Serasa Mengulang Masa Lalu


"Duduk dulu, ya. Aku mau bikin minum dulu untuk kalian. Eh, iya. Kalian mau minum apa nih?" Tanyaku bersemangat.

"Apa aja deh, eh tapi kalau ada susu coklat boleh juga tuh," Seru Tuti sembari tertawa kecil. Seketika Rini dan Evis langsung menoleh ke arah Thutye dengan kompak.

"Kamu ini, dari dulu enggak pernah berubah, ya? Selalu malu-maluin. Huu... " Celetuk Rini sambil memukul pelan lengan Tuti, tapi Tuti hanya tertawa sembari menutup mulutnya.

"Iya udah enggak apa-apa, kok. Santuy aja sih. Kayak sama siapa aja." Aku melempar senyum pada mereka bertiga. Lalu wajahku melihat ke arah Rini sembari mengangkat sedikit sebagai isyarat bertanya padanya tanpa berucap.

"Aku sih teh manis aja, say," Sahut wanita yang selalu berkaca mata ini.

"Kamu mau... " Belum selesai aku bertanya, Evis langsung menjawab secepat kilat.

"Aku juga teh manis, tapi gelasnya yang besar aja ya, say. Hehe... " Ucap Evis ditutup dengan tawa kecilnya.

"Oke deh, kalian tunggu disini, ya. Aku ke dalam dulu bikinin minum untuk kalian," Ujarku sembari melangkah masuk ke dalam rumah. Baru saja berjalan sampai di ruang tengah, ibuku keluar dari kamarnya lalu menghampiriku sembari bertanya.

"Siapa di teras itu, Nak? Teman kamu, ya?" Tanya beliau setengah melirik ke arah pintu depan yang masih terbuka.

"Iya, bu. Itu di teras ada Evis, Rini, sama Tuti. Teman Citra dulu waktu SD. Ibu masih ingat mereka kan?" Jawabku tersenyum.

"Wah, ibu harus ketemu sama mereka. Ibu udah kangen mau ngobrol sama anak-anak gadis ibu. Dulu mereka sering main disini, ibu kangen sama mereka." Ujar beliau sambil melangkahkan kakinya ke arah pintu depan.

Kubiarkan beliau melangkah keluar, sementara aku melanjutkan langkahku ke arah dapur. Saat aku sedang di dapur membuatkan minum untuk ketiga sahabatku, terdengar sangat jelas suara obrolan mereka sampai hingga kesini.

Mungkin karena saking rindunya mereka dengan ibu, hingga membuat mereka tidak bisa menahan keceriaan. Bahkan mereka lupa mengatur volume suara mereka yang semakin meninggi tiap detiknya.

Aku hanya bisa tersenyum dan menggelengkan kepala, tak bisa menyalahkan mereka karena ketiga temanku ini memang sudah sangat lama tak bertemu dengan ibu.

Sejenak, aku mengingat saat aku masih kecil dan ketiga temanku selalu bermain bersama di rumah ini. Kami berempat tak jarang selalu gaduh dan meninggalkan mainan yang berserakan hampir pada setiap sudut rumah ini.

Bahkan kami juga sering mandi bersama, tapi meskipun begitu. Ibu tak pernah memarahi kami.

Beliau selalu menunjukan senyum bahagia saat ketiga temanku itu bermain bersamaku di rumah kami. Mungkin beliau merasa terhibur saat melihat tingkah laku kami yang selalu menggemaskan saat kami berempat masih kecil.

Beliau juga sudah menganggap ketiga temanku tersebut seperti layaknya anak kandung.

Dari dulu, ibu adalah sosok yang penyayang dan menyukai anak-anak. Pekerjaan beliau sebagai guru di salah satu taman kanak-kanak di kompleks perumahan ini membuat beliau jadi terbiasa sabar dengan tingkah laku anak-anak.

***

Setelah selesai membuat minuman, aku bergegas membawanya ke depan rumah. Tak lupa pula kuletakan beberapa toples kecil berisi kue kering. Untuk menemani minuman yang kubuat.

Sesampaimya di teras, kulihat Ibu tengah asyik berbincang-bincang dengan ketiga temanku. Sepertinya memang benar adanya yang dikatakan beliau tadi. Beliau benar-benar sangat merindukan mereka.

Bahkan ibu sengaja duduk di atas kursi, agar beliau bisa mengobrol semakin dekat dengan ketiga temanku ini.

Aku tak bisa menyalahkannya, selama ini beliau hanya hidup berdua denganku. Putri semata wayangnya. Dahulu beliau sempat mengandung calon adikku. Namun saat mendengar kabar kematian Ayah tempo dulu, membuat Ibu sangat syok hingga mengalami pendarahan hebat, dan berakhir dengan keguguran.

Waktu itu, Ayah sedang perjalanan dinas keluar kota, dan usiaku saat itu masih 4 tahun. Mendengar kabar duka dan melihat ibu keguguran membuatku sangat sedih. Namun aku tak bisa berbuat banyak saat itu. Keadaan keluarga kami benar-benar menjadi sangat terpuruk.

Tapi aku sangat bersyukur dilahirkan oleh wanita kuat lagi hebat seperti ibu. Dengan cepatnya beliau mampu memperbaiki keadaan keluarga kami yang saat itu tengah dalam masa-masa sulit.

Dan juga beliau sangat pintar menyembunyikan kesedihannya dariku, meskipun beberapa kali aku mendapati beliau tengah menangis dan linangan air matanya sempat jatuh dan membasahi wajahku, kala ibu sedang menemaniku saat aku hendak tidur malam.

Maka wajar saja jika beliau benar-benar merasakan bahagia saat menyambut kedatangan teman-temanku ini. Mungkin beliau merasa senang karena rumah ini menjadi ramai dalam sekejap.

"Ayo diminum dulu, jangan malu-malu. Ibu akan sangat senang kalau makanan ala kadarnya ini bisa kalian habiskan," Seru Ibu pada ketiga temanku.

"Huu... Ini sih kesempatan Tuti kalau disuruh habisin semua makanannya. Bunda tahu sendiri, Tuti orangnya banyak makan," Celetuk Rini ketus, dan juga Rini sudah terbiasa memanggil ibuku dengan sebutan 'Bunda' sedari kecil.

"Udah, enggak apa-apa. Ayo kamu juga dihabisin makanannya. Minumnya juga ya, Rin." Seru Ibu terlihat sangat bersemangat.

"Kamu juga, Vis, ayo diminum sama makanannya habiskan," Beliau membuka tutup toples berisi kue kering dan langsung menawarkannya pada Evis.

"Iya, Bu, makasih." Jawab mereka saling sahut. Aku hanya bisa mengulum senyum.

"Kalian menginap dulu di sini, ya. Jangan buru-buru pulang, besok atau lusa baru kalian boleh pulang." Terlihat Ibu masih tetap bersemangat saat berbicara dengan ketiga temanku ini.

"Aduh, jadi tambah enak nih, Bu. Hihihi... " Sahut Tuti sembari memasukan beberapa kue kering ke dalam mulutnya sekaligus. Sontak kami semua lalu memperhatikannya dengan mata tak percaya. Bahkan Rini menepuk jidatnya saat melihat tingkah Tuti yang semakin menjadi-jadi.

Ibu hanya tertawa lalu memeluk Tuti dengan gemas, lalu menyuapinya. Kami hanya tertawa bersama.

Mungkin kebahagiaan ini yang sangat dirindukan oleh Ibu, karena selama ini, kami hanya hidup berdua. Dan saat ketiga teman kecilku hadir, semua terasa seolah mengulang masa lalu.

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top