7
Sudah lima tahun berlalu dan juga kehidupan Alya yang berubah, dirinya melahirkan anak kembar. Laki-laki dan perempuan. Yang ia beri nama putranya Syabiel Arkan Ramadhan yang dipanggil El. Dan putrinya Syabilla Cinda Ramadhani yang dipanggil Illa. Kedua anaknya lahir tepat pada bulan penuh berkah itu.
Alya tidak memberikan nama lelaki yang sudah mencampakannya itu pada kedua anaknya. hanya saja, putranya ia beri nama yang hampir sama dengan nama Arlan. Dan Putrinya yang ia beri nama belakangnya sendiri.
Dengan perjuangan yang sangat berat. Bahkan Agung yang mengetahui keadaan Alya yang jantungnya sempat terhenti dan koma beberapa minggu, membuat Agung ingin ikut menyusul Alya.
Tapi semua itu telah berlalu lima tahun yang lalu, kini dirinya bahagia anak-anaknya tumbuh dengan sehat. Bahkan kedua anaknya sangat menggemaskan dengan badan berisi dan pipi gembilnya. Mereka sering menjadi pusat perhatian orang-orang.
"Teteh kok diam aja sih! Itu Illa rusakin topinya Agung." seru Agung pada Alya yang sedang melamun.
Lamunan Alya buyar ketika mendengar teriakan Agung yang super itu. Agung memang sekarang suka berteriak setelah kalahiran si kembar. Alasannya, karena si kembar yang sangat suka mengganggu Agung.
"Dedek, jangan sayang, itu punya Aa Agung." Alya menghampiri putrinya yang sedang meremas-remas topi kertas Agung.
"Mau Bundaaa ..." rengek bocah yang belum genap berusia lima tahun itu.
"Ya ampun, El, jangan dihancurin kalung Aa!!" sekarang giliran Agung meneriaki El.
"El mau pelmen Aa." jawab El sambil mecabuti permen yang dibuat menyerupai kalung.
"Ngidam apa sih, Teh? Kok, punya anak ngeselin gini?" keluh Agung yang meratapi nasib topi dan kalungnya yang ia buat semalaman dan berakhir tragis di tangan kedua adiknya yang super itu.
"Teteh nggak ngidam apa-apa, Gung. Kan, kamu yang tau selama Teteh hamil mereka," jawab Alya terkekeh melihat kefrustrasian Agung.
"Iya juga sih." Agung manggut-manggut.
Memang selama hamil, Alya tidak pernah merasakan yang namanya ngidam. Dirinya malah seperti sedang tidak mengandung. Karena tidak mempunyai hasrat pada suatu makanan tertentu bahkan morning sickness pun hanya pada awal kehamilannya, itu pun hanya satu minggu.
"Jangan-jangan, ngidamnya sekarang? Pas anaknya udah brojol?" kata Agung asal.
"Ngawur kamu Gung, udah cepat sarapan. Nanti kamu telat lagi, kena hukum pas ospek kan berat." peringat Alya.
Agung yang sedang membenarkan topi kertasnya langsung menuju ruang tengah. Mereka makan dengan tenang, hanya si kembar yang sesekali menjerit kesal karna di ganggu oleh Agung.
Agung sekarang sudah menjadi mahasiswa di salah satu kampus yang ada di Bandung. Dengan beasiswa yang ia dapat ketika mewakili lomba pidato di salah satu perguruan tinggi yang sedang menyelenggarakan hari jadi kampusnya.
"Teh, Agung berangkat ya. Dadah krucil jelek, salamlikum." pamit Agung menyalami tangan Alya dan menarik pipi El dan Illa
"Bule nyasal jelek!" balas Illa kesal karena pipinya ditarik dan El yang menatap Agung dengan tersenyum jahil.
El mengeluarkan nomor peserta Agung yang ia ambil dari dalam tas Agung saat Agung sedang membenarkan topinya.
...
"Kalian jangan nakal ya, nanti Bunda jemput. Ini bekalnya dihabisin, ya." Alya memasukan bekal ke tas El. "El, jagain Dedeknya, jangan di tangisin ya, Bunda pergi kerja dulu," pesan Alya.
"Iya Bunda," El mengangguk patuh.
"Bunda pergi dulu ya, assalamualaikum." pamit Alya mencium kepala kedua anaknya.
Alya menyekolahkan kedua anaknya di sebuah TK yang ada di dekat tempatnya bekerja. Alya bekerja di sebuah cafe yang biasa di pakai untuk acara resmi atau hanya sekedar untuk santai dan nongkrong para remaja.
Pengalamannya yang pernah menjadi pelayan cafe tidak membuatnya susah untuk cepat beradaptasi. Sikap Alya yang ramah membuatnya mendapatkan banyak pujian dari para pelanggan.
"Si kembar nggak di ajak Al?" tanya teman Alya ketika Alya berada di ruang ganti baju khusus wanita.
"Masih di TK, paling nanti jam sembilanan aku jemput," jawab Alya sembari mengganti bajunya.
"Yah ..., padahal aku pengen banget nyubit tuh pipi bakpau si kembar." teman Alya terlihat kecewa.
"El sering protes kalau dia di cubit pipinya Rat," kekeh Alya mengingat protesan dari putranya itu.
"Abisnya anak kamu gemesin sih Al, bikinnya gimana sih? Pasti bapaknya ganteng tuh?" celetuk Ratna nama teman Alya tanpa sadar.
Seketika wajah Alya menjadi sendu mendengar ucapan Ratna. Ratna yang menyadari ucapannya pada Alya segera meminta maaf karna tidak sengaja mengucapkannya.
"Maaf Al, aku gak maksud--" Ratna tidak melanjutkan ucapannya. Dia bingung mau berbicara apa.
"Nggak pa-pa kok Rat, santai aja. Lagian itu juga masa lalu." hibur Alya pada Ratna. Dirinya juga tidak bermaksud memasang wajah seperti itu. Itu tadi hanya refleknya saja.
"Udah yuk, nanti kita kena omel bos lagi, kelamaan ganti baju." Alya mengalihkan pembicaraannya dari suasana canggung.
Alya keluar lebih dulu dari ruang ganti meninggalkan Ratna dan satu temannya yang baru masuk.
"Kamu sih Rat, jadi inget lagi kan, Alya." kata temannya yang baru masuk.
"Aku gak sengaja Las, sumpah." sesal Ratna.
Lastri nama teman Ratna dan Alya itu sebenarnya sedari tadi mendengarkan percakapan kedua temannya. Namun dia urung untuk masuk ke dalam, karena tari tahu jika temannya itu pasti akan keceplosan saat berbicara. Itu sudah jadi kebiasaan Ratna.
Teman - teman Alya yang bekerja di cafe memang sudah mengetahui keadaan Alya yang mempunyai anak tanpa suami. Mereka menerima Alya dengan lapang apalagi saat Alya membawa si kembar ke tempat kerjanya. Semua karyawan yang bekerja di cafe tempat Alya sangat menyayangi anak - anak Alya. Bahkan karyawan yang biasa shift malam pun sampai rela menunda jam pulangnya agar bisa bertemu dengan si kembar.
...
"Bundaaaa ...!" teriak Illa saat melihat Alya jalan ke arahnya.
"Jangan lari-lari, nanti jatuh." peringat Alya yang melihat Illa belari menyusulnya.
El yang berada di belakang adiknya hanya berjalan santai sambil membawa tasa Illa.
"Bunda gendong ..." Illa merentangkan tangannya
Alya segara menggendong Illa dengan sedikit kesusahan karena tubuh Illa yang berisi. "Anak Bunda manja banget,"
Sikap kedua anaknya memang berbeda, putranya, El, sangat pendiam dan akan menjadi dingin jika betemu dengan orang baru tapi jika dengan keluarganya El akan menjadi manja dan cerewet persis seperti Arlan, ayahnya. Sedangkan Putrinya sungguh Alya tidak tahu Putrinya itu menuruni sifat siapa, karena Alya maupun Arlan tidak mempunyai sifat seperti yang dimiliki putrinya.
Pasalnya, putrinya itu sangat cerewet dan manja. Dan bicaranya yang asal ceplos walau memang anak-anak sering berkata jujur tapi sepertinya Putrinya ini sangat terlalu lancar dalam mengucapkan kata katanya.
...
"Salamlikum." ucap Agung masuk dengan tampang kusut.
"Ya ampun Aa, yang bener ngucap salamnya!" tegur Alya yang sedang melipat baju.
"Assalamualaikum, Teteh." ulang Agung dengan malas.
"Walaikumsalam. Kenapa sih? Pulang-pulang kok, kusut gitu?" tanya Alya masih dengan kegiatannya melipat baju.
Agung yang sedang merebahkan dirinya di karpet hanya menggeleng lemah.
"Ahk! Ya ampun! Gentong dari mana nih!" kaget Agung karena tiba-tiba saja tubuhnya ditindih dengan badan berisi Illa.
"Aa dapet apa?" todong Illa merogohi kantong baju dan celana Agung.
"Dapet capek ... turun sana. Berat tau! Di tindih Gajah!" balas Agung kesal.
"Sayang, ayo turun, kasiban Aa-nya keberatan tuh." bujuk Alya pada. Illa menggeleng kuat.
"Dedek gak belat! Bundaaaa ... huwaaa ..." tangis Illa yang tidak terima dikatai berat oleh kakak dan bundanya.
"Emang berat kok, gak mau ngaku." ledek Agung senang.
"Aawww!! Sakit Ndut ... Jangan tarik rambut Aa ... Aawwww!!" Agung mengaduh kesakitan karena rambutnya ditarik dengan kasar oleh Illa.
"Lasain ...! Makanya jangan nakal sama Dedek!!!" teriak Illa di telinga Agung.
"Bisa rontok rambut Aa gendut ... Teteh ambil Illanya nih!" alternatif penyelamat terakhir Agung adalah Alya.
Alya tertawa melihat penderitaan adiknya itu yang tidak berdaya disiksa oleh anak kecil yang belum genap lima tahun.
"Dedek mandi dulu ya, a El udah mandi tuh," Alya mengangkat tubuh Illa dari atas tubuh Agung, "Nanti lanjutin lagi siksa Aa-nya." lanjutnya seraya membawa lutrinya itu pergi ke kamar mandi.
"TETEHHH!" teriak Agung frustrasi . Bagaimana bisa kakaknya yang lemah lembut itu bisa melahirkan dua makhluk mini yang lucu dan menggemaskan tapi bagai monster bagi Agung.
...
Keluarga kecil itu kini tengah berkumpul di ruang depan sekaligus ruang tamu dengan beralaskan karpet. Mereka sedang menonton acara tivi, sebenarnya hanya si kembar yang menonton. Alya sedang mengerjakan pekerjaannya memasangi mata boneka.
Selain bekerja di cafe, Alya juga mempunyai pekerjaan sampingan yaitu memasang mata pada boneka rumahan yang diproduksi oleh tetangganya. Dengan upah Lima ratus rupiah untuk satu boneka. Maka Alya bahkan sampai membawa dua karung berisi boneka untuk dipasangi matanya yang dibantu oleh Agung. Lumayan pikir Alya, upahnya bisa buat jajan anak-anaknya.
Sedangkan Agung, dia juga sudah bekerja sambil kuliah. Agung bekerja di salah satu mini market menjadi kasir. Sehingga keuangan mereka bisa tercukupi dari hasil upah Alya dan Agung. Alya sudah menolak uang pemberian dari Agung, menurutnya uang itu bisa Agung simpan untuk keperluannya. tapi Agung menolak dengan keras bahwa dirinya adalah kepala keluarga di sini, karena hanya Agung laki-laki satu-satunya yang dewasa.
Tidak mau ambil pusing, akhirnya Alya memutuskan untuk menggabungkan uang hasil kerja mereka menjadi satu. Tapi Agung bebas mengambil miliknya karena itu haknya.
"El, tadi kamu umpetin nomor peserta Aa ya?" tanya Agung dengan boneka yang di arahkan pada El.
El yang melihat boneka di depannya langsung merebutnya dengan kasar. Dan tangannya tepat mendarat pada mata boneka yang baru Agung pasang. Sehingga Mata boneka itu terlepas dari tempatnya.
"El. Apa yang kamu lakuin itu jahat." Agung menirukan dialog film AADC saat melihat bonekanya yang tak tertolong.
"Kamunya aja yang masangnya nggak benar, Gung." ujar Alya melihat ke alayan adiknya itu.
"Teteh marahin El tuh. Tadi Agung dihukum gara-gara nggak bawa nomor peserta." adu Agung seperti Illa mengadu pada Alya.
"Itu gaya Dedek, Aa ... Jangan ditilu!" protes Illa karena gayanya ditiru oleh kakak bule alaynya itu.
"El, benar ? Ambil nomor peserta Aa?" tanya Alya pada El yang sedang asik menonton Robocar poly.
"El kila itu itung-itungan Bunda, soalnya banyak nomolnya," bela El pada bundanya.
"Kamu juga sih A. Kalo naro barang tuh jangan asal, udah tau adik-adik kamu itu keponya gak ketolongan, masih aja naro barang sembarangan!" omel Alya. Agung memang ceroboh.
Loh kenapa gue yang jadi kena omel? Awas lo krucil!
Agung hanya bisa mendumel dalam hati, ia tidak berani mengatakannya karena semenjak kakaknya itu melahirkan makhluk mini jelmaan monster bagi Agung. Alya menjadi galak dan cerewet bahkan dirinya pernah dijewer oleh Alya sampai telinganya berasa akan lepas dari tempatnya hanya karena Agung menolak untuk membelikan popok bayi.
Agung mana mau membeli popok bayi. Dirinya yang berwajah bule dan tampan masa iya membeli popok. Terus ikut ngantri bareng ibu-ibu jaman now yang kalau melihat cogan langsung lupa suami.
Hiii... membayangkannya saja Agung sudah ngeri.
Kayaknya nyawa Teteh belum kumpul sepenuhnya, pas sadar dari komanya waktu itu.
...
"El, kok belum bobok? Dedek Illa udah bobok tuh," ucap Alya yang melihat putranya itu belum tidur.
Tidak biasa-biasanya El belum tidur jam segini, pasti El akan ikut tidur jika melihat adiknya tidur.
"Bunda ..." panggil El pelan.
"Ada apa sayang?" jawab Alya lembut.
El menatap ragu bundanya, "Bunda di mana ayah El sama Dedek?" cicit El. "Kenapa ayah nggak pulang-pulang, Bunda?" lanjutnya.
Alya tersentak, hatinya seperti diremas oleh ribuan tangan tak kasat mata. Tumpukan bening mulai memenuhi matanya kedip sedikit saja pasti tumpukan bening itu akan turun dari matanya.
"Kenapa El tanya itu? Ayah kan lagi kerja jauh," Alya mencoba menahan tangisnya walau suaranya kini bergetar.
"Tapi teman-teman Dedek sama El bilang, kami nggak punya Ayah," tutur El yang tadi menerima ejekan dari teman-temanya karena ia dan adiknya tidak pernah diantar oleh ayah mereka.
"Jangan dengarkan mereka sayang." jawab Alya.
Air matanya sudah jatuh, beruntung lampu kamarnya sudah dimatikan dan digantikan oleh lampu tidur yang cahayanya redup. Sehingga putranya tidak tahu jika ia menangis.
"iya Bunda," El menjawab dengan sendu. Dirinya ikut memejamkan matanya ikut menyusul adiknya yang sudah bermimpi digendong oleh laki laki tampan yang mirip dengan El kakaknya.
Anak-anak kamu sudah besar, mereka menanyai mu terus. Apakah kamu juga memikirkan mereka? Ah... Pasti kamu sekarang sudah bahagia tanpa adanya beban. Alya terisak dalam diam. tangisnya ia tahan kuat-kuat agar tak membangunkan anak-anaknya.
Bersambung ...
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top