Bukan Anak Haram 11


Renjani kembali membuat jarak. Ucapan Tristan barusan sangat memukul hatinya. Ada kecewa yang melambung saat tahu pada akhirnya pria itu ikut mempermasalahkan garis keturunannya yang bahkan dia sendiri tidak tahu.

"Kamu bilang apa barusan, Mas?" tanyanya menatap nanar. "Kamu bilang soal keturunan? Kamu seperti orang yang baru mengenalku. Apa kamu sadar apa yang kamu katakan tadi?"

"Maafkan aku, Renjani, tapi ini jalan keluar terbaik untuk kita."

Renjani menutup mulutnya gejolak emosi. Tristan menceraikannya. Hal itu tidak pernah terlintas sama sekali di kepalanya. Semua impian musnah seketika.

"Kamu keterlaluan, Mas! Kamu jahat! Kamu sudah menipuku dengan semua janji yang pernah kamu ucap! Kamu jahat!" Tak bisa membendung amarah, Renjani sekuat tenaga memukul lengan Tristan dengan air mata yang terus mengalir.

"Iya, aku salah. Aku mohon maafkan aku. Mulai malam ini, kita sudah bukan suami istri lagi. Maafkan aku, Renjani."

Mata indah Renjani menatap tajam pada pria yang begitu kuat menyita semestanya itu. 

"Jadi karena itu kamu menceraikanku?"

Tristan tak menjawab. Dia hanya menarik napas dalam-dalam sembari memijit pelipisnya.

"Kamu keterlaluan, Mas! Kamu sudah  menghinaku! Kamu pembohong! Kamu ...."

"Kamu adikku, Renjani! Kamu adikku! Bagaimana mungkin aku bisa menyakitimu?"

Keterkejutan Renjani semakin bertambah mendengar pernyataan Tristan. 

"Lelucon apa lagi ini? Sandiwara apa yang kamu katakan, Mas?"

Mata Tristan terlihat berkaca-kaca, dia pun tak bisa menahan gejolak emosi di dadanya.

"Ini bukan lelucon, Renjani. Ini yang sebenarnya terjadi."

"Nggak! Ini bohong! Ini cuma karangan Mas Tristan supaya bisa lepas dariku yang tidak punya asal usul jelas, 'kan? Ini cuma alasan supaya Mas bisa dekat dengan perempuan yang tadi di kantor itu, 'kan!"

Tristan bungkam. Dia membiarkan Renjani mengatakan apa pun yang muncul di kepalanya. Kini cinta yang dia miliki untuk Renjani harus berubah. Bukan lagi rasa cinta kepada pasangan, tetapi rasa cinta kepada saudara.

"Sudah malam, sebaiknya kamu istirahat. Besok biar aku yang urus surat perceraiannya. Maafkan aku, Renjani." Dia beranjak dari duduk mencoba mendekati Renjani yang berdiri di dekat jendela.

"Jangan mendekat! Tolong! Berhenti bersikap manis padaku!" ujarnya memberi isyarat agar Tristan tak mendekat. "Tinggalkan aku sendiri!" Suaranya terdengar serak.

"Nggak, Renjani. Aku nggak akan meninggalkanmu. Aku juga tetap akan bersikap sama meski kamu menolak."

Rumah yang biasanya hangat dan penuh dengan cinta itu kini berubah dingin. Mereka saling diam dalam pikirannya masing-masing.

"Renjani."

"Cukup! Dari mana cerita itu Mas dapat? Dari mana Mas yakin kalau cerita itu benar?"

Membuang napas perlahan, Tristan mulai menceritakan apa yang dia ketahui dari awal hingga akhir.

"Kamu tahu? Sejak Mama memberitahukan soal ini, bukan hanya separuh jiwaku yang hilang, tapi aku merasa seluruh tubuhku tercerai berai. Aku nggak kuat. Ini semua di luar perkiraanku."

Matanya terlihat merah, wajahnya seakan tidak sanggup menatap Renjani.

"Berhari-hari aku menolak kenyataan itu. Berhari-hari juga aku tenggelam dalam kebingungan. Aku nggak tahu, apakah aku bisa melepaskanmu atau tidak!" Suara Tristan bergetar. "Melepaskanmu ... adalah mimpi buruk buatku, Renjani, tapi aku nggak bisa. Aku nggak bisa menerima kenyataan bahwa kamu adikku. Aku nggak bisa, Renjani!"

Hati keduanya seperti sedang disayat. Ada hati yang tiba-tiba harus hancur berkeping-keping dan mereka tidak bisa berbuat apa-apa. Bahu Renjani bergetar, dia tak sanggup melihat pria yang dikasihinya terlihat demikian hancur. 

"Mas!" 

Tak tahan, dia menghambur ke pelukan Tristan. Keduanya saling berpelukan seolah tak ingin melepaskan satu sama lain.

"Aku benci keadaan ini, Renjani," ungkapnya dengan suara tertahan karena kesedihan yang mendalam. "Maafkan aku. Maafkan aku."

Renjani menggeleng, dia mengurai pelukan. Masih dengan pipi basah, dia berkata, "Aku harap ini hanya mimpi buruk. Aku ingin segera terbangun dan mendapati Mas ada di sampingku tersenyum seperti biasa."

Dia segera berlari ke kamar diikuti oleh Tristan. Renjani menatap pantulan wajahnya di cermin. Dengan suara terputus-putus dia mengatakan bahwa dirinya adalah bencana bagi Tristan.

Ingatannya kembali pada hari di mana dia mendengar kasak-kusuk para tamu perempuan kala itu. Masih lekat di memorinya mereka membicarakan Hasim Abimanyu. Tak menyangka jika mereka tengah membicarakan dirinya. 

Dirinya-lah ternyata anak perempuan dari hasil perselingkuhan tersebut. Dialah sumber dari kekacauan dalam keluarga Tristan. Kehadirannya hanya menjadi masalah bagi orang banyak. 

"Sekarang aku tahu, mungkin lebih baik aku tidak pernah tahu siapa kedua orang tuaku kalau ternyata ujungnya akan lebih menyakitkan."

"Renjani."

Dengan mata sembab, Renjani membuka lemari dan mulai memasukkan baju-bajunya ke dalam koper.

"Renjani kamu mau ke mana?" Tristan mendekat dengan wajah cemas.

"Segera urus perceraian kita, jika semua sudah selesai, Mas bisa kirim lewat email ke aku," sahutnya tanpa menoleh.

"Renjani!" Cekalan tangan Tristan membuatnya menghentikan aktivitas. "Kamu ke mana?"

"Untuk apa aku di sini, Mas? Aku mau pergi. Aku anak yang tidak pernah diinginkan kelahirannya oleh siapa pun. Bahkan bahagia pun aku tak berhak," jawabnya sembari menepis tangan pria yang wajahnya tak kalah sedih itu.

"Siapa bilang kamu tidak diinginkan. Aku, aku yang sangat menginginkanmu, Renjani."

Dia menggeleng, matanya kembali berkaca-kaca.

"Tapi sekarang tidak. Sekarang sudah berbeda, Mas!"

"Nggak, Renjani. Nggak! Aku tetap menginginkanmu, tetap mencintaimu tetap seperti dulu.

"Tapi itu nggak mungkin lagi. Nggak mungkin rasa itu tetap seperti dulu. Kita harus belajar untuk melupakan satu sama lain! Kita nggak mungkin menjadi pasangan!" Kembali dia histeris.

Tristan tak bisa menjawab. Semua kekeliruan ini terlalu rumit dan dia tidak bisa berbuat apa-apa lagi selain menyerah dengan keadaan.

 Menyerah? Mungkin saat ini hanya itu yang bisa dilakukan Tristan, tetapi dia masih ingin tahu dan menyelidiki lebih jauh apa yang terjadi di masa lampau antara papanya dan perempuan yang dia tahu bernama Savitri tersebut. 

Baginya masih ada sekeping harap bahwa antara dia dan Renjani tidak ada hubungan darah seperti yang diungkap mamanya juga Wigati. Meski mungkin jika nanti jawaban dari pencariannya tidak mengubah keadaan, tetapi dia tetap ingin mengetahui yang sesungguhnya.

"Kamu jangan pergi, Renjani. Rumah ini rumahmu, dan kalau pun ada yang harus pergi, itu adalah aku," tuturnya kembali meraih tangan Renjani yang sudah siap pergi.

"Nggak, Mas. Tolong, biarkan aku pergi. Ini akan lebih baik untuk kita. Kamu bebas menentukan hidupmu tanpa ada bayangan dari masa laluku."

Perempuan yang mengenakan baju panjang berwarna abu-abu itu menarik napas dalam-dalam. 

"Ini memang harus kita lakukan untuk masa depan kita masing-masing. Sampaikan maafku untuk keluargamu. Maaf, aku tidak sanggup untuk berhadapan dengan Mama Mayang, aku malu. Maafkan aku yang sudah membuat hidupmu porak poranda."

Renjani menyeret kopernya dengan langkah cepat seolah ingin segera lenyap dari hidup Tristan untuk selamanya. Rasa malu dan kecewa bertumpuk di hatinya. Untuk sementara mungkin dia akan kembali ke rumah Bu Yani yang sudah lama kosong. 

"Renjani tunggu!"

"Ada apa lagi, Mas?"

"Katakan kamu mau ke mana. Ini sudah malam dan ...."

"Percayalah, aku akan baik-baik saja."

"Aku antar!"

"Nggak perlu. Please, Mas. Ini semua sudah sangat menyakitkan bagiku. Tolong, biarkan aku masing-masing belajar untuk menerima dan menyadari jika kita tidak bisa seperti dulu lagi." Renjani melepas tangannya dari genggaman Tristan dan kembali melangkah menuju mobil

"Nggak, Renjani. Aku tetap akan mencari jawaban dan berharap ini tidak nyata!" 

Tak ada ucapan lagi yang keluar dari mulut Renjani. Dia membuka pintu mobil dan masuk, menghiraukan apa pun usaha Tristan mencegahnya.

"Aku pergi, Mas. Aku harus menenangkan diri. Demikian pula denganmu."

Perlahan mobil Renjani meninggalkan kediaman mereka. Meninggalkan semua kenangan indah yang tentu saja akan sulit untuk dilupakan begitu saja. 

Tak ingin kehilangan perempuan yang dicintai, Tristan menuju mobil dan segera mengikuti ke mana arah Renjani menuju.

**

Apa yang akan dilakukan Renjani selanjutnya?

Btw kisah ini semoga masih menarik untuk dinikmati.

Terima kasih sudah berkunjung 🫰


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top