya hilang."
Kim Bum kembali duduk. So Eun kembali memejamkan matanya. Tiba-tiba sisi tempat tidur bergerak membuat So Eun membuka matanya. Kim Bum masuk ke dalam selimut yabg sama dengannya. Tanpa diduga ia merengkuh tubuh So Eun dalam dekapannya.
"Bum-ah."
So Eun berusaha menjauh supaya Kim Bum tidak tertular panas tubuhnya. Namun, pria itu semakin mengeratkan pelukan pada So Eun.
"Aku tidak ingin kau sakit. Biar saja sakitmu pindah padaku."
So Eun mendongkak menata Kim Bum lekat. Ia tidak pernah melihat Kim Buk seperti ini. Pria itu rela sakit demi kesembuhan So Eun.
"Kenapa kau bicara seperti itu?" tanya So Eun.
"Karena aku tidak mau melihatmu kesakitan dan lemah. Kau sangat berarti untukku So Eun. Kau wanita pertama yang membuatku bolos dari pelajaran. Saat itu kau minta aku menemanimu dan aku tidak bisa menolaknya."
Kim Bum tersenyum ketika mengingat masa lalu mereka. Gadis cerewet yang selalu mengganggu hari-harinya tanpa sadar telah mencuri hati Kim Bum sudah sejak lama.
Kim Bum menunduk menatap mata almond istrinya. "Aku mencintaimu, Kim So Eun."
So Eun terdiam dengan bibirnya yang sedikit terbuka. Ia tidak menyangka jika Kim Bum menyatakan perasaannya sekarang.
"Bum...."
"Itu alasan kenapa aku minta agar kita menikah. Saat itu aku ragu apakah aku bisa menyatakan perasaanku padamu. Aku benar-benar takut, tapi sekarang kau sudah menjadi milikku dan aku tidak akan melepaskan dirimu begitu saja."
Kim Bum mengusap pipi So Eun lembut. "Aku mencintaimu. Aku ingin pernikahan ini terus berjalan sampai kita menua nanti. Aku ingin kau menjadikan diriku pria satu-satunya dalam hidupmu, Kim So Eun."
So Eun menggenggam tangan Kim Bum yang mengusap pipinya.
"Aku akan menjawab perasaanmu dalam novel," ujar So Eun membuat Kim Bum memudarkan senyumnya.
"A-apa?"
"Jawabanku sama seperti jawaban Ga Eul untuk Yi Jeong. Kau bisa membacanya nanti."
"Kapan rilisnya?" tanya Kim Bum tidak sabaran.
"Entahlah, aku masih sakit. Sepertinya cukup lama." So Eun tidur membelakangi Kim Bum. Seulas senyum terukir dari bibirnya. Kim Bum memeluk So Eun dari belakang. Sejujurnya ia ingin mendengar jawaban istrinya sekarang juga, tapi sepertinya Kim Bum harus bersabar.
***
Hari yang ditunggu-tunggu Kim Bum akhirnya datang. Pagi ini ia akan mengantar So Eun ke sebuah mall untuk peluncuran novel seri keduanya. Kim Bum sudah rapi sejak pagi bahkan sarapan sudah terhidang di atas meja. Kim Bum sangat bersemangat kali ini.
"So Eun cepatlah nanti terlambat."
So Eun keluar dari kamar. Ia menggeleng saat melihat Kim Bum sudah rapi. Sarapan pun sudah dihabiskan oleh Kim Bum.
"Masih ada setengah jam untuk bersiap," kata So Eun. Kim Bum sepertinya tidak peduli dengan itu. Ia sudah tidak sabar ingin membaca novel seri kedua. Terlebih jawaban So Eun ada di dalamnya.
Mall tempat peluncuran novel So Eun mulai dipadati pengunjung. Hanya ada 100 orang beruntung yang bisa mendapatkan novel itu sebelum beredar di toko buku, ditambah tanda tangan So Eun di dalam buku. Salah satu orang yang beruntung itu adalah Kim Bum. Walau ia mendapat giliran paling akhir sehingga duduk di belakang.
Kata-kata sambutan membuat Kim Bum kesal. Ia hanya ingin membaca buku itu lalu mencari jawaban dari pernyataan cintanya pada So Eun. Selebihnya Kim Bum tidak terlalu peduli.
Satu per satu ke seratus orang itu maju, berbaris yang rapi untuk bisa mendapkan novel itu. Kim Bum gelisah, ia ingin cepat-cepat mendapatkan novel itu. Saat ada seorang penggemar yang berbicara pada So Eun membuat ia geram. Tidak tahukah kalau ia sudah membuat yang lain menunggu.
Setengah jam terlewati Kim Bum bisa bernapas lega karena antrean di depannya semakin berkurang. Sampai akhirnya ia mendapat giliran.
"Mana novelnya? Aku tidak perlu tanda tanganmu," ucap Kim Bum tidak sabaran.
"Panitia hanya mengemas 99 novel, lagi satu tertinggal," kata So Eun membuat Kim Bum terdiam.
"Jadi aku...."
So Eun berdiri lalu menyapa penggemarnya membiarkan Kim Bum mematung di tempat. Ia menunggu hampir satu jam dan So Eun dengan mudahnya mengatakan mereka lupa membawa novel yang keseratus. Kim Bum benar-benar kesal. Ia sudah meluangkan waktu untuk libur kerja.
Gagal mendapatkan novel membuat Kim Bum mendiami So Eun. Di dalam mobil Kim Bum tidak sedikit pun menatap istrinya. Tahu jika Kim Bum kesal membuat So Eun tersenyum senang. Ini adalah rencananya.
"Bum-ah," panggil So Eun ketika Kim Bum ingin masuk ke kamar. Sebelum Kim Bum mengunci diri di kamar seharian lebih baik So Eun mengatakannya.
"Kau ingin novel ini atau ingin mendengar jawabanku?"
So Eun mengeluarkan sebuah novel dari tasnya. Kim Bum berbalik menatap So Eun yang kini memegang novelnya.
"Pilih salah satu," lanjutnya.
"Aku ingin mendengar jawabanmu," jawab Kim Bum cepat.
"Sudah aku duga novel ini tidak ada artinya untukmu."
"Tunggu dulu, aku juga ingin novel itu. Hanya saja jawabanmu lebih penting."
So Eun mendekati Kim Bum. "Chu Ga Eul bilang dia juga mencintai So Yi Jeong."
So Eun segera berlari memasuki kamarnya lalu menguncinya dari dalam. Dadanya berdebar kencang membuat wajah So Eun memerah.
"Ga Eul Yang... Saranghae," teriak Kim Bum dari luar.
"Yi Jeong Sunbae... Nado saranghae," sahut So Eun dari dalam.
Walau mereka terhalang pintu, tapi tidak mengurangi rasa bahagia di hati keduanya. Bagi So Eun rasanya aneh mengatakan cinta pada sahabat sendiri. Begitu juga dengan Kim Bum yabg merasa bahagia cintanya dibalas.
The End
Astaga jadinya kek gini. Cara mengatakan cinta teraneh....
Btw, katanya BBF akan tayang lagi di TV, benar gak sih?
Pengen nonton lagi
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top