26. GOOD NITEEE, Najla:)

WARNING:
Part ini bikin salting meleyot dan bucin tingkat akut.

Happy Reading! Jangan lupa vote, komen, dan share ke temen-temen kalian untuk ngeracuni kebucinan Omar dan Najla agar aku nggak pindah ke aplikasi lainnn karena ini sepi😂🤣🥰🤗

Lopp!

_________________________

Najla sedang memandangi foto Omar yang pernah dia ambil sebelum Omar berangkat dinas keluar kota. Foto ketika lelaki itu tengah tertidur. Entah sudah berapa lama Najla memperhatikan foto Omar, bahkan sampai menge-zoom foto lelaki tersebut.

Najla terkekeh geli. Ternyata bener juga  yang dibilang orang-orang dan awak media. Kalau Omar ini ganteng banget. Mirip seperti pangeran Arab, tapi sayangnya kelakuannya sangat bertolak belakang sekali.

Eitssss, tunggu Najla. Apa-apaan ini? Kenapa kamu terus mikirin Omar? Bukankah dulu kamu paling nggak setuju harus menikah dengan Omar, karena dia bukan imam impianmu! Kenapa sekarang kamu jadi senyum-senyum sendiri, Najla?

Batinnya terus mencibir sikap Najla yang kini menjadi munafik.

Bukan, Najla tidak munafik. Ini namanya perasaan yang mulai muncul karena terbiasa. Apalagi, ketika Najla sudah melepas masa perawannya yang Indah. Najla merasa, kalau dia sudah sepenuhnya menjadi milik Omar. Dan rasanya, selalu ingin dekat-dekat terus dengan Omar. Dan yang bikin Najla takjub, meski Omar sering bersikap kasar padanya, Omar melaksanakan malam pertama mereka dengan lembut seolah menganggap Najla benar-benar istri sungguhannya.

Suara bell apartemen membuat lamunan Najla jadi buyar. Ia bangkit dari sofa dan segera membuka pintu apartemennya.

"Loh, Bi Ami?" Najla kaget dengan kehadiran asisten rumah tangga di rumah Abi dan Umi.

"Mba Najla baik-baik aja, kan?" Tanya Bi Ami dengan wajah cemas.

Sedangkan Najla menatap tas yang ditenteng oleh Bi Ami. "Ayo, masuk dulu, Bi."

"Makasih Mba, hehehe." Bi Ami pun masuk ke dalam apartemen Najla.

"Bi Ami kok bisa datang ke sini?" Najla masih penasaran dengan kehadiran Bi Ami yang mendadak.

"Sebenarnya, saya diperintahkan oleh Mas Omar untuk menginap di sini beberapa hari selagi Mas Omar keluar kota, Mba. Katanya, untuk menemani Mba Najla agar nggak kesepian." Penjelasan Bi Ami bikin Najla tergelak kaget.

Omar meminta Bi Ami tinggal di sini untuk menemani Najla? Najla tidak dapat menahan senyumnya. Bahkan, tanpa sadar wajahnya bersemu merah.

"Mba Najla nggak keberatan kan, kalau Bi Ami tidur di sini?"

"Ya, enggak dong, Bi. Kenapa aku harus keberatan."

"Hehe, alhamdulillah. Oh iya, Mba Najla sudah makan siang? Bibi masakin sesuatu untuk Mba Najla ya?"

"Hehe, makasih ya, Bi."

"Sama-sama, Mba. Kalau butuh sesuatu, Mba Najla bilang saja ke Bibi ya."

"Iya, Bi." Najla tersenyum kepada Bi Ami sebelum kembali duduk di sofa.

Benar-bena, Omar ini penuh dengan kejutan. Hanya berselang selama beberapa menit saja, sebuah notifikasi pesan dari Omar muncul.

Jantung Najla dibikin berdebar. Mengapa menerima pesan dari suami sendiri bikin jantungnya berdebar ya?

Omar :
Naj, gue sudah sampai Bandung, dan baru selesai meeting. Ini mau langsung balik ke hotel. Sorry, baru ngabarin

Najla nggak bisa menahan senyumnya membaca pesan Omar. Dia bilang apa?

Sorry baru ngabarin?

Apakah memberi kabar kepada Najla tentang kegiatannya  saat ini sudah menjadi keseharusan bagi Omar?

Najla :
Nggak apa-apa, Mas. Kamu jaga diri, jangan terlalu capek dan harus istirahat yang cukup ya.

Di tempat lain, Omar sendiri ikutan senyum membaca balasan dari pesan Najla.

Jadi, begini toh rasanya di perhatikan dengan seorang perempuan? Ralat, dengan istri sendiri.

Ragan yang memperhatikan bos-nya dari spion depan mobil jadi curiga.

"Apa ada masalah, Pak? Kenapa sejak tadi senyum-senyum sendiri?" Komentar Ragan dengan berani.

Senyum di bibir Omar seketika hilang dan digantikan dengan garis lurus di bibirnya. Semudah itu mood bos-nya berubah.

"Apa ada hukumnya kalau gue senyum?" Nada Omar dingin.

Ragan menelan ludah. Dan bergidik ngeri melihat perubahan sikap bos-nya.

"Ma-maaf, Pak."

"Oh iya, nih....." Omar memberikan sebuah kartu nama kepada Ragan. Ragan menerima kartu nama tersebut, dan menatap kartu nama itu dengan kening mengkerut.

"Apa ini, Pak?"

"Alamat dukun paling ampuh di Bandung. Itu dukun terkenal yang bisa bikin ingatan seseorang jadi lumpuh." Penjelasan Omar bikin Ragan semakin mengerutkan dahi dengan dalam.

"Maksudnya, Pak?"

"Ragan, gue mau lo segera menghapus ingatan lo tentang tubuh bini gue yang lo lihat saat istri gue basah kuyub kemarin. Gue—" Omar berhenti sejenak, lelaki itu menyentuh dadanya dramatis. "Gue sungguh-sungguh nggak ikhlas. Lo paham, kan?"

"Pak, sebenarnya saya—"

"Stop. Apapun alasan lo, gue cuma mau lo temui tuh dukun. Dan ingatan lo tentang bini gue bener-bener harus segera dihapuskan. Kalau enggak, lo sendiri tahu apa akibatnya."

Ragan tidak bisa berbuat banyak selain menuruti perintah bos-nya. "B-baik, Pak."

Muncul notifikasi pesan lagi dari Najla.

Najla:
Mas, makasih sudah meminta Bi Ami datang untuk menemani aku ya.

Omar :
Agar ada yang menemani lo. Apartemen sekarang rawan maling dan orang jahat. Sebagus apapun apart-nya. Jadi, itu untuk mewanti-wanti.

Najla:
Terima kasih banyak sekali lagi, Mas 😊

Omar:
Sama-sama, Sayang.

Send.

What? Sayang? Gue ngetik kata sayang?

Omar yang menyadari ketololannya yang terlalu bar-bar langsung ingin menghapus pesan tersebut. Tapi sialnya, Najla sudah terlanjur membaca pesan itu.

"SIAAAL!" Omar mengerang kesal. Merasa bodoh, dan merasa kalau harga dirinya sudah jatuh ke lubang yang paling dalam.

Lagian, kenapa dia jadi bodoh begini! Omar ingin sekali menelan ponselnya sendiri.

Ia mulai keringat dingin saat menunggu tanggapan Najla.

Najla:
☺️

What the—

Najla cuma kirim gue emoticon? Emoticon yang nggak jelas apa maksudnya? Gila ya dia!

***
Najla baru saja selesai mandi, bertepatan saat ponselnya berdering nyaring tanda video call dari Omar.

Najla melotot kaget.

Aduh, gimana ini? Masalahnya, Najla baru banget selesai mandi dan belum menggunakan pakaiannya.

Najla sengaja mereject panggilan Omar. Dan Omar langsung mengirimi Najla pesan.

Omar:
Knp di reject?

Najla:
Mas, maaf. Aku baru selesai mandi. Aku pake baju dulu ya.

Omar:
Angkat!

Omar kembali video call Najla. Membuat jantung Najla berdetak hebat, Omar pemaksa sekali! Perempuan itu pun akhirnya menerima video call dari Omar.

"Hai....." sapa Omar tampak kikuk. Dia sedang tidur di kasur sambil mengarahkan kamera depan ke wajahnya dengan jelas. "Kenapa mandinya malam?" Tanya Omar lagi, sambil melihat wajah mulus Najla dari layar ponselnya.

"Iya, Mas, baru sempat mandi. Karena tadi, habis bikin kue bareng Bi Ami," jawab Najla gugup.

"Kuenya enak nggak?"

"Enak dong, hehe." Wajah Najla bersemu merah. "Wajah Mas kelihatan ngantuk banget. Kenapa nggak tidur?"

"Gak ada. Lagi pengin lihat wajah lo. Udah ganti pakaian?"

"Belum, Mas."

"Coba hp-nya di ketak di meja, disandarin pake apa gitu, kek. Gue mau lihat lo pake baju."

Kedua alis Najla naik. "Mas...." Jantungnya semakin berdebar kencang.

"Kenapa? Nggak dosa lihat tubuh istri sendiri, kan. Ayo buruan. Ntar masuk angin loh, kalo kelamaan pake baju."

"Ng—" Najla menelan ludah dengan kelat. "I-iya, Mas." Najla akhirnya meletakan ponsel di meja dan menyandarkan ponselnya di vas bunga yang ada di atas meja sehingga layar ponselnya menghadap ke arah Najla.

Najla diam di tempat, dia bingung harus melakukan apa dan bagaimana.

"Jangan sembunyi ya. Gue pengin nonton istri gue sendiri."

"I-iya, Mas."

Omar merubah posisi tubuhnya jadi telungkup. Sambil melihat layar ponsel dengan serius.

Najla mengambil pakaiannya di lemari. Dan mulai melepaskan handuk dari tubuhnya.

SIAL! Betapa inginnya Omar terbang kembali ke rumahnya, menemui Najla, dan memeluk Najla dengan erat.

Omar menelan ludah, matanya enggan berkedip ketika Najla tengah menggunakan pakaian dalamnya.

Benar-benar SIAL! Bagaimana cara Omar menahan hasratnya saat ini? Najla benar-benar memukau, dan cantik!

Akhirnya, Najla berhasil menggunakan pakaian tidur. Dan hal itu bikin Omar mendengus kecewa. Tontonannya sudah habis.

"Mas...." Najla kembali mengambil ponselnya. "Sudah salat Isya?" Tanya Najla perhatian.

"Nanti aja," alibi Omar. "Lagi mager."

"Nggak boleh mager-mager, Mas. Semakin Mas Mager, semakin gencar setan menghasut Mas Omar."

"Iya nih, brengsek si Setan. Dia malah menghasut gue dan nyuruh gue cepat-cepat pulang ke tempat lo."

Najla terkekeh geli.

Tawa Njla sudah menjadi candu bagi Omar.

"Mas, gimana kalau kita mulai ubah panggilan kita lagi?" Najla memberi usul. "Karena panggilan Mas Omar kepada saya nggak enak di denger, dan panggilan saya terhadap Mas Omar juga kedengaran kaku."

"Terus, lo mau dipanggil apa? Honey? Babe? Sayang? Bunda?"

Najla terkekeh geli.

Ah sial Najla! Berhenti tertawa seperti itu. Bikin rinduku jadi menggebu. Sialan si rindu, mengapa dia mendadak muncul. Omar meracau dalam hati.

"Panggil aku-kamu aja, lebih seru kayaknya, deh."

"Oke."

Najla cukup kaget karena Omar langsung menyetujuinya tanpa banyak membantah. Sangat berbeda dari Omar yang dulu Najla kenal.

Najla melihat mata Omar semakin sayu dan seperti berusaha keras menahan kantuknya. Membuat wajah Omar kelihatan semakin lucu.

"Mas, kamu istirahat deh, kayaknya kamu udah ngantuk berat."

Omar mengulas setengah senyumnya yang menggemaskan. Bikin Najla salting.

"Iya, nih. Ngantuk banget. Tapi, sebelum aku tutup teleponnya. Aku pengin dikasih kecupan selamat malam sama kamu."

"Apa?" Najla kaget.

"He'eh. Kecupan selamat malam."

Wajah Najla benar-benar merah, melebihi merahnya kepiting rebus.

"Aku harus gimana, dong?"

"Terserah." Suara Omar sudah parau, karena sejujurnya dia sudah ngantuk berat.

"Emm...." Najla tampak kaku. "S-selamat malam, Mas. Muach."

Omar menyeringai. "Sekali lagi dong."

"Muach."

"Yang panjang boleh?"

"Mmuuuuaaaaaach!"

"Hahahah! Yaudah, aku tidur dulu. Selamat malam, Najla."

"Malam Mas Omar."

.
.
.
.
TBC


IG : @iindahriyana

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top