2
Tin tin!
Suara klakson motor terdengar dari depan pintu gerbang Panti. Seperti biasa Arlan akan menjemput Alya untuk berangkat ke sekolah bersama. Selain sekolah mereka sama, jalan dari rumahnya juga satu arah dengan panti Alya.
Dari dalam Alya hanya memandang Arlan yang terlihat tampan pagi ini. Arlan menggunakan jaket kulit coklatnya dengan dalaman kaos V neck warna hitam. Serta celana jins hitam dan sepatu converse-nya terlihat seperti artis yang sedang hits sekarang ini.
Arlan memang memakai pakaian bebas hari ini karna ia sudah tidak ada urusan belajar lagi di sekolah. Hanya urusan menyangkut kelulusannya saja.
"Cieee ... yang dijemput pacar," goda Rini disela mengikat tali sepatunya.
Alya dan Rini memang tidak bersekolah di tempat yang sama. Jika Rini bersekolah di sekolah swasta maka Alya bersekolah di sekolah negeri dengan beasiswa yang didapatnya karna kepintarannya.
"Udah biasa kan Rin, dia jemput?" Alya hanya menimpali biasa godaan Rini. Dia sudah sangat sering digoda oleh sahabatnya itu.
"Ya-ya, yang punya pacar mah beda, gak kayak jomblo kayak aku." sahut Rini dengan wajah dibuat sedih.
"Makanya cepat terima Anwar, kasihan dia nungguin kamu," kini giliran Alya yang menggoda sahabatnya.
"Udah ah, sana cepat. Kasihan tuh pangerannya nungguin." Rini mendorong pelan tubuh Alya.
"Makanya jangan godain orang terus," Alya terkekeh melihat raut wajah Rini yang cemberut, "aku duluan ya." pamitnya lalu pergi meninggalkan Rini yang berguman tidak jelas.
"Ya, hati-hati di jalan." Rini melambaikan tangannya pada Alya.
"Pagi!" sapa Alya dengan riang. Senyum manisnya menjadi tambahan semangat untuk Arlan.
"Pagi juga sayang," balas Arlan. Tersenyum lembut mengusap sayang kepala Alya.
"Keren banget, mau ke mana?" Alya memperhatikan penampilan Arlan.
"Jadi selama ini aku gak keren, gitu?" Arlan menjawab sambil menyisir rambutnya ke belakang dengan jarinya.
"Kamu selalu keren kok." balas Alya naik ke atas motor Arlan.
"Pegangan yang kencang, nanti kamu terbang lagi ketiup angin." Arlan menggoda Alya.
Bagi Arlan menggoda Alya adalah hal yang menarik dan menyenangkan. Melihat ekspresi wajah kekasihnya dengan menggembungkan pipi serta mulut yang dimajukan membuat Arlan selalu ingin mencubit pipi chubby Alya.
"Aku nggak sekurus itu!" Alya memukul pundak Arlan.
Bukannya merasa sakit, Arlan malah tertawa keras. Bagi Arlan pukulan Alya seperti gelitikan di tubuh besarnya.
"Siap?!"
"Berangkat bang!" seru Alya semangat memanggil Arlan seperti tukang ojek.
....
"Belajar yang rajin ya, biar cepat nyusul aku." ujar Arlan setelah Alya turun dari motor.
"Pasti dong, aku kan pintar," ucap Alya dengan wajah lucu.
"Sombong, udah sana masuk bentar lagi bel." Arlan mengacak-acak rambut Alya.
"Ish! Jangan diacak-acak dong! Berantakan lagi kan!" sungut Alya sambil merapikan rambutnya.
"Kamu tetap cantik walau acak-acakan begini," Arlan membantu merapikan rambut Alya, dan Alya sukses dibuat Arlan tersipu dengan rona merah di pipinya.
"Nyebelin!" seru Alya dan berlari masuk ke sekolah. Arlan hanya terkekeh melihat tingkah Alya yang seperti anak kecil itu.
...
Arlan tiba di kantor ayahnya setelah menerima pesan dari ayahnya agar Arlan ke kantor ayahnya. Entah apa yang akan ayahnya bicarakan sehingga ia disuruh dantang ke kantornya.
Tok Tok Tok
Pintu ruangan ayahnya di ketuk oleh Arlan tanpa menungu jawaban, Arlan langsung membuka pintu dan masuk.
Terlihat ayahnya yang sibuk dengan beberap tumpuk berkas di depan mejanya. Menyadari ada yang masuk ayah Arlan menolehkan kepalanya ke depan dan tersenyum saat Arlan ada di depannya.
"Ada apa sih, Yah?" tanya Arlan sambil duduk di kursi depan meja ayahnya.
"Gimana hasil tes ujian kamu?" tanya Ayah Arlan.
"Belum tau, mungkin sekitar sebulanan lagi keluarnya,"
"Ayah harap kamu lolos dan bisa lulus dengan cepat. Supaya bisa melanjutkan bisnis Ayah ini." Ayah Arlan menatap anak tunggalnya itu dengan penuh harap.
"Iya, pasti Arlan lulus kok, Ayah tenang aja." Arlan menjawab dengan pasti akan kekawatiran ayahnya.
Di sisi lain pikirannya tertuju pada Alya. Jika ia diterima, otomatis dirinya dan Alya akan berpisah jauh.
Tapi Arlan juga harus bisa membuat orang tuanya bangga apa lagi bisa membuat bisnis ayahnya semakin maju. Dan tentu Arlan yang punya kuasa bisa menentang siapa saja yang menghalangi hubungannya dengan Alya.
Hubungannya dengan Alya memang belum banyak yang tahu termasuk kedua orang tuanya. Jika mengingat asal usul Alya, sudah pasti orang tuanya akan melarang hubungan mereka. Mengingat sifat ayahnya yang keras dan selalu melihat seseorang dari bibit bebet bobot-nya bagaimana jadinya jika Ayahnya tahu, jika Alya berasal dari Panti Asuhan.
Pasti mereka akan dipisahkan secara paksa. Memikirkan itu membuat Arlan mantap mengambil keputusannya kuliah di luar negeri.
...
Mata Arlan tidak lepas dari sosok Alya. Sedari tadi Arlan terus saja memandanginya sambil tersenyum.
Malam ini adalah malam Prom Night kelulusan Arlan. Dan tentu saja Arlan mengajak kekasihnya itu untuk pergi menemaninya.
"Kenap sih, lihatin aku terus? Nanti nabrak!" Kesal Alya karena sedari tadi Arlan menatapnya.
Mereka sedang berada di dalam mobil tapi pandangan Arlan terus menatap Alya. Tanpa peduli Alya yang sedari tadi menyuruhnya untuk fokus menyetir.
"Kamu cantik." puji Arlan tetep memandang Alya sambil tersenyum.
Alya memang terlihat sangat cantik malam ini.
Alya menggunakan gaun yang dibelinya dengan Arlan. Rambut panjangnya digelung rapi hanya menyisakan sedikit helai di sisi kiri dan kanannya. Dengan hiasan jepit bunga di atas rambutnya dan dandanan natural menambah pesona Alya.
"Fokus ihh!"
"Ini udah."
"Matanya Arlan ...!" jengah Alya.
"Iya ... iya ..." dan Arlan menolehkan kepalanya ke depan fokus pada jalan yang tidak terlalu padat oleh kendaraan.
...
"Ayo," Arlan menggandeng tangan Alya. "Kok, malah diam, Mau aku gendong?" goda Arlan karena sedari tadi Alya hanya berdiri di depan pintu gedung.
"Aku malu." cicit Alya menunduk.
"Apa sih yang bikin kamu malu? Atau ... kamu malu jalan bareng aku?" tanya Arlan memasang wajah sedih.
Alya langsung menggeleng cepat dan menatap Arlan. "Ng-nggak kok, tapi ...."
"Tapi apa sayang?" Arlan mengelus pipi Alya lembut.
"Di sana pasti isinya orang-orang kayak kamu Arlan, aku merasa nggak cocok aja di sana," Alya menjelaskan kerisauan hatinya.
"Udah ayo masuk, jangan pikirin yang nggak penting." Arlan menarik tangan Alya masuk.
Mereka masuk dengan Arlan yang menggandeng tangan Alya mesra.
Dan Alya dibuat benar-benar ingin menenggelamkan dirinya saja ke lautan saat ini juga. Mereka menjadi pusat perhatian karena Arlan si pangeran sekolah datang dengan menggandeng seorang nerd di sekolahannya.
"Cantikan juga gue."
"Gue apa lagi, lebih segalanya dibanding tuh nerd!"
"Pasti dia pakai pelet, mana mungkin Arlan mau sama cewek bulukan kayak gitu?"
"Mukanya aja yang polos tapi sebenernya ... lebih dari cewek bayaran!"
"Pasti dia pakai tubuhnya tuh buat goda Arlan."
Dan masih banyak lagi bisikan yang menyakitkan telinga Alya terdengar sepanjang ia berjalan ke dalam gedung.
Alya hanya bisa menggenggam tangan Arlan kuat, menundukan kepalanya menahan rasa sesak yang berakibat dengan timbulnya tumpukan bening siap keluar dari mata indahnya.
Arlan yang melihat Alya menunduk menghentikan langkahnya dan beniat berbalik untuk menghajar mulut lancang yang menggunjing kekasihnya.
Sebenarnya Arlan sedari tadi menahan emosinya mengingat Alya di sebelahnya hanya diam. Dia pun mencoba bersikap biasa, tapi setelah mendengar ucapan terakhir orang tadi dan reaksi Alya yang menggenggam erat tangannya. Itu sudah cukup untuk Arlan menahan emosinya. Tapi Alya malah menahan tangannya dan menatapnya dengan mata yang memohon.
Arlan hanya menghela napas kasar dan menarik Alya agar lebih cepat berjalan.
"Kamu nggak apa-apa, kan?" tanya Arlan khawatir.
"Nggak kok," Alya menggeleng sambil tersenyum.
Arlan pun ikut tersenyum mencubit kedua pipi chubby kekasihnya. Mengabaikan tatapan iri para fans-nya. Dan Alya hanya cemberut dengan tingkah Arlan.
"Woy! Malah mesra-mesraan!" Arga datang dengan kedua sahabatnya serta pasangannya masing-masing.
"Alyang ..., kok, kamu mau sih sama manusia es kayak gini?" kata Dion sambil mengedip kan mata pada Alya.
"Alyang-Alyang. Pala lo peyang! Lo mau dihajar sama si Arlan?" ujar Andi yang muak mendengar gombalan receh Dion.
"Tau lo, ingat cewek yang di samping lo tuh!" Arga menimpali sambil melirik ke arah gadis di samping Dion.
"Kenapa emangnya? Dia gak bakal cemburu," acuh Dion.
Arlan hanya menggeleng kan kepalanya melihat tingkah para sahabatnya.
"Alya, kita kesana aja yuk, kepala gue pusing dengarin obrolan cowok kayak mereka." ajak Andin. "Lo juga Tara, ayo! Mau jadi pajangan lo di sini?" Andin melirik Tara.
"Ogah!" Tara mendengkus kasar.
Dan para gadis itu pun pergi ke tempat yang lain meninggalkan para pasangannya.
"Jadi nama cewek lo, Tara?" tanya Arga.
"Dia bukan cewek gue," Dion menjawab dengan malas.
"Lha, kalau bukan cewek lo, terus siapa?" giliran Andi yang bertanya.
"Dia sepupu gue, gue terpaksa ngajak dia!" balas Dion kesal mengingat alasannya mengajak Tara ke acaranya.
"Gue kira lo bakal ajak Niken?" Kali ini Arlan yang bertanya.
Andi dan Arga mengangguk.
"Tadinya iya, setelah si Niken ngabisin isi dompet gue buat belanja kemarin, tiba-tiba tuh cewek ngebatalin gitu aja!" Dion terlihat makin kesal.
"Udah tau si Niken matre, masih aja lo deketin, rugi bandar kan lo." Arga berkata sambil menahan tawa.
Dion mendelik kesal pada sahabatnya itu.
"Boleh gak, gue dekatin sepupu lo?" tanya Arga tanpa ragu.
"Kalau lo siap dibanting sama tuh Samson, silakan." Dion menjawab dengan mata melirik Tara.
"Maksud lo ...?" tanya Arga penasaran.
"Dia itu juara nasional Taekwondo, gue sering dibanting sama dia kalau dia lagi kesal sama gue." jelas Dion mengingat kekerasan yang dilakukan Tara padanya tempo hari.
Arlan, Andi serta Arga yang mendengar ucapan Dion menoleh kan kepalanya ke arah dimana sepupu Dion serta kekasih sahabat Dion itu berada.
Tara terlihat feminim dengan rambut panjang yang tergerai. Tidak ada sikap bahwa ia seorang juara Taekwondo.
"Masa sih? Cewek se-anggun itu suka kekerasan?" kata Arga tidak percaya.
"Terserah." acuh Dion lagi.
Lo belum tau aja keluarga Tara ahli bela diri semua. Apa lagi ayah sama abang dan kakaknya, bisa mati lo Ga.
Batin Dion. Tapi dia tidak akan mengatakannya pada Arga. Biar lah Arga merasakan menjadi samsak tinju keluarga Tara seperti beberapa pria yang mencoba mendekati Tara.
"Cewek emang suka yang keras lah,"
Plak
Arlan memukul kepala Andi sambil menggelengkan kepala. Selama ini di antara mereka hanya Dion yang mesum, tapi ternyata Andi juga. Pikir Arlan.
"Sakit Lan! Kalau gue sampai lupa sama bebeb Andin gimana?!" dumel Andi mengusap kepalnya yang terasa nyeri.
Dion dan Arga sudah tertawa-tawa sampai diperhatikan oleh yang lain. Sedangkan Arlan pergi menyusul kekasihnya.
"Seru banget, ngobrolin apa?" tanya Arlan saat sudah di dekat Alya.
"Biasa, masalah cewek," balas Alya tersenyum mengingat obrolannya dengan Andin dan Tara.
"Haus?" tanya Arlan dan Alya mengangguk. "Tunggu disini ya," Arlan pergi mengambil minum.
"Makasih," ucap Alya setelah menerima minumannya.
...
Acara pun berjalan lancar sampai selesai dan sekarang Alya dan Arlan akan pergi ke pesta yang di buat khusus oleh Arlan dan sahabat-sahabatnya. Mereka menuju ke sebuah Villa milik keluarga Arlan.
"Wooo ... yang punya Villa malah telat!" Arga tiba-tiba langsung menyuraki Arlan ketika melihat mobil sahabatnya itu sampai.
"Tau nih lo, nyangkut ke mana dulu? Padahal tadi kita bareng." Dion menimpali.
"Beli ini," Arlan mengangkat plastik belanjaannya. "Andi mana?" tanya Arlan.
"Noh, di belakang, lagi nyiapin alat buat bakar-bakar." jawab Arga dengan menggerakan dagunya.
Mereka pun masuk dan menuju halaman belakang Villa.
Di sana terlihat Andi yang sibuk mengipasi bara api, Andin yang menyiapkan bahan-bahan dan Tara yang mengangkat kursi kayu untuk dirinya duduk tanpa kesusahan. Dan Arga yang melihat itu menjadi terkesima.
Benar-benar kuat kayak Samsom. Batin Arga.
Mereka pun benar-benar bepesta. Makanan yang mereka masak tadi telah habis dan sekarang mereka sedang mengobrol santai dengan memisahkan kelompok.
Para laki-laki dan perempuan harus terpisah karena akan ada obrolan pridadi. Itu yang dikatakan Andin ketika kekasihnya mengajak mereka bergabung dengan yang lain.
"Eng ... ing ... eng ...!" Dion datang dengan beberapa botol minuman beralkohol.
"Gila lo Yon!" Arga terkejut melihat minuman yang ditunjukan Dion.
"Lo bawa ginian?" Arlan menunjuk dengan dagunya.
"Hem ..., gak afdol kalau gak ada ini," Dion membuk salah satu minuman itu.
"Apaan nih?" Andi yang baru datang setelah menemui kekasihnya langsung mengambil botol yang sedang Dion minum.
"Keselek gue ogeb!" kesal Dion karena tersedak.
...
"Gue gak tertarik!" Arlan.
"Gue juga!" Arga.
"Apa lagi gue!" Andi.
Dan pada akhirnya mereka melupakan ucapan mereka sendiri.
Mereka meminum minuman itu tanpa sepengetahuan para gadis yang memang berada di dalam Villa.
....
Jam sudah menunjukan angka dua belas lewat dan para lelaki itu baru memasuki kamar mereka. Sedang kan para gadis sudah lebih dulu masuk kekamarnya.
Arlan yang terakhir masuk ke kamar. Karena dia memang tidak terlalu mabuk. Arlan harus mengunci seluruh pintu terlebih dahulu.
Saat akan manaiki anak tangga langkah Arlan terhenti.
Matanya menangkap bayangan yang sangat ia kenal melintas menuju dapur. Arlan pun mengikuti bayangan itu. Sampai di dapur Arlan tidak mengedipkan matanya saat melihat Alya yang sedang minum.
Terlihat sangat indah di matanya.
Apalagi saat air yang Alya minum menetes dan turun ke dagunya. Membuat sesuatu di diri Arlan memanas. Saat Alya hendak menyeka air di dagunya, cepat-cepat Arlan menahan tangan Alya dengan pandangan yang tajam.
Arlan menatap wajah Alya lekat-lekat.
Alya yang terkejut dengan Arlan yang tiba-tiba memegang tangannya dan menatapnya dengan pandangan tajam membuat Alya kaget.
"A-Arlan?!" panggil Alya kaget.
Tapi Arlan semakin merasakan perasaan aneh dan panas pada tubuhnya saat mendengar suara Alya.
Tanpa pikir panjang Arlan menarik tangan Alya menuju salah satu kamar yang ada di lantai bawah.
Bersambung....
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top