Mengembalikan Mood yang Ambyar.


Malam harinya, tepat pukul 19.00. Emak dan Yuni sedang sibuk memasak di dapur, masakan yang mereka buat menimbulkan aroma yang menggugah selera, bahkan aromanya sampai tercium olehku.

Aku yang sedari tadi asyik berselancar di dunia maya, seketika menoleh ke arah dapur. Perut mendadak keroncongan, padahal beberapa menit yang lalu perut ini masih baik-baik saja.

Karena tak tahan dengan aroma masakan yang menggiurkan, aku bangkit dari posisi rebahan lalu berjalan ke arah dapur.

"Masak apaan, Mak?" tanyaku, sembari berdiri tepat di belakang beliau.

"Ikan tongkol suir pedes," jawab beliau ketus.

"Ya Allah, Mak, Rony minta maaf sih, Mak," ucapku sembari memasang wajah memelas, akan tetapi beliau tetap cuek dan tak menoleh padaku.

Atas inisiatifku sendiri, aku memijat bahu beliau. Seketika beliau menolehkan pandangannya padaku.

"Iya , Emak udah maafin kamu. Udah sana ke depan! Jangan gangguin kita." kemudian beliau mengalihkan pandangan kembali pada ikan yang sedang beliau masak.

"Udah sono lu, Bang! Kalau elu masih di sini, masakan belum kelar, udah lu sendokin pelan-pelan. Tau-tau masakan udah abis duluan sebelum beres dimasak," tukas Yuni cuek.

"Yaelah! Kagak bakalan..." Belum sempat kuselesaikan berbicara, Emak langsung memotong ucapanku,

"Udah sana! Kamu tungguin aja di depan!" Seru beliau tegas dengan mata melotot.

"Iya, Mak, Iya!" aku tak berani membantah lagi jika Emak sudah bersikap demikian.

Kulangkahkan kaki kembali ke arah ruang depan sembari menggerutu,

"Nasib cuma jadi cowok sendiri di keluarga, selalu dipaksa ngalah," keluhku kesal, dan langsung disambut oleh lemparan spatula yang tepat mengenai kepalaku.

Aku langsung memalingkan wajah ke belakang sembari mengelus-elus area kepala yang terkena lemparan spatula barusan, kulihat Emak tengah meraih panci di dekatnya, sedangkan Yuni hanya tertawa dengan penuh kemenangan melihatku kena omelan Emak.

"Ngomong apa tadi kamu?! Coba ulangi lagi!" seru beliau sembari mengacungkan panci dan bersiap melempar benda tersebut ke arahku.

"Ampun, Mak, ampun," sahutku langsung ambil langkah seribu. Bisa gawat urusannya kalau Emak mau melempar panci, piring, kulkas, mesin cuci,dan kawan-kawannya, eh....

Sembari mendengkus kasar, aku merebahkan diri di atas sofa. Lalu kuraih ponsel yang tadinya kuletakan di atas meja, kubuka sosmed dan kebetulan kulihat Adistya sedang online.

Iseng kucoba chat demi mengusir perasaan kesal yang melanda, mudah-mudahan hati bisa terhibur jika chat bersama Adis.

"Tumben jam segini lagi online?" sapaku membuka obrolan. Tak lama kemudian kuliat ia sedang mengetik balasan. Pertanda ia juga sedang benar-benar tak sibuk.

"Iya, baru pulang dari kampus. Baru sampe banget di kost jadinya baru bisa rebahan bentar," balasnya di seberang sana.

"Rebahan aja dulu, Dis, biar rileks. Tarik nafas dalam-dalam terus kentutin sekenceng-kencengnya," sahutku lagi,

"Hahahaha, ada-ada aja nih," aku tersenyum saat mendapat balasan darinya.

"Kamu belum mandi kan, Dis?" tanyaku iseng,

"Belum sih, emang kenapa?" balasnya singkat,

"Pantesan dari tadi kecium bau asem-asem gimana gitu," kali ini kububuhi balasan chat dengan emoji tertawa lepas,

"Idih! Enak aja! Biarpun aku belum mandi juga, gak pernah bau tuh!" balasnya dengan penuh percaya diri.

"Ngawur aja kamu tuh, pasti udah bau ketek tuh, hahahaha," sifat usilku mulai keluar juga setelah kutahan-tahan sedari tadi. Ternyata asyik juga mengusili Adistya, lumayan untuk membalikan mood yang ambyar karena kena lemparan spatula barusan.

"Udah ah, aku mau mandi dulu kalau gitu. Bye," tutup Adis,

"Ikuuuuut," balasku lagi sembari menahan tawa, hampir bengek rasanya ya bund.

"Idiiih, mandi aja sendiri sana!" setelah membalas demikian, tak ada lagi tanda-tanda online. Itu artinya ia sudah menon-aktifkan ponselnya.

Karena dirasa sudah tak ada lagi yang bisa kulakukan di dunia maya, aku pun meletakan ponsel di atas meja.

Malam ini, kami sekeluarga makan malam bersama. Meskipun tetap saja ada hal-hal kecil yang diributkan olehku bersama Yuni. Hingga membuat Emak kembali kesal dengan tingkah laku kami yang selalu saja ribut tanpa mengenal waktu. 

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top