Bab 3 Secuil Perhatian
Kana bangun sambil menguap lebar tepat dihadapan Alby yang menatapnya dengan datar. Sontak Kana segera menutupi mulut dengan kedua tangannya dan merapikan rambutnya yang sedikit acak-acakan. Dia melihat jam dinding dan kaget karena jam makan suaminya terlewat.
"Kakak tunggu di sini, aku akan memanas kan lauknya." Kana segera bergegas, tapi langkahnya terhenti oleh ucapan suaminya.
"Tidak perlu, aku akan makan di luar."
"Tapi aku sudah masak, Kak."
Alby langsung menatap tajam kedua netra Kana karena kembali mendebatnya. Kana sontak tertunduk lesu dan berjalan meninggalkan Alby di ruang tamu. Dia menatap nanar hasil masakannya yang sudah dingin di meja makan. Dengan tangan sedikit gemetar, dia mengemasi dan sesekali menghela napas untuk menghalau sesak di hatinya. Apa susahnya menghargai masakannya, toh dia tidak begitu buruk dalam mengolah makanan.
"Sabar Kana, mencintai pria idaman wanita memang tidak pernah mudah apalagi kamu bukan tipenya." Bisik Kana menenangkan hatinya yang gundah. Dia segera memindahkan wadah kaca yang dia jadikan sebagai tempat ikan sambal ijo cabe iris.
"Siapa yang mencintai siapa?"
Alby bertanya datar dari arah belakang. Kana kaget dan tanpa sadar melepaskan pegangan nya pada cawan tersebut hingga jatuh berserakan di lantai. Kana yang panik dan takut dimarahin segera membersihkan pecahannya. Dan cerobohnya dia yang tidak melihat ada pecahan lain yang mencar di belakang kakinya, alhasil menancap di kaki mungilnya.
"Awwww." Ringisnya kesakitan dan darah segar mengalir dari tumitnya yang terluka.
"Dasar ceroboh." Cecar Alby dan segera pergi dari sana.
Kana yang merasakan kakinya begitu sakit dan berdenyut nyeri segera duduk di kursi. Dia hendak mencabut kaca yang berukuran tidak begitu besar. Tangannya gemetar dan air mata mengalir dengan deras. Sakit yang dia rasakan double. Mungkin hatinya jauh lebih sakit daripada lukanya. Suami macam apa yang meninggalkan istrinya yang sedang terluka. Kana benar-benar mengutuk Alby habis-habisan.
Lalu tangan kekar meraih pergelangan kakinya, dia bersimpuh di lantai sambil membawa kotak p3k. Dengan telaten Alby segera mengobati luka istrinya, hal pertama yang dia lakukan adalah mencabut pecahan kaca, sebelum itu dia melihat goresan lukanya tidak begitu dalam jadi tidak akan bermasalah jika dicabut.
"Kalau sakit teriak saja, jangan ditahan."
"Maaf," Bisik Kana yang masih menangis.
"Makanya jangan soudzon sama orang lain." Balasnya datar sambil mencabut pecahan kaca.
"Nggak lagi."
Alby mengambil betadin dan mengoleskan ke kapas. Dia membersihkan darah dan luka di kaki Kana agar tidak infeksi. Setelahnya Alby membalut kaki istrinya dengan kain perban. Meski ekspresinya begitu datar, perasaan Kana sudah sangat senang. Dia merasa diperhatikan sebagai istri dan menyesal karena sudah mengutuk Alby habis-habisan.
"Terima kasih, Kak." Ucapnya dengan tulus.
Alby tidak menjawabnya. Dia segera menggendong tubuh Kana ke kamar dan membaringkannya di sana. Sungguh jantung Kana berdetak menggila Sampai-sampai Alby bisa merasakannya dan tersenyum tipis, sangat tipis.
"Kamu belum makan kan, tunggu di sini aku akan mengambilnya."
Setelah kepergian Alby Kana tersenyum dan bersorak gembira. Dia menatap kakinya yang diperbanyak dengan rapi sambil berterima kasih. Mungkin dia tidak akan pernah diperhatikan seperti ini jika tidak mengalami hal ini. Jika seperti ini dia rela terluka setiap hari asal mendapatkan perhatian dari suaminya.
Di luar prediksi BMKG, Alby memanaskan masakan yang dibuat oleh Kana. Dia mencicipi sekilas dan matanya membulat sempurna.
"Enak juga dia masak."
Alby mengurungkan niatnya untuk makan di luar hari ini. Dia membawa dua nampan ke dalam kamar. Satu untuknya dan satu lagi untuk Kana. Dia juga malas jika harus bolak balik kamar ke dapur jadi sekalian saja makan bersama Kana.
Kana melihat kedatangan laby membawa dua nampan besar. Kening nya berkerut, apa suaminya berencana membuatnya makan dua piring sekaligus, pikirnya. Dia segera bersandar ke kepala ranjang. Dia menatap liar wajah suaminya yang begitu tampan dan berkarisma, padahal sedang membawa nampan.
"Jangan melihatku seperti kamu akan menerkamku."
Kana tersenyum malu karena Alby yang memergokinya. Dia berdehem sebentar untuk menetralkan suara dan detak jantungnya. Wajah datar suaminya saja bisa membuat Kana jantungan, bagaimana jika suaminya berubah menjadi suami romantis, bisa-bisa dia memiliki penyakit gula.
"Mau disuapi."
Kana menggeleng lalu menganguk antusias. Alby mendesah kesal.
"Iya atau tidak?"
Kana melihat piring satu lagi yang ada di nampan dan bertanya. "Itu untuk siapa?"
"Untukku."
"Katanya mau makan diluar." Cicit Kana sedikit meringis karena kakinya tiba-tiba berdenyut nyeri. Mungkin akibat kebanyakan bacot apa ya.
"Bawel, makan sendiri. Aku juga lapar."
Kana menerima piring yang diberikan Alby kepadanya. Alby juga mengambil piringnya dan keduanya segera makan berdua. Tapi nggak romantis ya karena nggak ada adegan suap-suapan.
Kana mencuri pandang ke arah Alby yang makan dengan lahap. Betapa beruntung butiran nasi yang disantap oleh Alby. Dia juga sangat ingin menjadi butiran nasi itu, masuk ke perut Alby dan bersemayam di sana, sungguh Kana sangat ingin menjadi nasi sekarang.
"Kenapa tidak makan." Tegur Alby karena sejak tadi istrinya hanya melihatnya dan meneguk ludah. "Apa kamu bisa kenyang hanya dengan melihatmu makan?"
Jelas kalimat itu terdengar sarkastik jika Alby yang mengucapkannya. Kana segera makan dan mengunyah makanannya dengan susah payah karena Alby sejak tadi selalu memandanginya. Apa dia mau balas dendam karena Kana sejak tadi memperhatikannya makan. Tapi ini sangat tidak adil karena Alby bahkan tidak terpengaruh. Sedangkan Kana sangat gugup setengah mati sekarang.
"Ja ... jangan menatapku seperti itu." Cicit Kana yang makin kesusahan mengunyah makanannya.
Alby berdecak kesal dan merebut piring yang ada di tangan Kana. Dia menatap tajam manik kecokelatan itu. "Buka." Perintahnya.
"Apanya?" Tanya Kana bingung, otaknya seperti membeku akibat Alby yang menatapnya dengan garang.
"Mulut, ada mulut lain?" tanyanya sarkas membuat pipi Kana seketika merona. Tentu saja ada pikiran nakalnya seketika bangkit. Kana memukul kepalanya kecil dan membuka mulut sebelum Alby kembali mengomelinya.
"Aku sudah kenyang," ucapnya padahal yang ia makan baru beberapa suap saja.
Alby tidak ambil pusing dengan drama Kana. Dia bangkit dari ranjang dan mengantar nampan ke dapur. Selesai dengan itu dia kembali ke kamar dan mengambil jaketnya dan pergi dari sana tanpa berpamitan. Lagi-lagi wajah tampannya dihiasi ekspresi datar seperti biasanya. Kana mau bertanya tapi belum sempat mengutarakannya sosok Alby sudah hilang dibalik pintu.
"Punya suami tampan gini banget ya Allah, kayak nggak ikhlas wajahnya diliatin sama cewek gatal di luar sana."
Kana menggeleng dan menepuk kepalanya, apa yang barusan dia pikirkan. Padahal ia sendiri tidak dianggap oleh Alby. Kana tersenyum miris.
"Nasib istri nggak dianggap ya begini, dibaperin, dicuekin, ditinggalin."
☆☆☆☆☆
Seperti biasa Miss sangat butuh suport kalian semuanya. Tolong temani miss ya yorobun. Tengkyu 😘😘😘😘
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top