Papa Pras

"Mamaaaa! Kakak nih!"

Arimbi mengejar Agra yang memegang ponselnya.

"Arimbi punya pacar, Ma!"

"Bohong! Fitnah! Alfitnatu asyaddu minal qots! Fitnah itu lebih kejam daripada pembunuhan!" pekik Arimbi. Ia kesal setengah mati. Kakaknya Agra selalu saja membuatnya kesal.

Arimbi cemberut saat chat yang ada di ponselnya diberitahukan pada Adara oleh sang kakak.

"Itu temenku yang chat."

"Pake sayang sayang?"

"Temen cewek."

Arimbi berjalan cepat dan merampas ponselnya yang ada di tangan Agra. Sayangnya Agra lebih gesit, Arimbi gagal mengambil ponselnya.

"Awas aja kalo Kakak masih usil. Kulaporin papa."

"Sayangnya papa lagi gak ada di rumah, wekk."

Adara diam seketika. Agra yang cukup sensitif bisa menangkap mimik wajah sang mama yang langsung berubah seketika saat ia menyebut kata papa.

Sebisa mungkin Adara menormalkan mimik wajahnya. Mimik wajah adalah cerminan isi hati. Dan sebisa mungkin Adara berusaha menutupi kegalauannya di depan anak-anaknya.

"Fayza mana?" Adara mencoba mengalihkan perhatian.

"Gak tau," sahut Agra dan Arimbi kompak bersamaan.

Adara masih terdiam. Ia melangkah menuju kamar. Melihat sang mama banyak terdiam seperti itu, Agra dan Arimbi saling bertukar pandang dan sama-sama mengangkat bahu.

"Kak, mama kenapa?" bisik Arimbi.

"Mana kakak tau. Lo sih berisik!"

"Kan Kakak duluan yang ambil hape Arimbi."

"Lo beneran pacaran sama temen lo si Ervin? Pacaran dosa lho, Dek. Buat apa ibadah kalo dosanya juga masih jalan. Pahala dikurangi dosa, entar pahala habis, terkikis, iii ..., ngeri. Ti-ati, Dek."

Arimbi lekas merampas ponsel di tangan sang kakak, "Arimbi bilangin Kakak udah buat fitnah. Fitnah itu dosa, Kak. Pahala dikurangi dosa, pahalanya habis, ti-ati, Kak," balas Arimbi.

Agra menjitak gemas kepala sang adik, "Gue serius nanya."

"Nanya apa nuduh?" sarkas Arimbi.

Agra menggaruk pelipisnya sambil nyengir, "Pilih aja sendiri."

"Demi Allah, gue gak kenal namanya pacaran. Demi Allah juga, gua ogah ketemu cowok-cowok gak penting. Gue, mending nikah sekarang sama cowok yang suka gue dan yang gue suka daripada pacaran," tukas Arimbi.

"Acciaaa, calon ustadzah!" seru Agra.

"Bukan soal ustadzah ato bukan, Kak. Tapi ini soal harga diri. Gue cewek terhormat dan gue masih punya Allah buat punya rasa malu, weeek." Arimbi menjulurkan lidahnya seraya berlari keluar rumah.

Agra mengabaikan Arimbi yang gesit menghilang dari hadapannya. Ia celingukan mencari sang mama.

Adara berdiri di teras belakang rumah. Agra bisa melihatnya dari balik remangnya kelambu yang tertimpa angin sejuk dari taman belakang. Taman belakang rumah yang memang didesain alami hasil rancangan Adara sendiri. Bahasa tubuh sang mama terlihat bingung dan risau sembari sesekali memegangi kening.

Saat kakinya melangkah pasti menuju pada Adara, Agra tak sengaja mendengar percakapan Adara dengan seseorang di balik telepon.

"Gimana bisa, Om? Mas Pras gak mungkin gak pamit ke manapun! Dia selalu memberi kabar. Ini mustahil!"

"Adara, bersabarlah. Aku akan mencari informasi valid sekali lagi. Sabar ya, Nak."

Adara menutup sambungan teleponnya. Ia terpejam lama.

Oh, Ya Allah, Mas Pras gak mungkin ada di Jakarta. Dia sudah pamit ke Kaltim. Ini mustahil. Apalagi keadaannya ..., gak mungkin! Allahu akbar.

"Ma," sapa Agra. "Apa ada masalah sama papa?"

Adara setengah terkejut melihat kehadiran anaknya secara tiba-tiba. Ia menggeleng pelan dengan senyum seolah dipaksakan.

"Semua akan baik-baik aja, Agra. Adik-adikmu ke mana?"

"Mereka sudah berangkat ke kampus. Agra hari ini ada penelitian. Minta doanya ya, Ma?"

Sang mama mengusap puncak kepala Agra, "Semoga Allah merahmatimu, Nak."

"Aamiin ...."

Walaupun ikut risau, tapi kemudian Agra mencium punggung tangan sang mama.

⚘⚘⚘

"Sayang, aku berangkat dulu ya? Titip anak-anak. Insya Allah, aku akan menghubungi Adek sama anak-anak segera setelah sampai."

Pras mengedipkan sebelah matanya pada Adara, sang istri tercinta yang sudah memberi tiga orang buah hati padanya. Menjadikan ketiga anaknya itu tahfidz (penghafal Al-Qur'an). Mengkaji dan muraja'ah kalam Allah secara istiqomah. Belajar agama tiada henti sekalipun pesantren bukan pilihan anak-anaknya belajar.

"Rumah kita adalah pesantren. Karena orangtua adalah pendidik pertama dan utama keluarga," ucap Adara.

Tak memungkiri bahwa tenaga ahli mereka butuhkan dalam pendidikan agama. Karena itu, Pras dan Adara berani membayar mahal mengundang para tahfidzul Qur'an, cendekiawan dan para alim ulama ke rumah mereka. Setiap sebulan sekali mereka mengikuti pengajian tabligh yang diadakan para penghafal Qur'an.

"Kata seorang pujangga, iman seorang hamba itu bagaikan ombak di lautan. Bisa pasang dan bisa surut. Mengikuti kajian ilmu adalah salah satu charge iman kita, agar selalu terjaga." Nasehat Pras dulu saat sedang mengajak anak-anaknya mengikuti tabligh.

Kembali pada Adara yang diam terpekur mengingat nasehat sang suami dulu. Bagaimana seorang Pras, mantan pemuda clubbing yang jauh dari kata agama. Namun seiring berjalannya waktu bisa menjadi imam yang baik bagi ketiga anaknya. Dari sudut matanya, Adara menitikkan air mata. Haruskah ia terpisah lagi dengan sang suami?

Adara memegang dadanya seraya mengucap kalimat tayyibah.

"Alla takhofu wa la tahzanu wa abshiru bil jannatillati kuntum tu'adun," sebut Adara mengingatkan dirinya sendiri. "Janganlah kamu takut dan jangan pula bersedih hati dan bergembiralah dengan surga yang telah dijanjikan kepadamu."

Adara tak kuasa menahan tangis. Keadaan rumah yang sepi ia manfaatkan untuk berlari masuk ke kamarnya seraya lekas mengambil air wudhu. Wajahnya yang basah oleh air wudhu bercampur sudah dengan air mata. Segeralah ia hamparkan sajadah dan melaksanakan sholat.

"Ya Allah, hamba hampa tanpa-Mu. Apakah ini tanda kecemburuan-Mu? Karena hamba lalai mengingat-Mu. Hamba merindukannya sampai lupa merindukan-Mu? Ampuni hamba, Ya Allah."

"Hamba sangat merindukannya, Duhai Tuhan Maha Pengasih Penyayang. Hamba sangat merindukannya."

Dalam sujud Adara bersimpuh dan menangis. Bayangan Pras berkelebat dengan senyum centilnya saat menggoda Adara.

"Anak tiga sudah besar-besar, tapi kok Adek Adara masih kayak anak remaja? Anak SMA. Most wanted. Yang kucari sampai mati," goda Pras seraya mencuil pipi sang istri.

Adara mendelik karena tak tahu tempat. Ketiga anaknya berdeham dan menyoraki sang papa yang tak tahu diri.

Pras mendesis, "Papa lagi ada acara sama mama. Anak kecil diem aja."

"Mas Pras!" geram Adara. "Godanya di kamar aja," sungut Adara dengan berbisik.

"Di kamar acaranya lain, Dek." Pras balas berbisik.

Saking geramnya, Adara mencubit lengan Pras.

"Ini mah dua puluh dua plus, Adek-adek!" seru Agra.

Adara memberi kode pada Agra dan kedua anaknya dengan melirikkan mata pada sang papa. Alamat Pras akan diserbu.

Benar saja tak sampai semenit, Pras diseret oleh Agra, Arimbi dan Faesya menjauhi Adara. Pras menjulurkan kedua tangannya pada Adara dan berpura-pura merengek dan menangis.

"kayfa la 'abki ya zawjati. 'iidha kunta baidan anni. Gimana aku tak menangis, Duhai istriku! Bila dirimu jauh dariku."

"Papa Pras lebbay!" ucap serempak ketiga anaknya.

Adara tertawa pelan melihat tingkah suaminya. Selalu saja begitu. Dari dulu, kehangatan dan sifat kekanak-kanakan sang suami selalu saja dirasakannya. Tak tahu tempat memang, tapi cukup dalam rumah saja. Bahkan para pelayan di rumah kadang sampai senyum-senyum sendiri melihat tingkah Pras yang tengah kambuh ingin menggoda sang istri. Sementara di luar rumah, Pras terlihat seperti suami sekaligus papa garang.

Di atas sajadah itu, Adara semakin menangis mengenang sang suami.

"Di mana engkau duhai kekasihku, suamiku? Berilah aku kabar. Aku sangat merindukanmu."

"Apakah engkau ingin membalas kerinduan ini seperti dulu saat aku pernah meninggalkanmu? Aku merasakannya sekarang suamiku, maafkan istrimu ini."

Dari balik pintu kamar Adara yang terbuka sedikit itu, seseorang tengah menatap Adara risau. Melihat wanita tiga anak itu dengan kegusaran. Ia tertunduk pilu. Bagaimana ceritanya Papa Pras yang pamit pergi demi sebuah pekerjaan belum kembali juga. Adakah sesuatu hal?

Adara bukanlah wanita yang hanya pasrah menunggu suami dan berdoa saja. Ia sudah menghubungi banyak kolega bisnis dan menyewa para informan profesional. Tak tanggung-tanggung, bahkan aparat keamanan negara juga sudah ia mintai pertolongan. Namun hasilnya sama seperti semula, nihil.

Bahkan jika perlu seisi dunia ini kupinta untuk mencarimu, mas, tapi jika Allah belum izinkan kita bertemu, kita tidak akan pernah bisa bertemu. Semuanya hamba kembalikan pada-Mu, Ya Rabbi, Tuhanku, Ya Allah. Bi'idznillahi azza wa jalla.

🙏🙏🙏

Bersambung.

Situbondo, 2 Juli 2019.

-----

Hai hai semuaaa

Sampaikan salamku pada seluruh teman, kerabat, handai taulan, tetangga dan semuanya #tuman

HADAS 2 udah dah cambeik. Cuma judulnya dikit nyebrang jadi bukan harapan di atas sajadah. Hohooo

Kamon komen n vote. Makin banyak viewers, vote n komen kumakin semangat update,,😄🙏

Makasiii, bye.

Salam me,

Mawar Malka.

Jangan lupa yapp follow akun instagramkuhh di mawarmalka

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top