Bab 1 Malam Pertama
"Saya terima nikahnya Kana Marieline Zafia binti Fadlan dengan mahar dua puluh gram emas dibayar tunai."
Suara lantang menggema di telinga Kana, rasa haru dan bahagia menyeruak dalam hati Kana sehingga tanpa sadar dia menangis. Dia melihat pria yang kini sudah menjadi suaminya dengan senyum lebar. Menyalami tangan kekar yang dulu selalu dia impikan dan kini sudah halal untuk dia sentuh. Membayangkan malam pertama mereka membuat wajah Kana bersemu merah.
"Sekarang cium kening istrimu." Perintah ibu dari mempelai.
Alby menatap sekilas wajah wanita yang kini sudah bergelar sebagai istrinya. Dia kemudian mendaratkan bibirnya di kening Kana dan mengecupnya asal. Orang-orang di sana mengira hal itu terjadi lantaran Alby yang masih malu atau canggung, padahal kenyataannya dia yang enggan menyentuh istrinya. Mereka memang menikah, tapi bukan karena cinta melainkan karena Alby yang muak dituduh homo oleh saudaranya karena tidak pernah berkencan.
Malam pun tiba, momen yang sangat ditunggu-tunggu sepasang mempelai akan segera datang. Kana misalnya, dia sudah mempersiapkan diri untuk malam pertama mereka. Jantungnya berdegup kencang menunggu Alby yang masih berada di kamar mandi. Kana bahkan sudah menyiapkan pakaian seksi untuk menyambut sang suami di malam pertama mereka. Badannya disemprot dengan wewangian dia tidak mau sedikit pun ada bau tidak sedap tercium dari tubuhnya.
Kana menunggu kedatangan suaminya di atas ranjang. Saat mendengar suara pintu kamar mandi terbuka, Kana segera mengatur posisinya semenarik mungkin. Tentu saja untuk menggoda suaminya, bukankah laki-laki tidak bisa menolak wanita seksi dihadapannya. Kana tersenyum menggoda saat melihat sosok yang ditunggu sudah berada dihadapannya dengan tatapan dingin.
"Kak Al ...." Sapa Kana sambil tersenyum malu-malu. Sesekali dia mencuri pandang pada tubuh berorot, tangan kekar dengan dada bidang dan perut sixpack suaminya semakin membuat Kana panas dingin membayangkan tubuh itu menggelitiknya.
"Aku akan tidur di sofa." Tukas Alby begitu selesai memakai pakaiannya. Dia bahkan tidak memandangi tubuh seksi istrinya.
"Kak, tunggu, kalau Kakak tidur di sofa, lalu bagaimana kita bisa melakukannya?"
"Aku lelah, tubuhku butuh istirahat!" Alby berucap dingin.
"Tapi aku sudah bersiap," cicit Kana dengan tatapan mengiba.
"Itu masalahmu, sudah jangan mendebatku!"
Alby langsung tidur dengan nyenyak meninggalkan Kana yang tampak menyedihkan di atas ranjang. Kana menarik perlahan selimut lalu menutup tubuhnya sampai leher. Dalam kesunyian malam Kana menangis. Bukan ini yang dia bayangkan, kenapa suaminya begitu dingin, kenapa harus menikahinya jika akan menjadi seperti ini. Kana benar-benar sedih dengan kejadian malam itu.
Kana membuka mata dan melihat suaminya sudah tidak ada di sofa. Kana melihat jam di gawai dan segera bersiap lalu turun menuju ruang makan. Kedatangannya tentu saja disambut hangat oleh keluarga suaminya. Beberapa dari mereka bahkan menggodanya membuat senyuman Kana jadi masam.
"Kami tidak sempat melakukannya Mbak karena Kak Al kelelahan." Terangnya setenang mungkin. Padahal hatinya sangat sedih. Dia melirik ke arah suaminya yang tampak cuek dan tidak ambil pusing dengan topik yang sedang mereka bicarakan.
"Padahal malam pertama kenangannya sangat berkesan." Tutur kakak iparnya.
"Semua malam sama saja." Alby tampak mengintrupsi datar.
"Sudah-sudah jangan menggoda menantuku." Tegur ibu mertuanya sambil merangkul tubuh Kana lembut.
Kana sangat takjub karena banyak makanan sudah tersedia di depannya. Setahunya orang kaya biasanya hanya makan ringan jika pagi, tapi apa yang dia lihat hari ini sangat berbeda dengan bayangannya. Kalau Kana biasanya memang makan nasi karena roti tidak sesuai dengan perutnya yang gampang lapar.
"Selamat datang di keluarga kami ya Kana, kalau butuh sesuatu tinggal bilang saja."
"Baik, Ma." Kana tersenyum sedikit canggung. Sesekali dia melirik suaminya yang makan dengan lahap tanpa pernah menoleh ke arahnya.
"Al, kenapa tidak menyuapi istrimu, Papamu dulu sangat romantis lo, beda banget sama kamu ya." Oceh Mila saat melihat putranya.
"Kana sudah besar, Ma. Untuk apa disuapi." Balas Alby dan kembali melanjutkan makannya.
"Kamu tu benar-benar nggak so sweet, niru siapa sih? Heran Mama tuh." Decak Mila sambil melihat ke arah menantunya. "Kamu yang sabar ya Kana, nanti kalau dia mau suapin, kamu jual mahal aja."
Mendengar itu Kana sontak tertawa kecil, walaupun suaminya dingin seperti es batu. Namun, dia memiliki ibu mertua yang sehangat mentari. Setidaknya saat ini hatinya tidak begitu terluka karena sang mama mertua.
"Aku pergi, dan Ma, besok aku sama Kana akan pindah."
"Tunggu, kok buru-buru, Mama belum puas gibah sama menantu Mama. Tahun depan aja ya."
"Besok, Ma. Tidak ada nego."
"Bulan depan, ya." Tawar Mila.
"Besok atau hari ini?"
"Oke, fine! Tapi Mama nggak mau kalian tinggal jauh dari Mama. Cari rumah dekat-dekat sini aja."
"Mama lupa? Alby sudah punya apartemen, buat apa beli mahal-mahal kalau tidak ditempati."
Mila tampak melengos, dia sangat tahu jika apartemen putranya berada jauh dari rumahnya saat ini. Dia menatap Alby dengan tajam tapi tetap saja kalah tajam dengan mata putranya. Mila menghela napas dan pasrah.
"Ma, nanti kalau Mama nggak sibuk bisa main ke sana. Kana ada di rumah setiap hari sabtu dan minggu, Ma." Tutur Kana lembut. Dia juga sedih jika harus berpisah dari mertua sebaik Mila. Tapi, suaminya mungkin butuh privasi. Kana hanya mengikuti saja.
"Aku pergi!" Alby segera berlalu meninggalkan keluarga beserta istrinya di sana. Mana mungkin dia bisa tinggali rumah orang tuanya saat dia tidak ingin menyentuh Kana sama sekali. Bisa-bisa mereka murka kepadanya.
"Liat tuh suamimu, Kana. Masih pengantin baru padahal tapi yang ada di kepalanya Cuma kerja, kerja dan kerja. Mama tuh sampai heran, apa nggak ada kamus capek dalam hidupnya."
"Mungkin Kak Al kayak pepatah like father like son, Ma." Kekeh Kana.
"Ini semua gara-gara Papa kamu yang juga gila kerja. Tapi walau pun begitu, Papamu so sweet tahu. Nggak kayak suami kamu Na. Tapi itu jadi tugas kamu lo Na."
"Tugas semacam apa itu, Ma?" Tanya Kana bingung.
"Tugasmu luluhin suami kamu yang kayak balok es itu. Gimana caranya biar tuh anak bisa mencair kalau perlu kamu cemari aja dia kayak global warming biar cair nggak kayak kutub es tuh."
"Mama bisa aja," Kekeh Kana cengegesan.
Dia menghela napas pelan dan memantapkan hatinya untuk bisa meluluskan hati sang suami. Mungkin akan terasa berat, tapi bahkan batu sekali pun bisa dilubangi oleh tetesan air kan. Kana juga merasa pasti bisa melakukannya. Tanpa dia sadari seseorang dibalik pintu tersenyum getir lalu mengubah ekspresinya menjadi datar kemudian berlalu pergi.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top