Bab 4 Diperhatikan lalu Diabaikan

Kana melihat jam dinding sudah menunjukkan pukul enam. Dia dengan tertatih berjalan ke dapur untuk memasak makan malam mereka nantinya. Melihat suaminya makan dengan lahap, dia yakin masakannya sesuai dengan lidah Alby yang terlalu pemilih. Dia tahu Alby mungkin saja tidak menyentuh masakannya, tapi sebagai istri yang baik, dia berusaha menyajikan kalau-kalau suaminya kelaparan. 

Jam terus bergulir hingga pukul delapan malam Alby belum juga kembali. Apa dunia luar sebegitu menariknya sehingga Alby begitu betah berada di sana. Kana menghela napas pelan karena makanan mulai dingin, padahal dia sudah menyiapkan hati bahwa ini yang akan terjadi. Namun, rasanya tetap saja sakit karena dia sudah berusaha menjadi istri untuk Alby. 

“Lama banget pulangnya, makanannya jadi dingin.” Desahnya lesu sambil berpangku tangan di atas meja makan. “Aku jadi ngantuk menunggumu nggak pulang-pulang, udah kayak Bang Toyip aja.” 

Kana masih menunggu suaminya di meja makan hingga pukul sepuluh malam. Dia sekarang mulai mengantuk dan sudah menguap beberapa kali. Matanya terus melirik jam dinding hingga rasa lelah dan kantuk melebur jadi satu dan menyerang Kana. Wanita itu tertidur dengan posisi duduk, berbantalkan kedua tangannya. 

Di belahan tempat lainnya, Alby masih berada di tempat tongkrongannya bersama teman dekat. Sebuah Cafe milik salah satu sahabatnya juga yang bernama Dito. Jadi mereka bebas berada di sana hingga pukul berapa pun. Di sana tidak hanya ada mereka saja, beberapa wanita tampak mencuri pandang ke arah Alby membuatnya risih. Alby bukan tipe pria hidung belang atau keganjenan. 

“Dia terus ngeliatin elo dari tadi, Van. Lumayan cantik juga tuh cewek,” ujar salah satu temannya bernama Dito.  

Van adalah nama panggilan Alby yang diambil dari nama tengahnya, yakni Kaivan. 

“Bukan tipeku,” ucapnya singkat dna terlihat tidak berminat sama sekali. 

“Dit, lo lupa ye, dia kan udah punya bini, jelas yang halal lebih menggoda lah.” Terang Antoni sebagai sahabat Alby yang lebih tua bersuara. 

“Lah, iya juga, gimana Van sama malam pertamanya? Lancar dong bobol perawan,” Tanya Niko selaku duta yang paling vulgar di antara mereka berempat. 

Mereka bertiga sontak penasaran dengan jawaban Alby. Melihat wajah Alby yang tidak begitu ceria membicarakan malam pertama, Niko yakin seribu persen kalau sahabatnya belum melakukannya. 

“Gila ya lo bisa nahan, bah kalau gue jadi elo udah lama kena sikat tuh bini.” Oceh Niko dengan semangat membara. Membayangkannya saja membuat seluruh darah Niko mendidih, mendadak ia ingin memiliki seorang istri. 

“Aku juga maunya begitu, tapi aku menikahi dia bukan karena cinta. Aku terpaksa.” terang Alby datar. 

“Terus karena terpaksa lo kagak mau gitu-gituan?” Tanya Antoni tidak habis pikir. 

“Liat dia aja aku ilfil, gimana mau menggauli dia.” Desahnya kesal karena mereka berdua memberondonginya dengan berbagai pertanyaan. 

“Gilak, jujur gue jadi penasaran ama istri lo, Van. Kenalin dong kok bisa-bisanya lo ilfil tapi ngejadiin dia sebagai istri lo.” Sambung Dito yang ikutan bersuara. 

“Kapan-kapan aku kenalin.” 

Alby tahu ketiga sahabatnya kalau sudah ingin tahu mereka akan melakukan berbagai cara agar rasa penasarannya terobati. Jadi untuk jaga aman, Alby menjawab begitu, dia sangat malas kalau sudah dorecoki oleh mereka bertiga. 

“Oke janji ya, awas aja kalau nggak ditepati, gue bakalan teror tiap hari ni.” Ancam Niko yang langsung disetujui oelh kedua sahabatnya. 

“Hm,” hanya itu jawaban dari Alby. 

Alby melihat jam sudah menunjukkan pukul setengah dua belas malam. Dia kaget dan segera berpamitan. “Aku pulang duluan ya.”

“Udah kangen sama bini ya.” Ejek Niko cengengesan. 

“Nikah sana biar nggak penasaran terus.” Decak Alby dan segera menghilang dari hadapan sahabatnya.

Alby mengendarai mobil Fortuner nya dengan selamat. Setelah memarkirkan dengan benar Alby segera masuk ke rumah dan mendapati ruang tamu sudah gelap. Jujur Alby mengernyit heran karena biasanya Kana menunggunya di sofa sampai ia pulang. Tapi kali ini sosoknya tidak terlihat sama sekali. 

“Apa dia sudah tidur?” tanyanya pada diri sendiri. 

Alby segera menuju kamar, dia tertegun karena mendapati ranjang yang masih kosong. “Kemana dia? Apa di kamar mandi?” tanyanya lagi. 

Alby menggeleng, “Kenapa juga aku peduli.” 

Dia segera merebahkan diri, tapi bukannya tidur dia masih kepikiran dengan Kana. Kemana istri mungilnya itu sekarang. Apa Kana merajuk dan pergi dari apartemennya. Alby lagi-lagi menggeleng karena pikirannya yang terlalu jauh. Dia meraih gelas yang biasa selalu penuh dengan air karena Alby yang rutin minum menjelang tidur. 

Dia melengos menuju dapur, matanya kaget melihat tubuh Kana yang tertidur di meja makan. “Astaga ternyata dia di sini. Kenapa dia hobi sekali membuat orang jantungan.” Decaknya. 

Mata Alby melihat ada makanan baru di meja makan. “Apa dia memasak semua ini dengan kondisi kaki terluka? Benar-benar merepotkan.”

Alby berjalan menuju tempat Kana berada lalu membopong tubuh istrinya menuju kamar. Setelah Kana berada dalam posisi tidur nyenyak, Alby memeriksa perban di kaki Kana. Di sana terlihat ada bercak darah. Alby yakin itu semua karena Kana yang berjalan menuju dapur atau memaksakan aktivitas pada tumit kakinya. Alby dengan pelan membuka perban tersebut dan membersihkannya. Sayup-sayup ringisan Kana terdengar. 

“Sssttttt,” tanpa sadar Alby mengeluarkan kata itu. 

Setelah selesai mengganti perban Kana, Alby membersihkan bekas perban dan beberapa potong kapas lalu membuang nya ke tempat sampah. Alby ikut tertidur disamping Kana tentu saja masih menggunakan pembatas. Sebelum tidur Alby sempat menatap wajah Kana. 

“Kamu dibilang cantik enggak terlalu, dibilang jelek juga enggak terlalu, mungkinkah karena itu aku tidak tertarik kepadamu.” 

Alby menutup matanya dan berbalik memunggungi Kana. Anehnya malam itu Alby tidak mengantuk sama sekali. Wajah tidur Kana terbayang-bayangan dalam benaknya. Padahal biasanya tidak pernah, bahkan Kana pernah memakai lingerie super tipis dan seksi tapi dia merasa biasa saja. 

“Ada apa denganku?” Alby kebingungan sendiri dengan isi pikirannya. 

Aish.” 

Alby mendesah kesal, dia membalikkan badan dan melihat Kana dengan lebih sesama lagi. Kepalanya menggeleng heran melihat wajah biasa istrinya yang mengusik kepala dan pikirannya. Matanya menelusuri dada yang tidak begitu besar, lalu turun ke bawah. Alby mendesah lagi karena dari banyaknya bagian tubuh Kana hanya wajah wanita itu yang menarik pikirannya. 

“Ada apa denganku? Apa aku sudah gila?” 

Alby menelentangkan tubuh, menarik selimut lalu menutupi kepalanya. Dia berusaha untuk tertidur dan membayangkan beberapa hal yang menurutnya menarik untuk dibayangkan. Namun, tetap saja wajah Kana yang melintas, Alby lekas bangun dan mengacak rambutnya frustrasi. 

“Ini gila, sungguh gila.” 

Malam itu untuk pertama kalinya Alby tidak bisa tidur karena gangguan dari wajah biasanya Kana. Benar-benar malam yang sangat berat baginya.

☆☆☆☆☆

Miss bener-bener senang banget sama hantu sias kalian dengan cerita ini. Sekali lagi Miss mohon dukungannya supaya Miss tetep semangat menulisnya. Jujur Miss sudah lama tidak menulis hehehehe, sempat vakum pasca melahirkan.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top