Bab 2 Perjuangan Dimulai
Alby adalah sosok pria idaman sejuta umat. Wajahnya tampan, kulitnya agak kecokelatan dengan sorot mata yang begitu tajam dengan bulu mata lebat. Alisnya bersusun rapi dan hidungnya juga mancung, bentuk wajahnya yang proporsional. Siapa saja bisa jatuh hati kepadanya. Namun, kepribadian yang dingin membuat hatinya tidak mudah dimasuki oleh sembarang wanita. Misalnya Kana, meski sudah menjabat sebagai istrinya, tetap saja status Kana masih asing dalam hati Alby.
“Kak, kenapa pulangnya malam terus?” Tanya Kana saat dia membuka pintu pukul sepuluh.
“Banyak pekerjaan,” jawab Alby singkat.
“Terus kapan kita bisa berduaan kalau Kak Alby sibuk terus. Aku juga takut sendirian di apartemen sebesar ini.” Rengeknya berharap Alby akan mengerti.
Mereka sudah pindah ke apartemen Alby sejak dua hari yang lalu. Meski drama keindahan mereka amat sangat panjang. Namun, Alby berhasil melalui nya dan membopong Kana dan di sinilah mereka berdua tinggal. Setiap hari juga Kana ditinggal dari pagi sampai malam. Kana yang berharap akan disentuh, mulai merasa resah, bagaimana kalau mertuanya meminta cucu secepatnya.
“Apa dipikiranmu hanya ada itu?” Tanya Alby sinis, dia memandangi Kana dari ujung kaki hingga ujung rambut, kemudian menggeleng tanpa minat. “Melihat pakaianmu saja aku tidak nafsu.”
Ucapan Alby tentu saja membuat hati Kana cukup terluka. Dia memamerkan lekuk tubuh hingga memamerkan pakaian tipis tanpa bahan juga untuk suaminya. Tapi yang dilakukan Alby kepadanya hanya mencibir dan menatap dengan hina. Salah Kana di mananya sehingga snag suami harus melakukan hal sedemikian. Baru saja akan membalas ucapan sang suami, Alby sudah lebih dulu pergi dari hadapannya.
“Kenapa menikahiku kalau hanya untuk dijadikan pajangan, Kak.” Lirihnya dan mengikuti langkah Alby menuju kamarnya.
Tanpa banyak bertanya, Kana segera berbaring membelakangi Alby. Dalam diam dia menangis tanpa suara. Tentu saja dengan suasana temaram karena setiap malam mereka tidur hanya dengan cahaya lampu tidur. Kana mengusap dadanya yang sesekali terasa sesak. Lagi-lagi dia menyemangati hatinya meski sedang dalam keadaan terluka. Sedangkan Alby tidak pernah ambil pusing dan langsung tidur dengan membentengi tubuhnya menggunakan sepotong guling.
‘Lima tahun aku mencintai kamu, Kak. Tapi selama itu juga aku belum bisa menyentuh hatimu. Bahkan saat aku sudah menjadi istrimu, kita bagaikan orang asing yang hanya numpang hidup seatap.’ Hatinya bermonolog sedih.
Impian Kana sederhana, bisa menikah dengan Alby lalu mereka hidup bahagia. Impiannya memang terwujud, tapi dalam bentuk kebalikan dari impiannya. Saat tahu Alby melamarnya hati Kana sangat bahagia, dia sampai bersedekah kepada beberapa anak yatim karena saking bahagianya. Namun, jalan Tuhan berbeda, mungkin ini jalan yang harus dia tempuh atau malah sebaliknya. Waktu yang akan membuatnya berjuang atau memilih menyerah. Kana mengusap air mata yang terus tumpah, sesekali tangannya menyeka ingus yang juga ikut keluar menemani buliran bening itu.
Pagi pun menjelang, Kana sudah berkutat di dapur untuk menyiapkan sarapan mereka. Sedangkan Alby masih tertidur pulas mengingat hari ini Minggu, waktunya dia berleha-leha di rumah. Kana ingin sekali mengajak suaminya ke mall untuk sekadar jalan-jalan baisa. Dia suntuk berada di apartemen saja. Dia ingin mencari suasana baru untuk mengobati hatinya.
“Kak, nanti temani aku nge-mall ya.” Pinta Kana dengan wajah ceria.
“Tidak bisa, hari ini aku malas kemana-mana.”
“Kak, aku bosan di rumah terus.” Rengeknya manja.
“Kamu ngerti nggak sama ucapanku?” Tanya Alby kesal, dia bangun dari meja makan dan langsung masuk ke kamar.
Untuk kesekian kalinya, Kana hanya mengusap dadanya. Tanpa sadar air mata lagi-lagi jatuh membasahi wajah ayunya. Padahal Kana hanya ingin menghabiskan waktu berdua bersama Alby mumpung suaminya lagi tidak bekerja. Tapi hanya untuk mengabulkan keinginan sederhananya saja Alby enggan. Bagaimana caranya Kana bisa meluluhkan suaminya kalau begini terus sikap Alby kepadanya. Selalu saja penolakan demi penolakan yang ia terima semenjak mereka menikah.
“Kenapa susah sekali untukmu membuka hati, Kak.” Bisik Kana sambil mengusap air mata yang terus mengalir, dia sudah terlihat sangat cengeng dengan penampakan tersebut.
Di dalam kamar, Alby menatap kosong poto pernikahannya yang menggantung indah tepat di atas kepala ranjang mereka. Ekspresi Kana sangat berbeda jauh dengannya yang menatap datar sang pengabadi momen pernikahannya dengan Kana. Tidak ada sedikit pun rasa bahagia menyelinap ke dalam hati Alby. Setiap melihat Kana memakai pakaian minus bahan, dia selalu jijik. Dia juga tidak pernah tertarik dengan Kana, mungkin jika istrinya tampil tanpa sehelai benang sekali pun Alby tidak akan bernafsu.
Bukan tanpa alasan Alby menikahi Kana. Semua bermula dari tuduhan keluarganya yang menganggap dirinya seorang homo seksual karena tidak pernah berkenan dengan wanita. Entah kenapa juga Alby kepikiran menikahi Kana yang notabenenya tidak dia cintai sama sekali. Bahkan interaksi mereka juga bisa dihitung jari.
“Val, seandainya kamu masih bersamaku, apa aku akan seperti ini?” tanyanya sambil menerawang jauh.
Ingatannya melayang pada sosok wanita dewasa yang selalu bisa memahaminya. Wanita yang selalu bisa menjadi rumah ternyaman nya saat hati dan pikirannya kusut. Wanita yang selalu memperlakukannya dengan lemah lembut. Wanita mandiri yang berhasil menguasai hati dan cintanya sampai tidak ada lagi tempat untuk wanita lain. Hingga tragedi menyakitkan itu menimpanya. Valerie hilang entah kemana hingga sekarang.
“Val, sebenarnya kamu ada di mana? Kenapa meninggalkanku tanpa berpamitan. Lihat sekarang aku terjebak dengan wanita yang tidak aku cintai.” Lirihnya.
Kana membersihkan ruan demi ruangan untuk menghalau perasaannya yang sedang melow. Mungkin dengan dia lelah bisa melupakan kesedihannya. Dia melakukan aktivitasnya hingga pukul setengah dua belas siang. Dia menunggu suaminya keluar barang kali haus, nyatanya pria itu tetap berada di kamar. Kana menuju ke dapur dan segera memasak beberapa lauk untuk makan siang mereka nanti. Selesai dengan itu dia berjalan lunglai ke sofa ruang tamu lalu merebahkan tubuhnya yang terasa remuk.
“Sendirian capek, beberes rumah juga capek, dikacangin juga capek, dihina apalagi capeknya makin double.” Desah Kana dan matanya perlahan menutup sempurna. Kana tertidur di sofa dengan gaya ala kadarnya.
Alby melihat jam sudah pukul satu siang. Dia keluar dari kamar dan tidak mendapati siapa pun di sana. “Apa dia pergi sendiri? Berani juga pergi tanpa izin.”
Dari arah dapur, Alby mencium aroma makanan yang memanggilnya untuk segera dicicipi. Dengan langkah cepat dia menuju ke sana. Namun, langkahnya terkejut saat bola matanya bertemu pandang dengan Kana yang tidur dengan gaya urakan, kaki dan tangan terpisah bagai Sabang dan Merauke. Tidak enak untuk dipandang oleh mata Alby yang menyukai wanita anggun.
“Astaga, kenapa aku bisa menikahi wanita seperti ini ya Tuhan.” Keluhnya sambil mengurut dada. Jujur saja dia kaget beberapa saat yang lalu.
****
Gais jangan lupa dukung cerita Miss dengan cara vote dan komen ya, apa pun bentuk komenan kalian Miss nggak masalah asal nggak mengandung ujaran kebencian yakkkk. Ingat Miss juga mentalnya rasa kerupuk sate, mudah remuk 🤣🤣🤣🤣
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top