💖7💖

Numpang promo lagi sebelum baca Maryam dan Azzam yang kali ini Maryam benar-benar menyerah ...

Candra, seorang dokter yang memiliki orang tua yang berprofesi sama. Dijodohkan oleh sang ibu dengan wanita yang sederajat yang juga seorang dokter. Candra menolak namun ia dijebak hingga terpaksa menikahi Feyna sang calon dokter spesialis anak.

Kaluarga Candra adalah keluarga "sakit". Sang ibu memiliki pria lain begitu juga ayahnya yang diam-diam memiliki istri lagi.

Pernikahan Candra dan Feyna sama sekali tidak bahagia hingga Feyna melakukan kesalahan besar. Mereguk kenikmatan satu malam dengan rekan kerjanya.

Akankah Candra memaafkan istrinya? Bagaimana dengan adik satu ibu yang ternyata ia miliki hasil dari perselingkuhan sang ibu?

Nikmati ceritanya di novel berjudul Because I'm Truly karya Indra Wahyuni harganya 65K tebal 207 halaman

Minat? Chat aja ke 081585844446

Masih empat hari lagi tutup PO yuk cus ikutan

Satu lagi ya numpang promo 🤭

Kisah Livia yang terus menanti cinta Victor namun harus menelan kekecewaan karena saat laki-laki yang ia tunggu ternyata telah menikah dan melupakan semua yang telah terjadi beberapa tahun silam bahwa Victor telah meninggalkan benih kehidupan baru dalam dirinya ... Akankah Livia terus terobsesi pada laki-laki tampan itu atau dia harus menerima laki-laki yang telah tulus menjaga dirinya, Adam, yang tanpa lelah ikut membesarkan Biru.

Format pemesanan
Nama
Alamat
Kota
Kelurahan
Kecamatan
Kode pos
Nomer hp
Judul buku
Transfer ke rek 0560368836 an Diana bank bca

Online Order

https://api.whatsapp.com/send?phone=62818331696

.
.
.

💖💖💖

Hasanah menatap wajah anak keduanya, setelah ucapan May yang seolah dengan mudah mengucapkan kata-kata mengakhiri pernikahan, mau tak mau Hasanah mendudukkan May di depannya, di rumah keluarga Althaf karena selama seminggu ini Hasanah menginap di sana menjaga sulung dari Zu dan Azlan yang masih berusia 15 bulan, sedangkan suaminya Khaedar, Bapak dari Zu dan Maryam telah lebih dulu kembali ke Sumenep.

"Ingat Nak, ucapan adalah doa, jangan sembarangan mengatakan hal apapun yang tidak baik, jika masih bisa dibicarakan baik-baik duduk berdua dengan kepala dingin."

"Ibu, kami sudah melewati masa enam bulan menikah, bahkan ini sudah mau masuk bulan ke tujuh, tapi yang ada dipikiran suamiku ternyata wanita lain, apa aku nggak lelah meraih cintanya Bu? May berikan seluruh pengabdian May sebagai seorang istri seperti yang ibu ajarkan, tapi dia hanya menatap May dengan tatapan datar, seolah dia hanya memenuhi keinginan ibunya untuk menikahiku, memberiku nafkah lahir dan batin, nafkah batin pun jika tidak May memulai lebih dulu makan dia akan diam saja, apa May harus bertahan Bu? Mengapa dia seperti itu karena dipikirannya hanya ada wanita lain yang tak bisa ia gapai."

"Kau jangan menuduh tanpa bukti dan jangan menurutkan emosimu Nak, kau tahu saat emosi? Logika tidak berjalan dengan baik Nak.
," Hasanah mencoba mendinginkan kembali hati Maryam.

"Seandainya May tidak punya bukti, May nggak akan bicara begini, May menemukan catatan harian Mas Azzam yang ternyata tak henti berpikir tentang Kak Isya, hanya tidak etis jika aku tunjukkan pada ibu, lalu tanpa sengaja saat May pulang dari dokter kandungan, saat berbelanja di supermarket May melihat mereka disebuah gerai siap saji, padahal Mas Azzam beralasan tidak bisa mengantar May karena kadung ada janji dengan temannya, apa dia yang dimaksud temannya? entahlah, jika ibu mengahadapi situasi seperti ini apa yang akan ibu lakukan? Membiarkan rumah tangga sakit setelah sekian lama kita berusaha sendiri agar rumah tangga baik-baik saja?"

Maryam memandang ibunya dengan wajah lelah dan mata berkaca-kaca.

"Sudah kau coba mengatakan hal ini secara langsung pada suamimu?"

"Sudah dan dia hanya terlihat seperti kaget, pasti dia kaget karena tak menyangka aku memergoki mereka, dan menyakitkan bagi May, tatapan mesra Mas Azzam pada Kak Isya yang tak pernah May dapatkan selama menjadi istrinya."

May menghapus air matanya yang tanpa ia sadari telah mengalir begitu saja, lalu May membuka tasnya, mengambil ponsel, dan terlihat menuju galery, membuka dan mencari-cari foto yang ingin ia tunjukkan pada ibunya.

"Ini Bu, Ibu lihat, aku mengambil beberapa foto, aku sampai memutari gerai siap saji itu dari beberapa sisi, saking asiknya mereka sampai tak menyadari jika di luar ada aku, padahal gerai itu penuh kaca, siapa saja yang berdiri di luar akan terlihat jelas, benar-benar melepas kangen kan Bu mereka?"

Hasanah tertegun menatap beberapa foto di ponsel anaknya, ia tak mengira jika menantunya yang terlihat sabar mampu melakukan hal yang rasanya tak masuk akal.

"May coba tanya lagi, pada .... "

"Dia hanya mengatakan itu pertemuan tak sengaja, heh dikira aku anak kecil yang mudah saja percaya, jika mereka orang baik-baik tidak akan duduk berdua di suatu tempat karena mereka telah sama-sama punya pasangan sah dan yang lebih aku nggak ngerti ya kak Isya itu, dia kan tahu jika Mas Azzam sangat mencintainya kok dia mau diajak nongkrong di sana, dia juga tahu Mas Azzam sudah nikah, aku berpikir mereka sama saja, kalo nggak sama nggak akan mereka duduk berdua, gimana kalo Mas Emir tahu? Apa yang akan ia lakukan saat menemukan istrinya duduk berdua dengan laki-laki yang menatap istrinya dengan tatapan mesra?"

Hasanah menghela napas, ia tak tahu harus berkata apa lagi karena apa yang dikatakan May benar adanya. Hasanah mengusap punggung tangan Maryam, mencoba memberi kekuatan karena air mata Maryam mengalir semakin deras.

"Aku pulang dulu Bu, ini sudah sore, aku mau ke toko buah, stok buah habis," Maryam meraih ponselnya dan menelepon sopir pribadinya untuk menjemput ke rumah keluarga Althaf.

"Hati-hati May redakan emosimu dengan beristighfar, ibu akan selalu mendoakan agar rumah tanggamu baik-baik saja, aku yakin Allah punya rencana baik dibalik semua kejadian ini, berhusnuddzonlah padaNya Nak."

"Yah, May pulang Bu."

May meraih punggung tangan ibunya dan menciumnya lalu berjalan ke menuju teras diiringi langkah Hasanah yang menatap punggung anaknya dengan sedih. Sedih karena May yang ceria berubah menjadi wanita pemurung dan penuh emosi.
.
.
.

"Ibu ini mau ke toko buah kan? Ini toko buah Bu."

May segera menoleh ke sisi kiri jalan yang ternyata memang benar toko buah, tapi karena bukan toko langganan nya ia agak ragu. Akhirnya May memutuskan untuk membeli di toko buah yang disarankan oleh sopirnya, toh tak ada salahnya jika ia mencoba di tempat baru.

"Pak Sukri nunggu di cafe sebelah aja, saya lama loh kalo ke toko buah," ujar Maryam.

"Nggak ah Bu, terima kasih, biar nunggu di mobil saja," sahut Pak Sukri menolak dengan halus.

"Ayolah Pak Sukriii, saya mau beli minuman juga, nanti Pak Sukri nunggu di sana, kan enak bisa sambil menikmati suasana cafe di sore hari."

Akhirnya laki-laki sabar itu menuruti saran majikannya, ia mengikuti langkah Maryam menuju sebuah cafe kecil yang berada di dekat toko buah. Namun langkah Maryam mendadak terhenti sesampainya ia di mulut pintu cafe, pemandangan di depannya benar-benar menyesakkan dadanya. Napasnya seketika bergemuruh, saat melihat suaminya memegang tangan seorang wanita cantik dan si wanita terlihat berusaha melepaskan diri. Wanita yang selama ini menjadi mimpi buruknya.

Maryam melangkah pelan dan keduanya tampak kaget melihat May yang telah berdiri tak jauh dari mereka.

"Aku tak perlu penjelasan apapun dari kalian, yang jelas ada Pak Sukri sebagai saksi jika kejadian sore ini menjadi titik awal langkah baruku untuk mengakhiri segalanya." Maryam berusaha sekuat tenaga menahan air matanya.

Isya bergegas berdiri memegang bahu Maryam yang ditepis oleh Maryam.

"Dengarkan aku, jangan salah sangka, memang aku yang punya inisiatif pertemuan kami, tapi aku hanya ingin mengembalikan cincin yang diberi kak Azzam, aku nggak mau mengkhianati suamiku May."

"Tapi apa yang aku lihat tadi kau sudah melakukan itu, kau mengkhianati suamimu, harusnya kau ajak mas Emir dan kalian bisa bertemu bertiga jika tak ada hal rahasia yang akan kalian bicarakan, bukan malah saling melepas rindu dengan berpegangan tangan, aku hanya ingin tahu reaksi Mas Emir jika aku mengatakan apa yang aku lihat saat ini, terima kasih Kak Isya sudah memantapkan jalanku untuk segera mengakhiri rumah tangga kami, silakan lanjutkan, atau ambil suamiku jika Kak Isya mau, Assalamualaikum."

Maryam berbalik, dan melihat wajah gugup Pak Sukri.

Dibelakangnya Maryam mendengar langkah tergesa dan merasakan bahunya ditarik, hingga ia berbalik lagi, menemukan wajah bingung suaminya.

"Dengarkan Dik, dengarkan dulu, akan aku jelaskan, aku tadi hanya menolak cincin itu dikembalikan, bukan memegang tangan Isya dengan sengaja."

"Jelaskan nanti di pengadilan agama."

May menepis kasar tangan suaminya di bahunya, lalu berbalik dan berjalan tergesa menuju mobil, air matanya tak bisa ia bendung lagi.

Ya Allah seberat ini cobaanMu bagiku ...

Dan air mata Maryam luruh semakin deras.

💖💖💖

16 Agustus 2020 (10.06)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top