💖4💖
"Kamu kenapa? Datang-datang langsung nangis, ada apa?" Zu kaget saat Maryam langsung menangis dibahunya, agak lama, bahkan Zu merasakan bahunya basah.
"Aku mau pulang ke Sumenep, Kak." Kalimat Maryam membuat Zu kaget, ia pegang kedua bahu adiknya hingga mereka berhadapan.
"Ada apa? Mengapa kamu mau memberi beban pada orang tua kita? Jika kamu pulang aku yakin Bapak dan Ibu akan berpikir jika ada sesuatu antara kamu dan kak Azzam, ada apa? Apa kak Azzam menyakitimu? Jika ada sesuatu duduk dan bicarakan, ini bukan May yang aku kenal, kau terbiasa mengungkapkan apa yang kamu rasakan secara lugas."
Zu masih melihat adiknya menangis, mengusap air matanya perlahan dan akhirnya mereka duduk di ruang makan.
"Mengapa Kak Isya ada di Surabaya? Bukankah dia dan suaminya harusnya ada di Malang?"
Pertanyaan Maryam membuat Zu mengerutkan kening, ada apa antara Isya dan Azzam, ini pasti ada kaitannya dengan dua orang itu.
"Mengapa kau menanyakan itu, apa Azzam mengatakan padamu jika ia bertemu atau berduaan dengan Isya?"
Maryam hanya menggeleng, dan sesekali menyusut air matanya yang masih tersisa.
"Aku cuman nanya Kak," sahut Maryam dan Zu menghela napas.
"Emir dipindahkan ke kantor cabang Surabaya, dia kerja di sini mau tidak mau meski sebenarnya ia sangat ingin tetap tinggal di Malang, dan Isya setahuku akhirnya membuka usaha membuat kue dengan sepupu-sepupu Emir, bahkan setahuku ia juga menjadi florist, punya toko bunga dia dan secara rutin mengirim bunga ke beberapa hotel terkenal di Surabaya, sekali lagi aku tanya, ada apa kamu tiba-tiba bertanya tentang Isya? Dulu, Kak Azzam memang mati-matian mengejar Isya, tapi setelah Isya menolak dan menikah dengan Emir, ya sudah selesai mereka tidak memiliki hubungan masa lalu, jika kak Azzam menyukai Isya memang benar, tapi itu dulu."
Penjelasan panjang lebar Zu membuat Maryam menghela napas, jika Isya berada di Surabaya maka kesempatan bertemu dengan suaminya akan semakin sering, dan Zu kembali menitikkan air mata.
"Nangis lagi? Apa kak Azzam pernah bilang jika ia masih mencintai Isya?"
"Tidak mengatakan tapi sikapnya menunjukkan ke arah itu, aku yakin di hatinya masih ada kak Isya."
"Kamu yakin dengan apa yang kamu katakan May, bukan karena bawaan hamil lalu kamu jadi sensi gini?"
"Aku istrinya Kak, aku merasakan apa saja yang terjadi pada suamiku, insting istri jarang keliru."
"Lalu setelah kamu hamil kayak gini dia masih mengingat Isya? Nggak mungkin May, dia laki-laki yang pernah gagal berumah tangga, pernah terpuruk dan aku yakin dia tidak akan meruntuhkan rumah tangganya dengan perbuatannya sendiri."
"Tapi aku merasakan itu Kak, sebagai suami dia memang perhatian, memenuhi semua kewajibannya, tapi aku merasakan hambar hubungan kami, dia hanya sekadar bertanggung jawab sebagai seorang suami, tak pernah melibatkan perasaannya padaku." Zu menatap tak percaya pada wajah adiknya.
"Bahkan setelah hampir tujuh bulan kalian menikah masa Kak Azzam tidak bisa mesra, ingat May dia bukan tipe laki-laki mesra dan romantis, semua laki-laki Althaf kayaknya memang ditakdirkan begitu, Mas Azlan pun meski kadang bisa melucu tapi dia jaaarang bicara kalo nggak penting, aku akhirnya terbiasa."
Maryam menghela napas lagi, ia yakin kakaknya tidak akan begitu yakin penjelasannya, akhirnya Maryam berdiri dan pamit hendak sholat Dzuhur, Zu mengantar Maryam menuju ruang tamu, setelah meletakkan tas dan segala belanjaannya tadi, Zu melihat adiknya menuju mushola, Zu menggeleng pelan, bertanya-tanya sebenarnya ada apa antara adiknya dan kakak iparnya.
.
.
.
Azzam masuk ke kamarnya dan kaget saat tak lama kemudian baru mengetahui dari Bi Siti jika istrinya belum pulang. Sore hari ia memang sempat menerima pesan singkat dari istrinya jika istrinya berada di rumah kakaknya, tapi ia tak menyangka jika sampai pukul sembilan malam belum pulang, Azzam kembali menuju carport dengan baju yang sama yang ia kenakan sejak pagi, tak ada waktu untuk berganti pakaian, ia hanya heran saja tak biasanya istrinya seharian ke luar rumah.
.
.
.
Azzam menatap mata sembab istrinya yang duduk di samping Zu, meski berusaha ceria dan tertawa saat bercerita pada Zu dan Azlan bagaimana ia tahu awal-awal dirinya hamil karena mual berkepanjangan yang dikira penyakit maagnya kambuh, ada kesedihan di mata istrinya, ada apa? Sampai akhirnya pukul sebelas malam, Azzam mengajak Maryam pulang. Azzam melihat keengganan pada istrinya meski akhirnya mereka pamit.
Selama perjalan pulang, Azzam merasakan hal tak biasa lagi, istrinya diam sampai tiba di rumah megah mereka, masuk mendahuluinya dan segera tidur setelah berganti baju dan membersihkan dirinya di kamar mandi.
"Ada apa Dik? Mengapa sejak semalam kamu semakin diam, apa aku melakukan kesalahan?" tanya Azzam pelan, Maryam menatap suaminya yang duduk di kasur, di sampingnya yang sudah merebahkan badannya.
"Mas merasa melakukan apa sama aku?" Maryam balik bertanya dan Azzam bingung.
"Kan Dik Maryam sendiri yang nggak mau aku antar ke dokter?"
"Terlalu kekanakan jika itu alasannya, nggak ada apa-apa, kan aku sudah bilang perubahan sikapku karena aku ingin seperti kak Isya yang pendiam dan lembut, meski kecantikannya gak mungkin nyamain dia."
"Nggak usah jadi dia Dik, kamu sudah cantik dengan menjadi diri kamu sendiri."
"Tapi itu kan ternyata nggak cukup membuat Mas bisa mencintai aku?"
Azzam terdiam dan dia tak bisa menjawab.
"Benar kan? Perasaan Mas masih saja berputar di sekitar wanita itu? Mas nggak pernah benar-benar mau belajar menyukai aku, apalagi mencintai aku."
Maryam memunggungi suaminya, menarik selimut hingga ke dadanya. Azzam mengusap bahu Maryam, ada rasa bersalah pada istrinya mengingat pertemuannya tadi siang dengan Isya, Azzam hanya tak menyangka jika insting Maryam sangat peka, bagaimana mungkin dia merasakan jika ada sesuatu yang terjadi tadi siang hingga Maryam berubah sikap padanya.
"Dik, maafkan aku, aku akan berusaha menyukaimu sepenuh hati."
"Tak akan pernah berhasil selama di hati Mas masih ada nama wanita lain, sekuat apapun keinginan Mas untuk menyukai aku tapi jika hati Mas menarik Mas dengan kuat mendekati wanita itu maka keinginan hanyalah tinggal keinginan dan tak akan pernah berhasil, hanya saran saja, jika Mas ingin rumah tangga kita baik-baik saja maka jauhi wanita yang menjadi obsesi Mas, aku juga tidak kuat jika terus menerus berusaha menggapai agar Mas melihatku, karena aku hanya manusia biasa, yang jika lelah menggapai maka suatu saat aku akan mundur, mundur dari hidup Mas."
Azzam terhenyak, ia tak menyangka Maryam akan berkata seperti itu, karena selama ini ia melihat istrinya baik-baik saja.
"Apa kamu merasa menyesal kita dijodohkan Dik? Hingga terlontar kalimat seperti itu?"
Pertanyaan Azzam membuat Maryam berbalik, ia menatap wajah suaminya dari dekat.
"Bukan Mas yang menyesal kita dijodohkan? hingga tak pernah berusaha menempatkan namaku di sudut hati Mas, malah masih berpikir untuk meraih wanita lain yang jelas-jelas Mas tahu dia sudah punya suami?"
💖💖💖
11 Agustus 2020 (04.22)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top