💖1💖


Ada yang berubah pada diri Maryam sejak Azzam dan Maryam tiba kembali di tanah air setelah mereka menjalankan ibadah umrah bersama keluarga inti Althaf. Maryam menjadi lebih pendiam, biasanya ada saja yang dikomentari, Azzam yang terlalu cueklah, atau baju Azzam yang tidak cocok selaku pemilik perusahaan saat akan berangkat ke kantor, bahkan saat akan tidurpun tak lepas dari komentar Maryam jika Azzam memunggungi Maryam. Mau tak mau Azzam akan berbalik dan Maryam langsung memeluknya dan menyembunyikan kepalanya di dada Azzam. Biasanya Azzam akan tersenyum menghadapi tingkah Maryam yang aneh-aneh.

Azzam mau tidak mau menerima perjodohan dengan Maryam saat penyakit mamanya semakin parah, ia tak bisa menolak saat tangannya disatukan dengan tangan Maryam dipangkuan mamanya. Satu hal yang Azzam syukuri, ia masih bisa berbakti sebagai anak yang tahu berterima kasih pada orang tuanya, karena tak lama setelah pernikahannya berlangsung, beberapa minggu kemudian mamanya meninggal dunia. Rencana umroh bersama tetap dilaksanakan meski tanpa mamanya sebagai bentuk penghormatan terhadap keinginan mamanya.

Hanya yang mengusik hati Azzam adalah pertemuannya kembali dengan Isya menyisakan sesak di dadanya. Ia tak bisa memungkiri jika di palung hatinya yang paling dalam, denting itu bergetar tak karuan saat melihat wanita lembut itu lagi. Azzam sadar jika cinta Isya hanya untuk laki-laki lain yang ia dengar telah menjadi suaminya. Azzam berusaha merelakan hal itu namun entah mengapa rasa pedih menjalar saat ingatannya kembali pada saat ia memberikan cincin itu, cincin yang ia niatkan hanya untuk Isya. Ada kelegaan Azzam sudah menyampaikan cincin itu dan tak berharap cincin itu lepas dari pemiliknya. Setidaknya ada kenang-kenangan yang melekat pada Isya dari dirinya.

.
.
.

Pagi ini seperti biasa, semuanya telah disiapkan oleh Maryam, baju yang akan ia pakai ke kantor, bahkan setelah sholat subuh tanpa diminta segelas coklat hangat sudah siap di meja makan saat Azzam melangkah dari mushola. Di rumah mereka ada dua orang pembantu yang membantu Maryam memasak, mencuci dan membersihkan rumah, tapi yang Azzam lihat Maryam lebih sering turun langsung ke dapur untuk memastikan semuanya sempurna.

Sebagai seorang istri Maryam adalah istri terbaik, semua pekerjaan seorang istri dikuasai dengan baik oleh Maryam. Juga wajahnya yang manis serta pembawaannya yang ramah selalu saja menyenangkan bagi semua orang.

Azzam pernah gagal berumah tangga. Ia pernah menikah dengan orang yang sangat ia cintai. Hubungan selama lima tahun ternyata tak menjamin rumah tangga mereka baik-baik saja, mereka hanya bertahan tak lebih dari setahun, semua berawal saat Sefrin, istrinya semakin sibuk dan tenggelam dalam pekerjaannya. Rumah tangga ternyata tak semanis impian mereka saat lima tahun berpacaran. Kesibukan ditambah komunikasi yang buruk membuat dirinya dan Sefrin semakin jauh, hingga Azzam harus rela saat melihat Sefrin lebih nyaman dekat dengan bosnya, laki-laki yang selalu berada di dekatnya, itu yang Sefrin katakan padanya. Saat akhirnya perceraian terjadi, tak ada yang disesali oleh Azzam karena ia harus sadar jika dirinya bukan suami yang baik bagi Sefrin. Azzam sebagai anak tertua merasa wajib menjaga perusahaan milik keluarga agar tetap berdiri tegak, hingga kesibukan yang tiada henti menjauhkannya dari hubungan manis dalam rumah tangganya.

Saat ia dijodohkan dengan Maryam sebenarnya hatinya telah tertambat pada Isya, gadis manis teman adik iparnya, Zulaikha, istri adiknya yang bernama Azlan. Namun ternyata hati Isya telah tertambat pada seseorang dan tak mungkin lagi ia gapai. Sakit hatinya serta remuk yang ia alami sedikit terhibur oleh tingkah tak jelas Maryam. Wanita yang hampir setiap saat berbunyi tanpa ia minta. Semua hal tak penting dikomentari. Awalnya ia cukup terganggu tapi lama kelamaan ia terbiasa, bahkan bisa mengobati rasa bosan, saat pulang dari kantor ia sudah disambut oleh suara nyaring Maryam yang menyambutnya di ruang tamu, meraih tas yang ia bawa dan berjinjit mencium pipi dan bibirnya.

Biasanya Azzam hanya menarik sedikit bibirnya dan Maryam pasti memintanya tersenyum lebih lebar lagi, awalnya Azzam merasa risih tapi lama kelamaan ia terbiasa dengan tingkah tak jelas Maryam.

Namun entah mengapa kali ini Azzam justru terganggu dengan tingkah tak biasa Maryam, menjadi lebih pendiam, dan jika ditanya selalu mengatakan baik-baik saja.

.
.
.

"Dik, aku ke kantor ya? Kapan kita periksa kandunganmu lagi? Aku antar, jangan pergi sendiri lagi," ujar Azzam pada Maryam saat ia sudah berdiri di depan pintu, Maryam meraih tangan Azzam dan mencium punggung tangan suaminya.

"Sebisanya Mas aja, lagian kalo Mas sibuk aku bisa sendiri kok," sahut Maryam pelan dan Azzam menggeleng.

"Nggak, tetap akan Mas antar, sesibuk apapun aku akan antar, bilang kapan jadi aku bisa luangkan waktu untuk mengantarmu, aku berangkat."

Azzam mencium kening Maryam dan melangkah meninggalkan rumah yang baru ia tempati sejak berumah tangga dengan Maryam, sedang Azlan dan Zulaikha tetap tinggal di rumah orang tuanya karena rasanya tak mungkin meninggalkan papa mereka seorang diri.

Setelah mobil Azzam hilang dari pandangan matanya, Maryam melangkah menuju ruang kerja suaminya. Membuka pintunya perlahan dan merapikan meja kerja suaminya. Mengatur buku-buku yang dibaca suaminya semalam dan mengembalikan ke lemari yang lebih mirip perpustakaan kecil di ruang kerja suaminya.

Saat menata beberapa buku secara tak sengaja Maryam menyentuh sebuah buku yang tidak pada tempatnya, tersembunyi diantara jejeran buku yang rapi, ia ambil dan menatap agenda kecil bersampul coklat tua. Perlahan ia buka, bukan bermaksud lancang tapi aneh rasanya ada agenda yang disembunyikan di belakang buku-buku bacaan milik suaminya yang tertata rapi.

Di dalamnya berisi puisi-puisi dan oretan-oretan kalimat, ada yang hanya sebaris, dua baris kalimat. Maryam membaca mencoba membaca sebuah puisi yang tertulis di agenda itu. Secara awam Maryam hanya merasakan bahwa puisi itu mencurahkan perasaan kehilangan teramat sangat, entah ditujukan pada siapa yang jelas di akhir puisi itu ada sebaris kalimat yang mengingatkan Maryam pada Isya,  karena kalimat itu berbunyi untukmu gadis lembut yang telah menawan hati, namun tak mampu aku miliki.

Maryam menghela napas, terlalu berat jika ia bersaing dengan Isya, ia tak mungkin menjadi wanita pendiam dan lembut, entah mengapa ia tak sama dengan Zulaikha, kakaknya yang selalu bisa menahan diri untuk tidak selalu menggerakkan bibirnya. Namun Maryam bertekad ia harus bisa seperti Isya, mencoba berbicara seperlunya, melembutkan gerakannya, dan tersenyum tak terlalu lebar.
.
.
.

Pulang kantor Azzam kembali merasakan keanehan, Maryam biasanya langsung memeluknya, dan mengambil tasnya untuk diletakkan di ruang kerjanya. Kali ini Maryam hanya meraih tangannya, lalu mencium punggung tangannya dan berjalan di samping suaminya tanpa berbicara sepatah katapun.

Saat makan malam pun Maryam hanya mengambilkan nasi ke piring suaminya dan menawarkan beberapa lauk, lalu kembali duduk berdampingan tanpa bersuara.

"Kamu nggak papa kan?" tanya Azzam penuh tanya.

"Mas kok tanya lagi sih, aku sehat, gak papa," sahut Maryam.

"Aku sudah mulai terbiasa dengan celotehmu, ramainya suaramu sudah aku hapal betul, sekarang jadi kayak gini terasa aneh," ujar Azzam lagi sambil menikmati makan malamnya.

"Mas nyesel nggak dijodohkan sama aku?" pertanyaan Maryam membuat Azzam menghentikan suapannya dan menoleh pada istrinya.

"Mengapa bertanya kayak gitu?"

"Tanya aja, kan kita dijodohkan, aku nggak tau kan kalo Mas punya pacar apa nggak saat itu, kalo aku memang gak boleh pacaran sama Bapak, sama kayak kakakku, Kak Zu, jadi pas kita dijodohkan ya aku iya aja, apa lagi Mas Azzam ganteng, yaudah iya aja, kalo Mas pasti terpaksa iya kan?"

"Nggak usah tanya macem-macem, yang jelas kamu sudah hamil anak kita, mengapa masih tanya terpaksa ato tidak, sudah nggak pada tempatnya kalo itu dibahas sekarang,"  sahut Azzam.

"Tapi Mas gak pernah menatap aku, kayak Mas menatap Kak Isya."

Azzam tersedak dan meraih gelas yang ada di depannya.

💖💖💖

8 Agustus 2020 (15.20)

Maaf kalo lebih banyak narasi, di part awal ini aku sekadar memberikan gambaran bagaimana keduanya bersatu sebagai suami istri jadi bagi mereka yang gak baca  Wo Ai Ni, Dek Ulay dan Pura-pura Bahagia masih bisa mengikuti cerita ini. Sebagai perkenalan ini cast si Azzam dan Maryam. Thanks deanakhmad yang udah bikin castnya jadi keren ...

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top