Taman Kota
POV Adistya
Kami berdua akhirnya sepakat untuk jalan berdua di taman kota, cukup lama kami mengitari area ini namun tetap saja Ronny terdiam membisu. Tak sepatah kata pun terucap dari bibirnya. Membuat suasana 'kencan' malam ini terasa lebih kelabu. Meskipun tak sepenuhnya aku menganggap ini sebagai 'kencan'.
Karena kaki merasa sangat pegal, juga cacing di dalam perut yang sudah mulai berdemo. Akhirnya aku memutuskan untuk mengajak Ronny mampir ke tempat penjual makanan.
"Iyalah harus istirahat dulu, kalau jalan-jalan terus bisa-bisa kedua betis ini meledak," Gumamku dalam hati
Kebetulan tadi kulihat ada tukang batagor yang memparkir gerobaknya tak jauh dari pusat taman kota yang berbentuk melingkar seperti bundaran.
"Ron, kita mampir dulu beli jajanan di sana, yuk. Aku laper nih." Ajakku mencoba membuka obrolan kami seraya menunjuk ke arah gerobak penjual batagor yang tak begitu jauh dari lokasi kami berjalan-jalan.
"Ya udah ayok, kita makan dulu. Nanti sekalian ada juga yang mau aku omongin sama kamu, Dis." Sahut Ronny membalas.
Kami berdua langsung menghampiri penjual batagor yang letaknya memang tak begitu jauh. Setelah memesan pada sang penjual, kami pun duduk bergaya lesehan.
Sambil menunggu pesanan, aku membuka ponsel untuk mengecek jika ada notifikasi yang terlewatkan. Barangkali ada costumer yang mengirim chat dan berniat memesan produk yang kujual di sosmed.
Kami duduk bersebelahan, dan saat aku sibuk melihat ponsel, Ronny justru mengirim pesan via whatsapp. Padahal jelas-jelas posisi kami saat ini sedang duduk berdampingan, meskipun bukan di pelaminan ya. Uhuy....
Ronny hanya mengirimkan stiker kartun yang mengirimkan tanda love, meski tidak penting tapi aku merasa risih sekaligus sedikit kesal.
Toh kita sedang bersama, lalu buat apa harus mengirim chat jika bisa berbicara secara langsung?
"Diih, kamu tuh apaan sih, Ron? Nggak jelas banget deh." Tukasku sembari memanyunkan bibir tanpa menoleh padanya.
"Lagian dari tadi sibuk terus sama hape, aku malah dicuekin. Kayaknya kamu nggak pernah mengganggap aku ada di hatimu ya, Dis?" Kali ini rayuan maut Ronny mulai terlihat, sama persis saat chat pertama kami via messenger dulu.
"Ihh, kamu tuh, ya! Kerjaannya ngegombalin mulu, eneg tau nggak' aku dengernya." Aku menjawab sembari memanyunkan bibir meski tetap tak melirik ke arahnya.
"Ya lagian, siapa suruh punya wajah manis dan cantik? Meskipun ada kurangnya, sih." Gombalnya lagi.
"Apa? kurang apa?" Kali ini aku meletakan ponsel di atas meja, lalu menatap ke arah Ronny yang sedang melancarkan aksinya dalam mengambil hatiku.
"Iya emang ada kurangnya, masa' bidadari secantik kamu nggak' ada sayapnya." Gombalnya lagi seraya senyam-senyum mencurigakan, kemudian disusul dengan sahutan dari penjual batagor yang menyahut gombalan Ronny.
"Eaaaaaa, eaaaaaa, eaaaa, saya perlu joget nggak' mas?" tanya penjual batagor tersebut sembari cengar-cengir saat tak sengaja mendengar gombalan maut yang Ronny lemparkan padaku barusan.
"Ooh tentu boleh dong, mang. Nanti saya kasih hadiah aqua gelas, ya." Balas Ronny sambil tertawa.
Kemudian si penjual batagor langsung mengangkat jempolnya, tubuhnya bergoyang seirama dengan jempolnya yang ikut berjoget.
Aku hanya tertawa seraya menutup mulut saat melihat tingkah konyol penjual batagor, bisa-bisanya Ronny membuat candaan yang sangat menghibur malam ini.
Setelah sang penjual menyuguhkan batagor pesanan kami, aku pun bersiap untuk makan. Tak lupa berdoa terlebih dahulu sebelum makan, itu sudah jadi kebiasaanku sejak kecil.
Baru saja kupegang sendok dan hendak memasukan satu suapan batagor ke dalam mulut, dengan secepat kilat Ronny langsung meraih piring yang kupunya. Lalu ia membawa piring tersebut ke arah tempat cucian. Aku hanya diam mematung dan memperhatikan tingkah Ronny yang mulai menjengkelkan.
"Piring kamu mau dicuci sama mamang batagornya nih, udah, ya." Tukas Ronny cengar-cengir sembari melangkah dan membawa piring milikku ke arah tempat cucian.
Dengan sigap, aku menyimpan sendok yang sedari tadi aku pegang lalu beranjak bangkit dari tempat duduk. Mengambil tas dan ponsel, lalu pergi dari tempat itu. Jika sedang lapar, aku jadi mudah emosi.
Dan sepertinya Ronny tidak tahu akan kebiasaanku ini.
Aku terus melangkah ke luar dari tempat itu, tapi kemudian mamang batagor menyusul. Eh, maksudnya Ronny yang menyusul dan membujukku untuk kembali makan.
"Iya-iya maaf, aku tadi cuma becanda doang kok', maafin aku ya, Dis." Bujuknya sembari meraih jemariku dengan mesra, tatapan polosnya sanggup membuat hati bergetar. Tapi langsung kutepis perasaan itu.
Sadar woy, sadar! Aku sama dia baru aja ketemu pertama kali, masa cuma dengan pegangan tangan seperti ini aja bisa sampai baper?
Aku terus berucap dalam hati meski kenyataaannya tak sedikitpun kalimat yang keluar dari mulutku, bahkan saat Ronny menggandeng tangan lalu mengajakku kembali ke tempat semula. Entah mengapa aku menurut saja kali ini.
Sesampainya kami di tempat yang semula, aku hanya bisa menundukkan kepala. Perasaan bercampur aduk, jantung berdegup seirama dengan lagu dangdut. Hingga tanpa sadar, peluh mulai membasahi kening.
Sedangkan Ronny, ia tampak santai seolah tak terjadi apa-apa. Kemudian ia mulai melahap batagor miliknya, tanpa memperdulikan hatiku yang sedang kembang kempis gara-gara kejadian tadi.
Dasar cowok gak PEKA!!!
Aku bahkan tak lagi mengingat bahwa saat ini sedang lapar, batagor yang dipesan pun tak kusentuh lagi. Berusaha sekuat mungkin untuk menguasai hati yang semakin tidak karuan.
Di tengah kegalauan dan hati yang sedang remuk redam, tiba-tiba saja Ronny menyuapi sesendok batagor padaku. Dan anehnya aku malah menerima perlakuan itu.
Dengan santainya Ronny menyuapi sedangkan aku hanya bisa menerima saat satu demi satu suapan itu masuk ke dalam mulut ini.
Bahkan Ronny tanpa sungkan lagi mengelap bibirku dengan tissue saat ia melihat ada sekelumit bumbu sambal kacang yang menempel di bibir ini.
Aku makin tak mampu menguasai diri, pipi seketika memerah menerima perlakuan dari Ronny yang sederhana namun bagiku ini sangat romantis.
"Cieee, cieee, cieee, co cweet." Seru mamang penjual batagor saat itu. Ternyata beliau sedari tadi sudah memperhatikan apa yang kami berdua lakukan dan lucunya lagi, beliau bahkan mengambil beberapa foto kami berdua kala itu.
Aku makin malu dibuatnya, kepalaku tertunduk malu. Sedangkan Ronny tampak tetap penuh perhatian dan terus mencoba menyuapiku lagi.
"Update status, baru kali ini ada yang pacaran di lapak saya dan mereka sangat mesra. Weka-weka-weka-weka-weka." Ucap lantang penjual batagor sembari cengar-cengir.
Saat suasana mulai berbunga-bunga, perhatianku teralihkan ketika hadir dua anak kecil dengan pakaian lusuh di antara kami. Sepertinya mereka kakak beradik, yang perempuan sepertinya kakak dan adiknya masih berusia sekitar 6 tahun.
Pandangan anak perempuan itu penuh harap, ia seakan menunggu kemurahan hati kami untuk berbagi rezeki dengan mereka.
"Kak, kami lapar." Ucap polos gadis kecil itu, dan seketika mataku berbinar air mata saat mendengar permintaan dari gadis kecil itu.
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top