Bukan Anak Haram 1


Bismillah.

Kisah baru yang semoga bisa menghibur dan memberi manfaat bagi teman-teman pembaca tercinta.

Selalu aku ucapkan terima kasih karena selalu mendukungku.

Salam hangat 🖤
Semoga suka dengan cerita baruku.

**

Renjani tak dapat menahan haru kala melihat Tristan datang dengan bunga dan sebuah cincin di tangannya. Kedatangannya membuat seluruh karyawan yang hadir bertepuk tangan. Kejutan yang dia buat berhasil! Sejak pagi Renjani selalu disalahkan oleh staf. Ada saja yang membuat mereka menyalahkan dan mendiamkan perempuan bermanik cokelat itu.

Siang ini akhirnya dia tahu jika semua itu adalah ide dari Tristan.

"Will you marry me, Renjani Anantari?" Mata tajamnya berubah menjadi tatapan penuh permohonan. Dia berlutut di depan Renjani persis seperti yang seringkali disuguhkan di film-film romantis. Sementara para staf bersorak mengatakan agar dia menerima lamaran Tristan Abimanyu.

Renjani merasa peristiwa itu adalah satu dari bagian yang paling membahagiakan dalam hidup. Tristan Abimanyu adalah anak dari Hasim Abimanyu, satu dari beberapa orang terkaya di negeri ini. Saat ini Tristan adalah atasan Renjani , dan dia manajer marketing yang selalu mendapatkan reward atas hasil kerjanya.

Kedekatan mereka tidak tiba-tiba, semuanya penuh pertimbangan, terlebih Renjani. Dia sadar sepenuhnya siapa keluarga Abimanyu, hal itu yang kerap membuatnya maju mundur pada hubungan mereka.

Berulangkali Renjani meminta agar Tristan memikirkan kembali keputusannya untuk bersama, tetapi berulangkali juga pria itu meyakinkan jika keluarganya akan menerima apa pun pilihannya.

"Terima, terima, terima ...." Gegap suara karyawan dan tepuk riuh membuat Renjani tersadar ada seorang pria yang masih berlutut di depannya.

"Renjani, please, apa pun itu, aku ingin kamu yang menemaniku sampai tua nanti. Will you marry me?"

Matanya  berkaca-kaca, bukan dia tidak bahagia, tetapi ada ribuan kekhawatiran jika dia memilih jalan ini. Memilih menerima Tristan adalah hal terindah sekaligus menyadarkannya jika kelak pasti ada toreh luka yang mungkin meninggalkan bekas yang mendalam.

Wajah Tristan berubah cerah kala Renjani mengangguk pertanda menerima. Kembali ruangan itu dipenuhi oleh tepuk dan riuh ucapan selamat bagi mereka berdua. Masih dengan paras berseri, Tristan menyematkan cincin bermata biru ke jari manis Renjani setelah perempuan itu menerima rangkaian bunganya.

"Thank you, Renjani." Dia memeluk Renjani erat yang membuat ruangan itu kembali gempita.

**

Seperti biasa, setiap pulang kantor, mereka selalu bersama. Tristan melarang Renjani pulang dengan taksi online semenjak kami resmi memutuskan untuk pacaran enam bulan yang lalu.

"Jadi kapan kamu siap bertemu mama papaku?" Tangan kiri Tristan meraih tangan Renjani, sementara satu lagi tetap pada kemudi.

"Apa kamu yakin, Mas?" Lagi-lagi dia ragu, bukan ragu pada kesungguhan pria berkulit bersih itu, tetapi keraguan hati Renjani yang seolah tak pernah bisa hilang.

"Sejak kapan aku tidak yakin dengan pilihan dan keputusanku?" Dia menoleh sejenak lalu kembali mengalihkan pandangan ke depan.

"Bukannya aku pesimis, Jani, aku pasti sangat happy kalau kamu benar-benar bisa bersanding sama Tristan, tapi merunut sejarah keluarga mereka yang ...." Sejenak dia terdiam. "Kamu tahu, kan? Siapa Tristan? Maksudku ... siapa papa dan mamanya bos kita itu?" Ucapan Ria kembali melayang-layang di kepala.

Renjani sangat tahu siapa Hasim Abimanyu. Tak ada yang tidak kenal dengan papa dari Tristan itu. Keluarga  besar mereka memiliki perusahaan yang menggurita, dan bukan salahnya jika terkadang tidak yakin dengan hubungan ini. Akan tetapi, bukan salah cinta juga yang mempertemukan dia dengan pria bertubuh tinggi tersebut.

"Melamun lagi, 'kan?" Dia mengusap puncak kepala Renjani. "Kamu kenapa sih?"

Renjani mencintainya, tapi perempuan itu juga tidak ingin cinta membuatnya terbelenggu. Dia  bukan dari golongan yang setara dengan Tristan, meski dia bisa hidup nyaman dan bisa dikatakan mapan untuk saat ini. Semua tentu karena pertolongan Tuhan melalui Bu Yani, ibu angkatnya yang sudah berpulang.

Renjani memang tidak pernah kenal siapa kedua orang tuanya. Menurut Bu Yani, dulu dia ditemukan di sebuah pos ronda di dalam kardus mie instan kala itu. Karena belas kasih Bu Yani-lah yang membuatnya bisa seperti sekarang. 

Sosok Bu Yani adalah seorang perawan tua dan  tidak memiliki siapa-siapa. Memilih tidak menikah karena cinta pertamanya pergi meninggalkan dia begitu saja. Semenjak itu, beliau menutup pintu hati rapat-rapat. Sehingga tak ada celah tersisa yang bisa dimasuki oleh pria mana pun.

Kehadiran Renjani menjadi kebahagiaan untuknya, Yani sudah menganggap sebagai putrinya. Dia pula yang memberi nama Renjani Anantari. Menurut beliau, Renjani berarti kesetiaan, kelembutan dan welas asih, sementara Anantari adalah pemimpin atau seseorang yang jeli dan memiliki cita-cita yang tinggi.

"Renjani?" 

Baru tersadar saat mobil berhenti, dan Tristan menjentikkan jarinya tepat di depan mata.

"Eum ... kok berhenti di sini?" Dia melihat sekeliling, ternyata sudah berada di parkiran sebuah mal.

"Ya, habisnya, kamu dari tadi melamun terus, kenapa sih?"

Dia menarik napas dalam-dalam. Jika Renjani mengatakan alasannya, sudah pasti Tristan akan kesal, karena memang selalu itu yang membuat mereka berselisih.

"Kita makan, terus nonton, atau belanja. Kamu mau beli apa?" Alisnya terangkat.

"Mas Tristan."

"Hmm?"

"Aku nggak lapar dan aku lagi nggak pengin nonton atau belanja." Dia memalingkan wajah keluar jendela. 

Mungkin bisa dibilang Renjani pengecut, karena belum tentu keluarga Tristan menolak. Dia sudah kalah sebelum bertempur, karena yang dia tahu dan pahami , seorang perempuan itu harus jelas bibit, bobot, dan bebetnya. Karena itu adalah hal paling mendasar untuk kejelasan keturunannya kelak. Terlebih calon mertuanya bisa dikatakan bukan 'orang biasa'.

"Sayang, lihat aku!" Dia meraih bahu Renjani membuat perempuan itu menoleh, lalu perlahan Tristan  menangkup wajah sang kekasih dengan kedua tangannya.

"Aku tahu apa yang kamu pikirkan, tapi kamu juga pasti tahu apa yang aku pikirkan, 'kan?" Suara Tristan terdengar sangat lembut.

Terlihat mata Renjani berkaca-kaca. Dia paling tidak berani jika harus berhadapan dengan kedua orang tua yang begitu menyayangi pria itu. Sudah sering Tristan mengajak untuk bertemu dengan papa dan mamanya, tetapi selalu saja dia  memiliki ribuan alasan untuk menunda.

"Aku takut, aku nggak siap jika ditanya asal usulku. Aku bahkan nggak tahu siapa ibu dan ayahku, Mas!"

"Iya, lalu kenapa? Yang akan menikah denganmu itu aku, bukan papa atau mamaku, Renjani. Aku mencintaimu, tanpa peduli asal-usulmu , aku nggak peduli dari siapa kamu dilahirkan, aku nggak peduli siapa orang tuamu!" Kudengar dia menarik napas dalam-dalam. "Harus bagaimana lagi aku meyakinkanmu, Renjani? Aku mencintaimu, apa itu tidak cukup?"

Tangisnya pecah, tentu saja cinta yang diberikan Tristan sangat memiliki arti di hidup Renjani. Dia telah memberikan warna dalam hidupnya. Tristan bukan hanya kekasih, tetapi adalah partner kerja yang menyenangkan, dan sangat cerdas. Justru semua kebaikannya itu yang membuat Renjani merasa takut jika harus menghadapi kenyataan andai suatu saat mereka berpisah.

Jika sudah dalam kondisi seperti ini, Tristan selalu membawa Renjani ke dalam pelukannya. Di sana dia merasa nyaman dan sangat terlindungi. Renjani hanya tak ingin kehilangan pria itu. 

Dia berpikir entah bagaimana caranya agar memiliki keberanian untuk bertemu Hasim Abimanyu dan istrinya, Mayang Wirasti.

"Maafkan aku, Mas Tristan. Maaf." Dia mengusap pipi yang basah sembari mencoba tersenyum.

"Oke, aku maafkan, tapi kalau hal seperti ini terus terulang, aku nggak mau. Satu yang aku ingin kamu tahu, aku hanya ingin kamu. Hanya itu."

Renjani selalu merasakan ketulusan Tristan. Caranya mencintai, yang dia yakin tak akan bisa ditemukan pada pria mana pun.

Sambil tersenyum, dia mengangguk dan kembali menarik napas dalam-dalam.

"Jadi, kita makan sekarang?"

Renjani  menatap wajahnya. Pria tampan nan mapan itu menunggu jawaban. Meski cemas , dia sangat bersyukur mendapatkan cinta Tristan.

 Perjalanan cinta mereka tak pernah ada hambatan, karena satu frekuensi dan yang lebih penting karena Renjani dan Tristan berada dalam satu lingkungan kerja yang sama. 

Baik Renjani maupun Tristan sama-sama tahu di mana mereka harus meletakkan hubungan percintaan pada saat bekerja. Sehingga dia tetap profesional saat bersama klien atau jika tengah membahas hal pelik tentang pekerjaan.

**

Boleh tinggalkan jejak komen yaa. Kita ngerumpi bareng-bareng 😁🫰

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top