1
Suara musik mengalun keras di ruangan yang dipenuhi puluhan manusia dengan lampu berkelap-kelip berbagai warna. Mereka saling berjoget mengikuti alur musik tanpa peduli siapa yang mereka ajak berjoget. Saling bergoyang dan sesekali mereka bersorak saat DJ memainkan musik. Membuat suasana di dalam klub itu semakin panas.
Di pojok sudut di bangku sofa yang tersedia untuk para tamu, terlihat seorang remaja dengan segelas minuman di tangannya. Sesekali ia menyeruput minumannya ditemani dengan beberapa temannya. Para remaja itu bersulang, berseru riang akan hasil yang telah mereka capai.
Remaja itu adalah Arlan Rendra Radipta. Putra tunggal dari pasangan Omari Radipta dan Ajeng Ningrum. Pengusaha Properti terkaya dan tersukses di negara ini. Siapa yang tidak kenal dengan kekuasaan yang dimiliki keluarganya.
Hari ini tepat kelulusan Arlan diumumkan dan Arlan mendapatkan nilai sempurna. Tidak heran jika ia mendapatkan nilai sempurna seperti itu karena ia mempunyai otak dengan IQ diatas rata-rata.
Maka untuk merayakan kelulusannya, ia mengajak teman-temannya ke sebuah kelab malam untuk merayakan kelulusan mereka. Tidak heran jika seorang Arlan yang notabene seorang anak pengusaha sukses bisa keluar masuk seenaknya di kelab malam seperti ini. Siapa yang akan berani melawan kekuasaan keluarganya? Tidak ada seorang pun yang berani.
“Setelah ini pada mau lanjut ke mana?” tanya salah satu temannya.
“Gue sih lanjut ke tempat kakak gue dulu kuliah.” jawab temannya yang lain.
“Kalau gue bakal nerusin usaha bonyok sambil kuliah.” itu teman Arlan yang baru sampai setelah dari toilet. Dan langsung bergabung.
“Gue disuruh ke Singapura dan ambil jurusan Hukum, Padahal gue pengennya masuk Seni.” itu teman Arlan yang bertanya pertama tadi.
“Kalau lo, bakal keman Lan? Ambil jurusan apa?” kini giliran Arlan yang ditanya.
“Gue bakal masuk ke Oxford ambil Management dan Bisnis.” jawabnya sambil menatap gelas yang ia pegang.
“Ya jelas dia nerusin usaha bokapnya lah, dia kan anak satu-satunya. Gimana sih lo, Di.” laki-laki yang di panggil 'Di' itu hanya mengangguk membenarkan.
“Gue bukan anak satu-satunya, kenapa mesti gue yang nerusin usaha bokap?” keluh pria yang sedang duduk bersender di sofa itu.
“Itu mah resiko jadi anak cowok satu-satunya, Ga.” yang dipanggil hanya menghembuskan napas fustrasinya.
“Ya, kita bakal pisah dong?” ucap laki-laki yang sedari tadi memakan kancang itu.
“Yang bakal pisah cuma Andi sama Arlan doang. Lo, sama gue masih di Indo, dodol!” jawab Dion melempar kulit kacang kearah Arga pria yang tadi bertanya.
Mereka berempat adalah sahabat sejak SMP sampai mereka SMA dan mereka semua adalah Most Wanted di sekolahnya. Di antara mereka berempat memang hanya Arlan yang sangat pendiam dan memiliki wajah datar serta tatapan intimidasi. Berbeda dengan ketiga temannya.
“Di acara perpisahan nanti, lo bakal gandeng siapa Yon?” tanya Arga.
“Ya pasti cewek terseksi di sekolah lah, siapa lagi kalau bukan Niken.” jawab Dion sambil menaik turunkan alisnya.
“Huuu ... dasar playboy cap kali lima!” sorak Andi dibarengi oleh Arga.
“Gue sih udah pasti yayang Andin yang gue gandeng,” ucap Andi membusungkan dada bangga.
“Kenapa lo gak nikah aja sama Andin habis lulus!” sinis Dion.
“...” Andi menatap Dion datar.
“Terus, gue bareng siapa dong? Gue gak ada gandengan nih?” keluh Arga.
“Noh, si Fika. Mau gandengan sama lo.” ucap Andi sambil tertawa diikuti oleh Dion.
“Ihhh ... ogah gue, gandengan sama tuh gentong!” jawab Arga bergidik.
Membayangkan ia berjalan bergandengan dengan Fika yang memiliki tubuh gemuk serta gigi berkawat, bisa jadi angka sepuluh ia nanti.
“Kalau lo, Lan? Bareng siapa?” Andi bertanya pada Arlan yang sedari tadi diam.
“Ya pasti lah Alya yang dia ajak pe'a! Kan dia pacarnya, onyon lo!" jawab Doin sambil menggeplak kepala Andi. Dan Arga hanya mengangguk.
“Sialan lo, sakit Panjul!” jawab Andi mengusap kepalanya.
Arlan hanya diam melihat tingkah para sahabatnya tanpa perlu menjawab.
.....
Di sebuah Cafe seorang gadis tengah sibuk melayani beberapa pengunjung. Ia terlihat mondar mandir mengantarkan pesanan. Tidak ia pedulikan peluh yang mengalir di dahinya. Hari ini pengunjung Cafe sangat ramai, tentu saja karena ini akhir pekan. Banyak orang keluar untuk menghabiskan waktu bersama keluarga dan kerabat, bersenang-senang tua mau pun muda.
Gadis itu adalah Alya, lengkapnya Alya Rahmania Cinda. Seorang gadis yatim piatu. Kedua orang tuanya telah tiada saat umurnya masih delapan tahun. Mereka mengalami kecelakaan saat hendak pergi mengunjungi neneknya dan hanya Alya yang selamat dari kecelakaan itu.
Alya kecil pun diasuh oleh bibi dari ayahnya. Tapi dengan sikap bibinya yang acuh, bahkan Alya harus membayar pada sang bibi untuk sekedar tidur.
Alya harus bekerja untuk mencukupi kebutuhannya. Padahal harta yang diwariskan kepadanya tidak lah sedikit. Tapi semua itu dipegang oleh bibinya sampai Alya berumur delapan belas tahun.
Sampai Alya menginjak bangku SMP kejadian tidak terduga terjadi padanya. Suami dari anak bibinya nyaris memperkosanya jika saja saat itu bibinya tak memergoki aksi dari menantunya.
Tapi sayang harapan ia akan dibela oleh sang bibi malah berbanding terbalik. Dengan sangat teganya sang bibi menuduhnya telah menggoda menantunya dan yang lebih menyakitkankan lagi kakaknya yang selama ini ia anggap ibu kedua itu karna hanya kakaknya yang mau memperhatikannya. Menatap Alya dengan pandangan kecewa dan tak membelanya. Sungguh teriris hati Alya menerima kenyataan ini. Padahal ia tidak pernah menggoda siapa pun. Dan dengan alasan itu pula bibi Alya mengusirnya dari rumah tanpa ada seorang pun yang menghalanginya termasuk kakaknya.
Dan saat Alya kebingan untuk mencari tempat tinggal dia bertemu dengan seorang ibu paruh baya yang terlihat kesusahan membawa barang belanjaannya. Dengan cepat Alya menghampiri ibu itu dan membantunya. Melihat Alya yang membatunya lantas ibu itu menerima uluran tangan Alya saat ia akan mengambil kantong belanjaannya yang berserakan.
Tapi saat melihat Alya yang membawa tas besar di gendongannya, ibu itu bertanya. Dan Alya menceritakan semua yang terjadi padanya. Merasa iba, ibu itu mengajak Alya ke Panti Asuhan tempatnya dan sampai sekarang Alya tinggal di Panti itu.
“Doooorr!”
Lamunan Alya buyar karena suara kagetan itu.
“Ya ampun Rini! Ngagetin aja!” elus Alya pada dadanya yang berdebar karena kaget.
“Hehehe ... habis kamu dari tadi bengong aja.”
“Enggak kok,” kilah Alya.
“Bohong. Dari tadi aku panggil malah diam aja, mikirin apa hayoo ...?”
“Gak mikirin apa-apa.”
Dan setelahnya Alya kembali melanjutkan pekerjaannya mengelap meja bekas pangunjung.
Ya. Yang tadi mengagetkannya itu Rini sahabatnya. Dia juga dari Panti yang sama dengannya, hanya saja Rini lebih dulu tinggal di Panti mereka.
DDrrt DDrrt
Ponsel di saku celana Alya bergetar tanda ada pesan masuk. Lantas Alya langsung merogohnya dan membuka pesan yang masuk. Sebuah senyum terbit di bibir tipisnya saat membaca isi pesan tersebut.
Selamat siang sayang, jangan terlalu capek ya, istirahat kalau kamu lelah oke.
Iya, aku bakal istirahat kalau lelah.
Kamu udah makan, sayang?
Belum, sebentar lagi mungkin?
Mungkun? Ini udah siang, kenapa belum makan? Aku nggak mau kekasihku yang cantik ini sakit!
Apaan sih gombal.
Tapi suka kan ...?
Udah ah, aku mau kerja lagi luv u.
Love you to sayang 😘
Dan Alya tidak memblas lagi pesan dari Arlan. Alya kini sedang merona, terlihat jelas rona merah di pipinya saat berbalas pesan tadi.
Arlan adalah pacarnya sejak ia kelas satu SMA. Pertemuan keduanya yang tanpa sengaja saat Alya yang menjadi anak baru dan Arlan yang menjadi ketua panitia MOS waktu itu. Dan perkenalan mereka berlanjut hingga menjadikan keduanya pasangan kekasih.
Alya merasa sangat senang karena dengan keadaanya, Arlan mau menerimanya walau banyak yang tidak suka dengan hubungan mereka di sekolah. Tapi Arlan meyakinkan Alya bahwa ia benar-benar tulus mencintainya.
...
Arlan sendiri kini tengah makan siang bersama keluarganya di rumah mewah mereka. Sambil sesekali diselingi dengan pembicaraan seputar sekolah Arlan atau pun pekerjaan ayahnya. Setelah selesai makan ia mebuka ponselnya dan menuliskan sebuah pesan lalu mengirimnya.
sebuah pesan untuk kekasihnya, Alya. Sebuah pesan yang selalu ia kirim jika siang hari seperti ini. Bukan hanya siang, tapi Arlan juga mengirim pesan di waktu pagi, siang dan malam. Ia mengirim pesan di setiap waktu, tidak peduli Alya sedang sibuk atau tidak. Bahkan jika pesannya tidak dibalas dalam dua menit ia akan segera menghubungi nomor Alya, menanyakan kenapa kekasihnya itu tidak cepat membalas pesannya.
Arlan akan berubah jika ia bedua dengan Alya. Sifat dingin dan wajah datarnya akan berganti dengan senyum hangat dan wajah berseri dan sifat otoriternya akan berubah manja jika ia berdua dengan Alya.
Baginya Alya adalah sebuah anugrah karena hanya Alya yang mampu menembus hati bekunya yang lama sudah membeku. Setelah kejadian ia ditinggal oleh calon tunangannya di saat acara pertunangan mereka.
Arlan memang sudah dijodohkan walau usianya masih muda. Waktu itu ia baru lulus dari SMP dan gadis yang dijodohkan dengannya adalah anak dari rekan kerja orang tuanya yang memang Arlan cintai. Mereka sama-sama bersekolah di tempat yang sama. Dan mereka juga sudah mengenal sejak kecil.
Tapi sayang di saat hari itu tiba, semua berubah. Kala gadis yang akan dijodohkan dengannya tiba-tiba pergi tanpa sepengetahuan keluarganya dan keluarga gadis itu.
Dengan kondisi yang dialaminya, jiwa muda Arlan tidak sanggup untuk menerima semua kenyataannya. Maka setelah kejadian itu ia menutup diri. Menjadi seorang yang dingin dan acuh terhadap perempuan.
Tapi setelah dua tahun hatinya yang beku mulai mencair. Saat ia melihat gadis dengan rambut dikucir banyak sesuai dengan tanggal lahir, serta pita warna warni menghiasi rambutnya.
Penampilan gadis ltu sungguh terlihat menggemaskan. Dengan badan mungil, kulit putih serta mata bulat dan pipi sediki chubby. Membuat Arlan ingin lebih mengenalnya. Dan perkenalan itu terjadi atas kekuasaan Arlan sebagai ketua panitia MOS.
“Kamu yang mampu mencairkan hatiku, Alya.” Arlan memandang foto Alya pada ponselnya setelah mengingat pertemuan mereka.
.....
Alya keluar dari Cafe setelah berpamitan pada teman-temannya yang masih ada di dalam Cafe. Alya memang pulang lebih cepat karna ia masih seorang pelajar. Dan itu juga merupakan peraturan Cafe tempatnya bekerja.
Senyumnya terbit saat melihat pria yang ia cintai duduk di atas motor gedenya. Alya langsung menghampiri pria yang malam itu mengenakan kemeja navy yang dibalut dengan jaket kulit coklat.
“Maaf ya lama, tadi habis bantu kak Rika dulu,” ucap Alya meminta maaf.
“Gak papa kok, aku juga baru datang,” jawab Arlan sambil memakaikan helm di kepala Alya.
“Ayo naik. Eh, kamu bisa 'kan naiknya?” goda Arlan saat melihat Alya menatap motornya dengan tidak suka.
Motor Arlan adalah salah satu hal yang tidak disukai Alya. Karena dengan tinggi badannya yang rendah membuatnya kesusahan menaiki motor besar milik Arlan.
Ini lah salah satu yang disukai Arlan dari Alya. Dimana biasanya para wanita akan menjerit histeris dan berharap bisa duduk di bocengannya, maka berbeda dengan Alya. Alya akan protes dan memilih manaiki motor matic dan Arlan pun sudah pasti menurutinya. Ia juga punya motor matic. Tapi saat ini ia ingin menggunakan motor besarnya.
“Ish! Lagian punya motor tinggi banget! Emang motor matic-nya ke mana?” tanya Alya menggembung kan pipinya yang terlihat menggemaskan bagi Arlan.
“Lagi pengin pakai ini, udah cepat naik.”
“Nyebelin!” Alya mencebik dan memonyongkan bibirnya.
“Jangan dimonyong-monyongin itu bibir. Mau dicium, eooh?” Arlan menjepit bibir Alya gemas dengan kedua jarinya.
Alya hanya mendengkus sebal menyingkirkan tangan Arlan dari bibirnya. Lalu ia naik ke atas motor dengan susah payah. Arlan hanya terkekeh melihat tingkah pacar mungilnya itu.
“Kita mau ke mana?!” tanya Alya sedikit berteriak karena suaranya teredam suara kendaraan lain.
“Kita ke mall.” jawab Arlan dan Alya hanya diam.
...
“Kita mau ngapain ke mall?” tanya Alya setelah sampai di parkiran mall dan melepas helmnya.
“Mau beli baju aku sama kamu,” jawab Arlan mengambil helm dari Alya.
“Buat apa?”
“Kamu lupa ya? Lusa kan acara kelulusan aku. Makanya kita harus beli baju, sayang,”
“Tapi aku kan gak punya banyak uang buat beli baju pesta,”
“Aku yang beli buat kamu, kamu hanya perlu mencoba dan jika cocok kamu pilih. Oke?”
“Tapi .... ”
“Aku nggak terima penolakan!” tegas Arlan.
Sebenarnya Alya merasa sangat tidak enak dengan Arlan. Ia selalu dibelikan apa pun dengan harga yang terbilang cukup mahal bagi Alya.
Dan apa yang Alya berikan pada Arlan tidak sebanding dengan apa yang Arlan berikan padanya.
Jika ia menolak maka Arlan akan marah dan mengancam akan menciumnya di depan umum. Ancaman yang aneh memang tapi, menurut Alya itu ancaman yang berbahaya baginya. Ciuman merupakan hal sensitif baginya mengingat kejadian masa lalunya.
“Masuk yuk,” ajak Arlan menarik tangan Alya lembut.
...
“Terlalu pendek!”
“Bahunya terlalu terbuka!”
“Ini terlalu ketat!”
“Warnanya terlalu mencolok, nanti kamu diculik, ganti!”
“Ganti!”
“Ganti!”
“Ganti!”
“Ini yang terakhir, kalau nggak cocok juga aku pakai karung goni aja sekalian!” sebal Alya karena sedari tadi semua pilihan bajunya tidak ada yang sesuai keinginan Arlan.
“Hmm.”
Setelah menunggu beberapa menit Arlan menolehkan kepalanya dari layar ponsel yang sedang ia pegang saat mendengar suara deheman Alya. Dan betapa terkejutnya ia saat melihat penampilan Alya, matanya tidak berkedip, mulutnya menganga tidak percaya. Melihat Alya di depannya dengan gaun yang indah menambah kecantikan Alya.
“Gi-gimana yang ini? Ba-bagus nggak?” tanya Alya canggung karena diperhatikan Arlan seperti itu.
“Ha? Eh! I-iya, kamu semakin cantik dengan gaun itu sayang,” Arlan tersadar dari keterpesonaannya. “Saya pilih yang ini, tolong dibungkus.” perintah Arlan pada pegawai Distro.
...
“Masuk gih, ini udah malam terus tidur,” Parintah Arlan saat mereka tiba di depan pintu gerbang Panti.
“Iya.”
“Ingat untuk selalu memimpi kan aku, sayang," goda Arlan.
“Malas, aku bosen mimpiin kamu terus.”
“Kok, gitu? Ya udah aku juga malas kalau gitu.”
“Ihhh ... nyebelin!”
“Dih, ngambek,”
“Biarin." Alya menatap Arlan penuh sebelum melanjut kan ucapannya, "em ... Arlan, makasih ya bajunya, aku gak tau lagi harus gimana,” kepala Alya menunduk merasa tidak enak.
“Hei." diangakatnya dagu Alya. "Itu karna aku sayang sama kamu, kamu jangan pernah merasa nggak enak seperti itu,” jawab Arlan mengusap lembut rambut Alya. “Masuk sana, aku bakal pergi kalau kamu udah masuk.” lanjutnya menyuruh Alya masuk.
“Hm ... hati-hati sayang.” jawab Alya sambil masuk ke Panti.
Arlan hanya mengangguk setelah Alya masuk dan tidak terlihat barulah ia menjalankan motornya untuk pulang.
Di dalam kamarnya Alya tidak bisa berhenti tersenyum. Ia sungguh bahagia karna lelaki yang ia cintai begitu perhatian padanya. Dan tanpa terasa Alya terlelap tidur karna hari memeang sudah malam.
Bersambung.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top