Bukan Anak Haram 14

Kenyataan terkadang memang pahit, tetapi suka tidak suka harus dilewati. Seringkali keinginan tidak sejalan dengan kenyataan, tetapi demikianlah hidup. Jatuh bangun untuk terus bisa menata dan menatap masa depan adalah hal lumrah yang setiap orang pasti melaluinya.

Semenjak dirinya dan Renjani resmi bercerai, Tristan lebih sering diam. Di kantor yang biasanya dia selalu ramah, kini semua berubah. Tak ada yang tahu mengapa pasangan yang mereka idolakan itu harus berpisah, karena memang rahasia itu hanya Tristan dan orang terdekatnya yang tahu.

Kemelut di hati Tristan, berjalan searah dengan kemelut pada hubungan kedua orang tuanya. Hasim mencurigai Mayang telah menyembunyikan sesuatu darinya. Akan tetapi, ada banyak alasan bagi perempuan itu untuk membuat suaminya percaya. Salah satunya adalah mengatakan jika Renjani telah berselingkuh dari anak mereka.

"Tapi kenapa Tristan tidak bicara pada Papa soal itu?"

"Ya itu karena dia belum bisa menerima apa yang sebenarnya terjadi. Dia masih begitu sakit dan tidak percaya pada apa yang dia dengar."

"Kamu yakin, Ma? Kamu yakin Renjani seperti itu? Karena setahu Papa dia ...."

"Jangan pernah menilai seseorang dari covernya, Pa. Bisa jadi dengan muka polosnya dia menyembunyikan hal yang bisa berdampak buruk bagi Tristan!"

Hasim menatap istrinya intens, ucapan sang putra kembali terngiang. Kali ini meski pernah dibantah oleh Mayang dia mencoba kembali mengorek keterangan dari sang istri.

"Ma."

"Ya?"

"Apa Mama tahu sesuatu?"

"Tahu apa?"

"Soal Renjani."

"Apa? Apa yang ingin Papa ketahui? Apa yang Papa dengar tentang anak itu?"

"Tristan memiliki pertanyaan aneh soal Renjani."

Wajahnya tampak tegang saat mendengar pertanyaan itu.

"Apa yang ditanyakan Tristan?'

"Dari mana dia tahu kalau Papa pernah ... eum, maksud Papa kenapa Tristan bertanya soal anak?"

"Maksud Papa? Soal anak?"

Hasim meneguk kopi hangat yang baru saja dia ambil dari meja. Setelah menyesap perlahan, kembali dia meletakkan ke tempat semula.

"Entahlah, tapi beberapa waktu lalu Tristan bertanya soal apakah Papa punya anak lain selain dia."

Mayang sontak membelalakkan mata karena tak menyangka putranya akan menanyakan hal tersebut meski sudah berulangkali dia berpesan agar tidak pernah bertanya soal itu ke papanya.

"Apakah ada hal yang kamu tahu, tapi Papa tidak mengetahuinya?" Hasim memiringkan tubuhnya menelisik sang istri.

"Apa? Nggak, Mama tidak tahu apa-apa dan ...."

"Kalau tidak tahu apa-apa, dari mana Tristan bisa berpikir seperti itu?"

Mayang merasa terdesak, dia menggeleng cepat.

"Ck, sudahlah, Pa! Kenapa Papa seperti mencurigaiku?"

Hasim masih memindai paras istrinya.

"Bukan mencurigai, Ma. Papa hanya ingin memastikan, karena hal seperti itu harus diluruskan. Akan jadi fitnah jika hal tersebut tidak terbukti."

Mayang menarik napas dalam-dalam. Segala hal tentang Renjani dan Savitri bermunculan di benaknya. 

"Sudahlah, Pa! Hal ini tidak perlu dibahas, selama Papa tidak merasa ada anak untuk apa dipikirkan!" Wajah Mayang tampak kecut. Dirinya benar-benar merasa terganggu dengan kemunculan Renjani yang membuat dirinya sadar jika cepat atau lambat kebenaran itu akan terungkap.

"Ah, atau jangan-jangan Papa masih berharap bertemu Savitri?"

"Ma, Mama bicara apa sih! Kenapa jadi bicara soal Savitri?"

"Iya jelaslah, Pa. Boleh dong Mama berpikir seperti itu! Karena kalau memang ada anak, itu artinya ada hal yang lebih menyakitkan untuk Mama selain perselingkuhan kalian!"

"Ma!"

"Apa? Salah? Mama salah, iya? Mama salah telah membuat kalian berpisah? Oke, salah! Sejak dulu memang Papa tidak pernah mencintai Mama!"

Hasim memijit pelipisnya.

"Ya Tuhan, Ma! Peristiwa itu sudah lama dan Papa sudah melupakan semuanya sepert yang Mama inginkan, tapi kenapa sekarang justru Mama kembali membukanya?" Pria paruh baya yang masih terlihat gagah itu tampak menarik napas dalam-dalam. 

"Iya. Tapi memang itu, 'kan yang terjadi? Memang Papa tidak pernah sepenuhnya mencintai Mama, kan? Yang ada di kepala Papa hanya Savitri! Bahkan meski sudah ada Mama, perempuan itu masih terus ada dalam pikiran Papa."

Tak ingin berdebat, Hasim membiarkan istrinya berbicara.

"Kalau memang Papa hanya mencintai Mama, mana mungkin perselingkuhan itu terjadi!"

"Mama cukup! Jangan bikin semua menjadi semakin keruh." Hasim bangkit dari duduk.

"Papa mau ke mana?"

"Papa capek mau istirahat!" sahutnya sembari mengayun langkah meninggalkan Mayang yang masih terlihat kesal.

"Mama?" Sentuhan tangan Tristan di bahu Mayang membuat perempuan berambut sebahu itu menoleh.

"Kamu ... dari tadi di sini?"

Pria yang mengenakan kemeja putih itu mengangguk pelan.

"Kamu dengar ...."

Tristan tak menjawab. Dia merengkuh bahu Mayang seolah ingin menguatkan meski kembali di kepalanya terngiang nama Savitri. Nama yang berulangkali dia dengar dari sang mama dan nama itu sama dengan nama yang dia lihat di album yang dipegang Renjani.

"Tristan, kenapa kamu bertanya ke Papa? Kenapa kamu nggak nurut apa kata Mama?" Mayang mengurai pelukan menatap putranya.

"Maaf, Ma, tapi ini demi kebaikan Renjani juga Papa. Papa harus tahu kalau ...."

"Kamu nggak perlu ikut campur urusan ini. Ini urusan Mama dan Papa juga perempuan itu. Jadi tolong! Berhenti berbuat apa pun dengan alasan apa pun!"

"Tapi, Ma."

"Nggak, Tristan!"

"Ma."

"Tristan cukup! Besok malam, kamu ikut Mama. Mama mau kenalkan kamu dengan putri sahabat Mama yang baru pulang dari Jerman."

"What?" Matanya menyipit mendengar penuturan Mayang.

"Untuk apa?"

"Kamu sudah resmi bercerai, 'kan? Lagipula meski masih mengurus surat-surat, toh status kalian sudah bukan suami istri lagi, 'kan?"

Tristan bungkam, tetapi dia tahu arah pembicaraan tersebut.

"Mama mau kamu ketemu sama Pricilla, dia anak Tante Arini. Dia baru dia pekan di sini dan Mama yakin kamu akan suka karena ...."

"Nggak, Ma. Nggak," potongnya.

"Kamu nggak mau ngecewain Mama, 'kan?" tandas Mayang. "Percayalah! Kali ini kamu dan keluarga kita tidak akan menyesal!"

**

Ria menatap Renjani dengan tatapan prihatin. Cerita yang didengar dari mulut rekannya itu sama sekali tidak pernah tergambar sebelumnya. Ternyata Renjani harus menelan kekecewaan karena peristiwa masa lalu orang tuanya. 

Setiap anak tidak pernah meminta dilahirkan jika yang seharusnya mencintai tidak pernah menganggapnya ada. Beruntung Renjani memiliki ibu angkat yang demikian menyayangi. Meski sebenarnya Bu Yani adalah orang yang dipercaya oleh Savitri untuk menjaga Renjani.

"Lalu apa rencanamu, Renjani?"

"Aku nggak tahu, tapi aku harus pergi jauh dari sini."

"Maksud kamu?"

"Iya, aku nggak mau mereka tahu dan akhirnya mengasihani aku."

"Mereka?"

"Iya, siapa pun itu yang memiliki andil atas kehadiranku di dunia ini. Aku nggak mau mereka tahu. Terlebih ... Tristan."

Suaranya bergetar dengan mata terlihat berair saat menyebut nama Tristan. Rasa rindu itu ada, rasa cinta yang mendalam pun masih tetap bergemuruh di dadanya.

"Ke mana? Kamu mau ke mana?"

"Aku masih belum menentukan ke mana, tapi mungkin ke satu kota kecil dan aku akan memulai hidup di sana tanpa dibayangi oleh masa lalu kedua orang tuaku atau siapa pun."


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top