Prologue
21 Febuary 00:00 AM
"Happy Birthday Marvin...Happy Birthday Marvin..."
Terdengar riuh suara nyanyian beberapa penghuni asrama khusus cowok yang tengah merayakan hari ulang tahun rekannya di balkon teratas gedung asrama mereka. Sebuah cake coklat kecil dihiasi lilin berbentuk angka 1 dan 7 diatasnya, menandakan tepat malam ini Marvin genap berusia 17 tahun. Usia yang bagi banyak orang menandakan kedewasaan.
Marvin berotak encer namun bukan tipikal seorang siswa penurut. Dia sering melanggar jam malam asrama dengan menyelinap ke atas balkon, hanya sekedar untuk merokok bersama kedua sahabat karibnya, Reza dan Bondy.
Kedua sahabatnya tersebut tentu tidak ingin melewatkan moment spesial malam itu begitu saja, merayakan usia Marvin yang telah menginjak dewasa. Bahkan, kali ini mereka turut mengundang beberapa siswa badung lainnya untuk merayakan hari jadi sahabatnya itu. Selain rokok, beberapa botol minuman keras pun menjadi hidangan utama perayaan pesta outdoor kecil-kecilan itu.
Sebuah ciri kenakalan remaja yang tidak patut dicontoh.
02:00 AM
Marvin teler berat seusai pesta barusan. Dia berjalan sempoyongan di lorong menuju kamarnya. Pemuda itu tinggal sekamar dengan seorang kutu buku alim yang pasti sudah beredar di alam mimpinya saat ini.
Marvin berdiri di depan pintu kamarnya sambil berulang kali mencoba memasukkan kunci yang digenggam jarinya ke dalam lubangnya. Meleset dan selalu meleset! Tangannya gemetaran bak terserang parkinson dan pandangannya kabur. Tidak ada cara lain selain mengetuk pintu membangunkan si kutu buku yang sedang terlelap di dalam kamar.
Beberapa kali gedoran keras Marvin berhasil mengusik ketenangan sang penghuni kamar yang ternyata masih belum tidur. Dia bangkit dari ranjangnya dan turun membukakan pintu bagi Marvin.
"Marvin...?" sapa cowok itu terkejut, tak menyangka akan melihat sosok Marvin dari balik pintu kamarnya yang baru terbuka setengah itu.
"Kamu... terlihat tampan tanpa kacamatamu..." sahut Marvin setengah sadar sambil langsung menyelonong masuk.
Seperti yang bisa ditebak, Marvin melangkahkan kakinya sedikit terlalu jauh, hanya selisih satu ruangan dari kamarnya.
06:00 AM
Bunyi alarm sebuah jam weker yang terdengar asing bagi telinga Marvin, sukses membuat pemuda itu terjaga dari tidurnya. Dia masih sangat mengantuk. Sambil kedua matanya mengerjap-ngerjap, mulutnya menguap begitu hebatnya hingga mampu menyedot seluruh perabotan seisi kamar. Marvin segera meraih jam weker di atas meja kecil di sebelah ranjangnya, mematikannya dan melempar benda berisik itu ke bawah, di dekat kakinya di atas ranjang.
Marvin tercengang kaget saat dia menyibakkan selimut yang menutupi badannya ketika hendak turun dari ranjang. Tak ada sehelai benang pun yang menempel pada tubuh polosnya. Marvin mengurungkan niatnya dan memilih kembali berlindung di balik selimutnya.
Tak hanya sampai disitu, kini kedua bola matanya membulat menangkap punggung lebar seorang cowok yang dihiasi sebuah tato manis berwarna hitam bersimbol "R" di tengkuknya, sedang tertidur pulas membelakanginya ketika Marvin menoleh ke arah samping.
Marvin begitu panik dan mulai menjadi sedikit gila, dengan sekuat tenaga dia menendang cowok itu hingga terjatuh menyuncum ke samping ranjangnya.
"Awww.........." lenguh cowok itu terduduk di atas lantai sambil mengelus-elus keningnya yang benjol akibat mencium kerasnya lantai kamar.
"Raymond!!!" teriak Marvin shock saat mendapati wajah orang yang paling dibencinya dalam keadaan sama telanjangnya seperti dirinya. Dia adalah penyebab Marvin jomblo hingga hari ini.
"Hai....Vin!" balas Ray meringis sambil melambaikan tangan dengan innocent ke arah Marvin. Baru detik ini dia memiliki kesempatan untuk menyapa pemuda itu karena memang mereka tak kenal satu sama lain. Hanya sebatas mengerti sesama siswa St. Patrick High School di angkatan yang sama.
"Enyah kau dari kamarku, bangsat!" perintah Marvin kalap sambil menimpuk wajah Ray dengan bantal, guling, jam weker atau apa saja yang bisa dilempar dari ranjang, hingga hanya tersisa sebuah selimut yang menutupi tubuh polosnya.
"Hei... sabar, Vin! Kamu sedang tidak berada di kamarmu. Ini kamarku!"
"Ehh...?" Marvin langsung mengedarkan pandangan menyusuri setiap sudut ruangan itu. Dekorasi dan perabotannya berbeda. Dia tersadar jika itu memang bukan kamarnya. Emosinya sedikit menurun karena malu. "Huh... kenapa aku bisa sampai tertidur disini? Apa yang telah kamu perbuat padaku semalam Ray?" tanyanya bingung sambil kepalanya menunduk, mengintip sekali lagi ketelanjangannya dari balik selimut yang tengah sedikit terangkat oleh tangannya.
"Hmm... sepertinya kamu terlalu mabuk semalam. Baiklah akan kuberitahu agar kamu tidak penasaran," ujar Ray sambil merangsek naik ke atas ranjang miliknya mendekati Marvin. "We had a great sex last night," bisik Ray di telinga Marvin sambil mengulas senyum tipis di bibirnya.
"Hah...?" Marvin terhenyak membeku sesaat, mencoba menerima kenyataan jika dirinya yang seorang cowok 100% straight telah digagahi oleh sesama kaumnya.
"Dasar biadab! Kamu telah memperkosaku..." bentak Marvin tiba-tiba sambil menghempaskan tubuh Ray hingga jatuh terjengkang mencium lantai untuk kedua kalinya.
Lubang pantat Marvin pun kini berkedut-kedut terasa nyeri dan pedih. "Astaga! Kamu membuatku mens, Ray! Arghh..." Marvin terkaget saat melihat noda bercak darah di permukaan sprei, di daerah dekat pantatnya bersemayam.
"Aku tidak memperkosamu, Vin. Kamu yang datang sendiri menyerahkan dirimu semalam. Tapi tenang, Vin, aku akan bertanggung jawab. Aku bersedia menjadi pacarmu."
"Najis! Dasar homo, brengsek! Sampai kapanpun aku tidak sudi jadi pacarmu, ngerti!"
Marvin terlihat begitu emosi dan ingin menghajar Ray namun tidak begitu dengan adik kecilnya. Dia malah menegang ketika Marvin mencoba mengingat sepenggal memory kejadian semalam, dimana seorang pria tengah melumat bibirnya serta mencumbunya penuh gairah. Sebaliknya, otaknya berusaha keras menyangkal jika dia begitu menikmati perlakuan Ray semalam sebelum dia benar-benar tak sadarkan diri.
"Gawat, aku sudah tidak waras! Aku seharusnya membencinya karena dia telah mencabuliku dengan nafsu bejatnya, tapi mengapa hatiku tidak sanggup?" gumam Marvin gundah dalam hati sembari beranjak turun dari ranjang, lalu segera memungut pakaiannya yang berserakan di atas lantai.
Marvin diselimuti kekalutan yang luar biasa. Dia tidak menghiraukan kehadiran Ray yang terduduk di atas lantai tengah menatapnya lekat. Ray ingin meminta maaf tapi bibirnya membisu, menyadari kondisi Marvin yang tampak terpukul. Dia memilih untuk diam dan mencari waktu yang tepat untuk berbicara dengan pemuda itu.
Setelah berpakaian lengkap, Marvin bergegas melangkah menuju ke arah pintu keluar hendak meninggalkan kamar yang dianggapnya terkutuk itu.
Ini merupakan kado paling kelabu yang pernah Marvin dapatkan sepanjang hidupnya. Kehilangan keperawanan di usianya yang baru genap 17 tahun. Diperparah dengan kenyataan bahwa seorang pria yang telah merenggutnya, menorehkan catatan kelam di lembar buku kehidupannya.
"Marvin siswa pembuat onar sukses dipecundangi sang playboy sekolah yang populer, Raymond"
Mungkin, seperti itulah kira-kira judul lembaran kisah hidup Marvin yang baru akan dimulainya saat ini.
TBC
Note: aku berusaha membuat cerita yang ringan dan tidak terlalu rumit seperti sebelumnya hehehe... mohon dukungannya yah. Sangat menerima jika ada kritik dan saran yang membangun, Thanks.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top