Part 2/3
Malam pertama sepasang pengantin baru harus ditunda. Saat Kim Bum sedang mandi So Eun segera tidur membungkus tubuhnya dengan selimut. Di setiap sisi ia letakkan bantal dan boneka supaya Kim Bum tidak bisa tidur di sampingnya.
Ia mulai terlelap saat Kim Bum keluar dari kamar mandi. Melihat So Eun seperti kepompong membuat Kim Bum menggeleng. Ada-ada saja kelakuan istrinya.
Sebagai sahabat ia sangat memahami apa yang So Eun inginkan. Kim Bum mengeringkan tubuhnya lalu segera memakai celana pendek untuk tidur. Ia terbiasa tidur tanpa baju.
Sekali lagi Kim Bum menatap So Eun sambil tersenyum. Kim Bum membuka lemarinya mencari selimut tebal.
Diambilnya matras di luar kamar untuk tempat tidur. Di atas matras Kim Bum lapisi dengan bedcover. Setelah semua beres Kim Bum mengambil bantal yang empuk dan juga boneka So Eun.
Melihat istrinya tidur membuat Kim Bum bahagia. Semakin lelap So Eun tidur itu semakin baik. Perlahan Kim Bum mengangkat tubuh So Eun membuat gadis itu terusik. Dengan gerakan yang sangat pelan Kim Bum meletakkan So Eun di atas matras. Tidak lupa ia meletakkan bantal di sisi yang lain. Dengan seperti ini maka Kim Bum bisa tidur nyenyak sampai pagi.
"Selamat tidur istriku tercinta."
Kim Bum naik ke tempat tidur lalu menyelimuti tubuhnya. Dalam sekejap ia sudah terlelap.
***
So Eun menggeliat dalam tidurnya. Pergerakan gadis itu terbatas karena ia masih berada di dalam 'kepompong.' Matahari sudah meninggi membuat So Eun mau tidak mau harus bangun.
Mata So Eun mulai terbuka penuh. Ia menyadari ada sesuatu yang aneh. Tubuhnya terasa remuk, belum lagi lehernya terasa sakit, yang lebih aneh lagi tempat tidurnya terasa keras.
"Aku di mana?" gumam So Eun. Ia menatap sekitarnya dan menyadari kalau di tidur di bawah.
"KIM SANG BUM!" teriakan So Eun membuat Kim Bum yang ada di dapur tersenyum. Ia sangat suka mendengar So Eun berteriak kesal.
Kim Bum meletakkan cangkir lengkap dengan serbuk kopi di atas nampan lalu menyeduhnya dengan air panas. Ia mengaduknya sebentar lalu mengangkat nampannya.
Sarapan hari ini adalah roti selai kacang ditambah kopi dan segelas teh hijau. Kim Bum membuka pintu kamarnya untuk melihat So Eun. Gadis itu sudah bangun. Wajahnya pun diliputi mendung saat Kim Bum mendekatinya. So Eun duduk di matras lengkap dengan rambut acak-acakan.
"Kenapa kau memindahkan aku ke bawah?" tanya So Eun. Wajahnya tertekuk membuat Kim Bun gemas. Sejak kecil ia tidak tahan melihat So Eun ngambek.
Kim Bum tersenyum tipis. "Karena kamu tidak mau berbagi. Sudahlah lupakan saja. Aku sudah buatkan sarapan. Sebentar lagi aku berangkat kerja," kata Kim Bum.
Ia mulai menyuapi So Eun yang masih terbungkus selimut. Roti selai kacang kesukaan So Eun. Sesekali Kim Bum meniup kopi sebelum memberikannya pada So Eun. Sementara Kim Bum meminum teh hijau.
"Aku harus segera berangkat. Kau jaga rumah, jangan lupa makan. Aku pulang agak malam karena ini akhir bulan jadi aku harus melakukan iventory. Akan memakan waktu yang lama jadi jangan menungguku pulang," kata Kim Bum membuat So Eun menganggukkan kepalanya.
"Aku tidak akan pergi,seharian ini aku akan di rumah menyelesaikan beberapa bab novel yang akan segera terbit."
Kim Bum mengusap kepala So Eun kemudian membereskan sarapan mereka. Kim Bum membawa piring dan cangkir kotor ke dapur lalu mencucinya.
Ia tidak menyangka bisa menikah dengan So Eun. Memikirkan saja sudah membuat Kim Bum aneh, tapi nyatanya mereka sudah menikah.
"So Eun aku berangkat!" teriak Kim Bum.
"Nde, hati-hati."
Kim Bum bergegas pergi menaiki motornya. Jujur saja ia ingin menghabiskan waktu seharian dengan So Eun di rumah. Pasti akan lebih menyenangkan melihat So Eun marah dan berteriak kesal. Kim Bum tersenyum di balik helm-nya.
***
Hari pertama menjadi seorang istri membuat So Eun berpikir harus membersihkan rumah, masak untuk makan siang, terus berbelanja di supermarket dan mencuci baju. Nyatanya ia tidak melakukan apa yang ia pikirkan. Setelah mandi dan berpakaian rapi So Eun menenggelamkan dirinya di depan laptop.
Mengetik lanjutan kisah cinta So Yi Jeong dan Chu Ga Eul yang membuat banyak orang mengidolakan mereka di dunia nyata. So Eun sukses mengemas novel yang membuat para pembaca rela menunggu bukunya terbit. Meski lama. Tidak jarang para penggemar couple ini mengirimnya pesan supaya keduanya menikah dan memiliki anak. Happy ending.
Waktu terus berjalan sampai waktunya untuk makan siang. Jika sudah di depan laptop dan ide cerita mengalir deras di pikirannya sering kali So Eun lupa makan. Bahkan kadang ia sengaja melewatkannya demi menyelesaikan satu bab cerita. Pernah dulu ia harus dilarikan ke rumah sakit karena maag kambuh.
Ting Nong....
So Eun menghentikan kegiatannya sejenak ketika bel rumah berbunyi. Ia bergegas ke depan sambil mengikat rambutnya yang terurai. Seorang pria berdiri di depan pintu membawa bungkusan warna hitam.
"Dengan Nona Kim So Eun?" tanya pria itu. So Eun mengangguk.
"Ini untuk Anda."
"Dari siapa?"
"Dari Tuan Kim Sang Bum." So Eun melirik motor yang pria itu gunakan. Ada box di belakangnya yang bertuliskan nama cafe Kim Bum. So Eun tersenyum tipis.
"Terima kasih."
"Saya permisi Nona."
Pria itu pun pergi mengendarai motornya. So Eun tidak menyangka kalau Kim Bum akan mengirimkan makan siang untuknya. Saat ia membuka kain pembungkus ternyata ada sebuah memo.
Kim So Eun, jangan lupa makan siang. Aku tidak mau kau sakit. Aku yakin sebelum kurir datang kau sedang asyik menghayal tanpa peduli perutmu menangis minta makan. Jangan lakukan itu. Aku tidak mau kau sakit. Aku juga tidak mau series kedua novelmu diundur lagi karena kau sakit. Ingat jangan buat Yi Jeong dan Ga Eul terpisah.
So Eun ingin tertawa membaca memo dari Kim Bum. Ia teringat ketika novel seri pertamanya terbit. So Eun memergoki Kim Bum menangis saat membacanya. Seri pertama So Eun membuat tokoh utama berpisah. Ibu Yi Jeong tidak merestui hubungannya dengan Ga Eul dan kedua tokoh tersebut berpisah. Karena ending tersebut membuat para penggemar minta diterbitkan buku kedua di mana Yi Jeong dan Ga Eul bersama.
Karena hal itu juga selama seminggu Kim Bum tidak mau bicara dengan So Eun. Barulah ketika So Eun menjanjikan happy ending di novel kedua Kim Bum mau kembali bicara.
So Eun mulai menyantap makan siang. Perutnya seketika lapar. Kalau Kim Bum tidak mengirimkan makanan mungkin So Eun akan membiarkan perutnya lapar seharian.
Ponsel So Eun bergetar. Sebuah pesan dari ibunya yang meminta ia datang ke rumah. Setelah membuat janji So Eun pun menghabiskan makan siangnya.
Dua bab berhasil So Eun selesaikan. Ia bergegas berangkat ke rumah ibunya.
"So Eun," sapa Ara.
Ia bergegas menarik tangan So Eun membawanya ke ruang tengah. Di atas meja sudah tersaji banyak minuman.
"Ini apa?"
Ara tersenyum sembari duduk di samping So Eun.
"Ini minuman untukmu. Kau dan Kim Bum bisa mencobanya. Ada madu, yogurt, dan ramuan herbal. Nanti eomma juga akan berikan buah jeruk dan avocado untukmu."
"Semua ini untuk apa?" So Eun minta penjelasan, tapi Ara hanya mengusap perut So Eun pelan. So Eun tersentak ia tahu apa yang dimaksud ibunya.
"Kenapa eomma tahu kalau selama tiga hari aku belum buang air? Aku akan meminumnya segera."
Senyum di wajah Ara luntur. Bukan itu maksudnya memberikan So Eun segala macam minuman. Ia berharap agar segera menimang cucu.
"Sudahlah, tidak penting menjelaskan padamu. Bawa semua minuman dan buah-buahan ini. Pastikan kau dan Kim Bum meminumnya." So Eun mengangguk.
"Tapi pencernaan Kim Bum baik-baik saja," ucap So Eun membuat Ara menepuk jidatnya.
"Ini bukan untuk pencernaan, tapi--" Ara terdiam sejenak. --untuk kesehatan."
So Eun mengangguk lagi. Tumben sekali ibunya perhatian.
Setelah berjam-jam di rumah ibunya So Eun pun pulang. Saat sampai di rumah ia melihat sepatu Kim Bum ada di rumah. Bukannya dia bilang akan lembur. So Eun meletakkan barang-barangnya di lantai lalu pergi ke kamarnya untuk mencari So Eun.
Pintu sedikit terbuka memperlihatkan Kim Bum sedang membuka laptopnya. Percobaan pertama membuka laptop itu gagal. Terkendala password. Kim Bum mulai memasukkan tanggal lahir So Eun, tapi tidak berhasil. Ia kembali mencoba untuk yang kedua kalinya. Kali ini berhasil. So Eun yang melihat Kim Bum dengan mudahnya mengetahui password laptopnya segera membuka pintu lebar-lebar.
"Apa yang kau lakukan?"
Kim Bum terlonjak kaget. Rencananya gagal. Pada hal tinggal beberapa langkah untuk bisa membaca kelanjutan novelnya. Sayang, Kim Bum sudah tertangkap basah.
"A-aku mau pinjam sebentar. Laptopku rusak jadi--"
"Bohong," potong So Eun. "Kau bisa pakai komputer yang menganggur."
Kim Bum menatap komputer warna hitam yang jarang dipakai. Ia harus mencari cara supaya So Eun tidak curiga.
"Aku tidak terlalu suka memakai komputer. Lebih nyaman pakai laptop."
So Eun memicingkan matanya. Dia tidak bisa menuduh Kim Bum ingin membaca novel keduanya karena tidak memiliki bukti. Andai ia bisa lebih bersabar tadi maka Kim Bum akan terjebak.
"Baiklah. Kali ini aku percaya." So Eun ingin pergi, tapi ucapan pria itu membuatnya membeku.
"Kenapa kau memakai tanggal lahirku sebagai password?"
So Eun menggigit bibir bawahnya. Alasan apa yang harus ia berikan pada Kim Bum. So Eun berbalik menatap Kim Bum lekat.
"Agar aku tidak lupa. Kalau kau keberatan aku akan menggantinya." So Eun menghampiri Kim Bum untuk mengambil laptopnya, tapi Kim Bum segera menyembunyikan laptop itu di belakang punggungnya.
"Jangan diubah. Kalau kau berani mengubahnya aku akan menciummu," ancam Kim Bum membuat So Eun cemberut.
"Baiklah, aku tidak akan mengubahnya. Sekarang kembalikan laptopku."
Kim Bum menyerahkan laptop itu. "Aku akan membuat makan malam. Ingat jangan diganti."
So Eun menatap Kim Bum hingga menghilang dari pandangan.
"Enak saja mau baca gratis," gumam So Eun lalu menambahkan password laptopnya.
TBC
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top