Soccer Movie
Sasuke versus Naruto
Sasuke x Naruto
"Sasuke! Awas!!" Naruto meloncat kecil dari front seat mobil yang tengah ditumpanginya bersama sang kekasih, Uchiha Sasuke yang tengah serius menyetir.
"Jangan sekarang, Naruto!" pemuda raven menimpali sembari fokus mengemudi.
"Sasuke, Sasuke, belok kanan!" pemuda pirang itu heboh lagi, tapi dia sudah duduk di joknya lagi, tangannya erat memegang ponsel pintarnya.
"Ya Tuhan! Decepticon, Sasuke!" kembali dia berteriak, tubuhnya hampir terhenyak menabrak dashboard didepannya.
"Kau berisik, dobe," Sasuke merebut paksa ponsel pintar yang dipegang Naruto.
"Hey!" Naruto menggapai-gapai berusaha meraih kembali ponselnya dari tangan panjang kekasih dinginnya.
"Sudah kubilang jangan menonton saat dalam mobil, Naruto!" Sasuke melempar benda kotak itu ke backseat.
"Hey! Iiisshh.." si pirang segera menyusul ponselnya kekursi belakang sampai bokong sintalnya hampir mengenai hidung si raven.
Pak.
"Aw!"
Sasuke memukul keras bokong tidak mau diam itu.
"Sakit, teme."
Naruto berhasil merayap ke jok paling belakang, meraba-raba dan tersenyum sumringah saat benda yang dicarinya ketemu.
"Aku suka menonton, memangnya kenapa tidak boleh menonton dimobil?" Naruto menjawab pernyataan Sasuke tadi, dia mendengus tak setuju.
"Kau berisik," nada Sasuke terdengar dingin.
"Kau saja yang tidak tahu cara bersenang-senang, tuan sok cool." kemudian Naruto sudah duduk kembali di frontseat penumpang.
Sasuke meliriknya, mobil sudah terhenti sejak acara perebutan ponsel tadi.
"Setidaknya aku bersenang-senang dengan caraku sendiri."
"Apa? Sepakbola?" sindir Naruto.
"Semua laki-laki suka sepakbola, kan?"
"Kau mau bilang aku ini bukan lelaki, teme? Keterlaluaaann-" seketika pemuda pirang itu menghentikan rencana anarkisnya terhadap sang kekasih.
Mengingat Sasuke adalah kekasihnya yang dia cintai dan adu mulut ini sudah sangat sering terjadi. Naruto sedang tidak mau berpisah sementara dengan kekasihnya saat ini.
Kali ini mereka sedang menikmati liburannya di Amerika, Naruto kekeuh ingin pergi ke Beaumont untuk melihat aksi gila Trail favoritnya, The Crazy Chuck, Tim O'brien atau Seath, atau Many Waldere. Entah siapapun namanya, Sasuke tidak mengerti dengan kekasih pirangnya itu.
Mereka berdua pergi pagi tadi dari hotel di Las Vegas dengan mobil APV agar dapat menyimpan banyak barang, barang Naruto sebenarnya.
Sekarang mereka tengah mengisi bensin dan membeli beberapa minuman dingin dari minimarket disebelah pom bensin itu.
Naruto tidak keluar, dia masih sibuk dengan ponselnya, ingin menonton film lagi.
"Kau membeli cokelat, Sasuke?" tanya Naruto tanpa mengalihkan pandangannya dari layar ponsel.
Sasuke yang baru tiba itu melempar sesuatu pada Naruto.
"Hey ini- 'Seberapa cepat pelurumu melawan Zaggnut-ku'," tiba-tiba Naruto menodongkan bungkusan itu sambil berakting ala Hancock.
Sasuke merotasi matanya, bergumam 'mulai lagi' dengan pelan dan nada bersungut-sungut.
Selesai.
Sasuke sudah selesai dan kembali duduk dibalik kemudi, sambil sesekali melirik si pirang yang tengah memakan Zaggnutt-nya.
Ada senandung kecil yang keluar dari mulut si pirang yang kini ternoda cokelat disisian bibirnya, Sasuke memerhatikan. Sudah dua puluh satu tahun, Naruto tetap saja imbisil.
"Naruto,"
"Hm,"
"Kau sedang lihat apa?" Sasuke berusaha menahan tangannya yang hendak bergerak kearah bibir si imbisil disebelahnya itu.
"Hemm," si blue eyes tidak ingin diganggu rupanya.
Mobil bergerak meninggalkan area pom, lalu menepi lagi dipinggir jalan tidak jauh dari sana.
"Lho, kenapa berhen- Sasuke, ada apa?" Naruto menyadari sesuatu yang berubah dari kekasihnya.
Sasuke melirik tajam, melirik noda cokelat dibibir si pirang yang berusaha menarik perhatiannya.
"Ini," Sasuke menghapus jejak cokelat tidak sopan yang sudah berani mendului nemplok dibibir pemuda yang paling dicintainya itu.
Naruto hanya ber-oh lalu kembali pada ponsel sialannya itu, menurut Sasuke.
"Lihat, ada motor Autobott," seru Naruto, matanya berbinar melihat dari kaca jendela pada Sport Ducati berwarna ungu yang melintas didepan mobil mereka.
"Aku tak ingat ada robot motor di film robot itu," ujar Sasuke.
"Ada, di versi animenya," Naruto senang akhirnya Sasuke mau menanggapi kata-katanya.
"Hn,"
"Lagipula semua benda bisa jadi robot kalau di Transformer," Naruto antusias, Sasuke menyesal dengan kalimatnya tadi, bakalan panjang nih.
"Termasuk robot merah mungil yang ditangannya ada cahaya biru itu?" Sasuke ngasal, dia sudah terlanjur masuk dalam percakapan ini.
"Oh, itu Iron Man, bukan Transformer."
"Manusia setrika?" Sasuke mengernyit.
Dengusan segera terdengar dari mulut Naruto.
"Sama sekali tidak lucu," katanya.
Sasuke tersenyum kelewat tipis nyaris tidak terlihat.
"Kau suka Iron man, Sasuke? Kita pernah menontonnya saat menginap dirumah Suigetsu. Kau ingat?"
Naruto memutar setengah tubuhnya menghadap Sasuke. Yang ditatap diam sebentar, menginjak rem lalu menatap si penanya dengan intens.
"Iron man? Tony Stark?"
"Tony Kroos?"
"Tony St- siapa?" Naruto tiba-tiba tersadar.
"Tony Kroos! Real Madrid!" Sasuke meniru gaya Naruto tadi.
"Mulai lagi," gumam si pirang pelan.
Lalu mini van mereka melaju lagi, kali ini sudah masuk area perbatasan jadi hanya jalanan panjang saja yang terlihat dengan lahan gandum disisi kiri dan kanannya.
"Jadi- kau sedang nonton apa? Autobott itu atau si manusia setrika?" Sasuke memecah keheningan.
Naruto berdecak sebal, sikut tangannya sedikit keluar lewat jendela menopang kepalanya.
"Yang tokohnya bernama Sam itu, film yang mana?" Sasuke bukan tidak tahu, hanya saja dia ingin mendengar celotehan si pirang yang tiba-tiba berhenti berisik.
"Transformer, robot-robot besar," Naruto menjawab malas.
"Oh, dia laki-laki kan? Namanya Sam, Samantha kah?"
"Sasuke!!"
Mendengar teriakan seksi itu, Sasuke terkekeh sebentar lalu memandang Naruto dari samping.
"Sorry," ucapnya merasa bersalah.
"Dia- aktor terkenal kan? Siapa namanya?"
"Hah?"
"Itu, si Sam itu, dia-"
"Oh dia!" Naruto menegakan badannya, matanya berkilat bahaya bagi Sasuke. Senyumnya terkembang konyol.
"Shia Lebouf, dia ganteng kan? Aku suka wajahnya, babyface menurutku."
"Hn,"
"Jangan-jangan kau tidak tahu Shia Lebouf lagi," Naruto segera menyambar ponsel berwarna silvernya, membuka galeri.
"Ini," dia menunjukan sebuah foto pada Sasuke yang masih mengemudi.
"Kau yakin ini orangnya, Naruto?" Sasuke mengernyitkan dahi.
Naruto mengangguk cepat lalu menarik ponsel itu untuk dilihatnya.
"Dia keren kan?"
"Itu seperti, Kareem Benzema,"
"Huh? Siapa?" telinga Naruto mulai iritasi dengan nama yang tidak dikenalnya.
"Siapa dia?" tanya Naruto.
Sasuke hanya menghela nafas, sudah sampai di rest area. Seperti kota kecil, disana ada beberapa rumah, motel, minimarket, pom dan cafe kecil disudut jalan. Kalau dilihat seperti berada di Radiator Spring di film Car.
Naruto ikut menghela nafas lelah, dia tahu bahwa Sasuke menyukai sepakbola sampai ke akar-akarnya seperti dia yang menyukai film.
"Ada yang perlu kau beli lagi, Sasuke?"
Yang ditanya tak menjawab, matanya terpaku pada billboard diatas jalanan itu.
Beaumont.
"Tinggal 12km lagi. Kau perlu ke toilet, Naruto?"
Kali ini giliran mata si pirang yang menatap tulisan besar itu.
"Akhirnya," Naruto keluar sambil menguap lebar. Sasuke ikut keluar dari mobil.
"Aku ingin buang air,"
"Ayo, kita pipis bareng,"
Ehem.
•
•
•
Tiba ditempat tujuan, Naruto dan Sasuke turun dari mobilnya. Naruto melepas jaket, berjalan mendekati acara pertunjukan motor Trail itu. Sementara Sasuke memakai kacamata hitam menambah kadar ketampanannya, berjalan mendekati Naruto lalu menghela nafas.
"Sasuke, kau lihat yang itu? Namanya Seath, walau umurnya tidak remaja lagi tapi aksinya selalu memukau. Aku juga suka tato ditangannya." Naruto mengibas-ngibaskan kaos putih polosnya memerlihatkan perut ramping bertatonya yang seksi.
Sasuke mengedarkan pandangan, banyak juga orang yang datang ketempat ini. Ditambah kru yang sedang sibuk merekam acara ini untuk dibuatkan kaset dan dapat dijual keseluruh dunia.
"Oh, yang disana Kris- Kris siapa ya? Aku lupa-"
"Cristiano Ronaldo mungkin," sembur Sasuke main-main.
"Memangnya ada nama seperti itu, kedengarannya seperti pemeran telenovela." Naruto tampak berpikir, Sasuke terkekeh geli. Narutonya memang menggelikan.
"Sudahlah Naruto, sebaiknya kita cari tempat duduk. Disini panas sekali." Sasuke menarik pergelangan tangan kekasihnya.
Mata biru Naruto meliar saat dia menyaksikan secara live aksi-aksi gila dari pengendara motor Trail yang sering ditontonnya diacara Hell on Earth lewat tivi kabel. Ini keren, menurutnya.
Sementara Sasuke sudah duduk dibangku kayu yang ada disana dan ikut tertarik menyaksikan acara Trail random itu.
"Naruto, kemarilah!"
Yang dipanggil menoleh, lalu berlari kecil menghampiri Sasuke sambil tersenyum lebar.
"Aku suka ini," seru si pirang melebarkan tangannya.
"Tidak suka aku?" Sasuke cemberut.
"Mengerikan," lirih Naruto.
"Jadi benar kau tidak suka aku?!" Sasuke kebakaran rambut. Dia kan gak punya janggut.
"Maksudku wajahmu itu, kau tidak pantas memasang wajah memelas seperti itu. Lebih terlihat seperti orang sembelit." ujar Naruto gamblang.
"Kau berisik, dobe."
Naruto hanya terkekeh mendengar kekasihnya menggerutu seperti itu. Dia lalu duduk disebelah pemuda raven tersebut seraya menyiapkan kamera ponselnya untuk menangkap moment keren dari aksi para pengendara motor Trail itu.
"His coming," terdengar percakapan beberapa orang yang melewati mereka. Orang-orang itu tampak terburu-buru menuju tempat diseberang bangku yang Naruto dan Sasuke duduki.
Naruto memanjang-manjangkan lehernya berusaha mencari tahu apa yang mereka bicarakan.
"Chuck's coming," satu orang lagi berteriak lantang sambil berlari ke tempat itu. Naruto berdiri tergesa, dia tidak ingin ketinggalan moment ini. Chuck yang ini yang dia tunggu-tunggu, remaja gila yang nekat memasang hidrolik pada motor Trail-nya agar bisa melompat setinggi 200 kaki, dan sekarang waktunya memecahkan rekor itu.
"Ayo kesana!" tanpa menunggu, pemuda pirang berbungkus kulit tan itu berlari menuju kerumunan. Sasuke mendengus kasar, terpaksa mengikuti kekasihnya itu. Padahal dia juga khawatir Naruto akan membuat masalah, jadi rebutan kaum gay lainnya mungkin. Jangan sampai.
Dan benar saja, lihatlah sekarang apa yang dilakukan si pirang bersama dua orang pemuda bule berotot yang mengulurkan tangan serta senyum-senyum penuh maksud kearah Naruto.
Sasuke mempercepat langkah, dia berpikir lain kali harus membuat perisai khusus bernama Susano'o untuk melindungi kekasihnya itu dari godaan bule-bule itu.
Tapi ide itu bahkan ditolak otak Sasuke yang tahu pasti bahwa Naruto menyukai laki-laki bule dari pada harus bersembunyi dibawah tempurung berwarna ungu transparan itu.
Sasuke menggelengkan kepalanya, dia sudah sampai disamping sang blonde berusaha tetap tenang sambil menguarkan aura gelapnya yang tidak mempan sama sekali. Pemuda yang mempunyai tiga garis halus dimasing-masing pipinya itu malah mesem-mesem tidak jelas sesaat setelah selesai berjabat tangan dengan dua bule itu.
Sasuke mengeluarkan deathglare andalannya namun ditepis cengiran tak jelas dari si blonde. Benar-benar tidak peka kekasihnya ini.
"Berapa lama lagi acaranya?" tanpa tedeng aling-aling Sasuke melontarkan pertanyaan yang membuat alis Naruto mengernyit heran.
"Masih lama," Naruto hanya menoleh sebentar lalu kembali pada dua kenalan didepannya itu.
"Jadi- kalian dari Jepang?" kata salah satu dari mereka dengan bahasa Inggris khas Amerika.
Naruto mengangguk lalu tersenyum membuat Sasuke kesal, si dobe benar-benar harus dihukum malam ini.
"Ya ya aku tahu, aku pernah kesana sekali, Banzai!" satu lagi dari duo bule itu berseru heboh mengepalkan tangannya keudara.
Alis Sasuke berkedut, obrolan ini membuatnya iritasi. Tapi dia harus bersabar, dia juga masih ingin tahu apa yang akan dilakukan si pirang kekasih dobe-nya itu.
"Selamat datang di Beaumont!" seru duo bule itu tersenyum lima jari.
"Tempat yang bagus untuk-" salah satu bule itu melirik Sasuke tidak suka.
"-bersenang-senang." lanjutnya dengan wajah masam kearah Sasuke.
"Ah, iya. Hahaha.." Naruto tertawa garing melirik Sasuke dengan sebal.
"Kalau begitu, kami ada disana jika kau ingin bir," duo bule itu melambaikan tangan kearah Naruto lalu pergi kearah berlawanan dari Naruto dan Sasuke.
"Payah," gumam Naruto yang terdengar jelas ditelinga Sasuke.
"Siapa? Bule-bule itu?"
"Tentu saja kau, teme!"
Sasuke hanya bersedekap, membuka kaca matanya dan menatap lurus kearah acara si Gila Chucky yang sedang berlangsung.
"Kau tidak memotret?" Sasuke mengalihkan pembicaraan. Si pirang mengikuti arah pandang kekasihnya itu.
Dengan masih dongkol, Naruto mengangkat ponselnya dan mulai memotret aksi Chucky si gila. Tapi terlambat, si Chucky itu bahkan sudah mendarat sejak tadi. Dan sudah riuh terdengar kalimat-kalimat pujian dan bangga dari semua orang, seperti 'Its a wrap!' dan 'Awesome'.
"Aku mau pulang," Naruto membalikan badan melangkah menjauhi tempat itu. Sasuke panik, sadar telah membuat kesalahan.
Dikejarnya Naruto yang sudah masuk kedalam mobil, dia ikut masuk dan melihat gurat kekecewaan dimata biru kekasihnya.
Mereka hanya berdiam diri tidak mau membahas apapun tentang kejadian tadi. Suasana ini membuat mereka jengah namun mereka malah beradu keras kepala kali ini.
"Baiklah kalau kau ingin pulang," Sasuke berucap cepat, tangannya sudah mencengkeram setir. Naruto hanya bersenandung kecil tidak peduli.
"Home," Sasuke bersenandung pelan, dia sudah menginjak kopling, mengatur setir lalu menekan gas untuk melajukan mini van-nya.
"Ke Konoha," kata si pirang tiba-tiba.
Rem. Sasuke sangat mengerti kalau kekasihnya itu tengah marah jadi otak jeniusnya sedang mencari cara agar bisa membujuk Naruto untuk berbaikan dengannya.
"Bagaimana kalau ke Paris," ide gila muncul dikepala berbalut rambut model pantat ayamnya.
Naruto menoleh cepat, tidak percaya pada pendengarannya. Lamat-lamat dia tersenyum. Sasuke berhasil.
"Kau yakin, teme?" Naruto masih tidak percaya.
"Ya," jawab Sasuke cepat. Dia ikut melengkungkan bibirnya kearah Naruto.
Naruto tersenyum lagi, bergerak cepat memeluk kekasihnya itu.
Dari balik pelukan Sasuke menyeringai, dia senang setidaknya tidak harus berbohong pergi ke Paris untuk tugas kantor karena si pirang akan ikut walau Naruto tidak tahu alasan sebenarnya Sasuke memilih Paris karena ingin menyaksikan pertandingan babak kualifikasi Liga Champions antara Paris Saint German versus Real Madrid.
Dia mendapatkan Jackpot kali ini.
"Kau yang terbaik, Sasuke," gumam si pirang tepat ditelinga si raven yang segera merinding mendengar nada suara itu.
Pelukan dilepas, Sasuke tidak rela. Diulurkannya tangan seputih porselen itu dikening Naruto mengusap perlahan dengan ibu jarinya.
Tersenyum, tangan itu bergerak lambat menuju tengkuk sang blonde. Meremas belakang leher itu dengan lembut, membuat Naruto sedikit meremang.
Onyx meet shapire.
Sasuke menarik tengkuk Naruto, menempelkan bibirnya pada bibir lembut Naruto. Tangan Naruto segera berpindah kedada bidang sang raven.
Sasuke menghisap bibir bawah Naruto, tak lekas menyudahinya disentuhnya pipi kiri si pirang dengan tangan kanan Sasuke yang bebas. Mereka memperdalam ciuman.
"Mmnh,"
Naruto seperti dibekap, nafasnya hilang, dia hampir mati kalau saja tidak segera memukul dada Sasuke sedikit kencang.
"Teme!" protesnya dengan nafas terengah-engah.
Yang diprotes malah senyum-senyum tidak jelas. Malah ingin melanjutkan aksi 'membunuh' terhadap kekasih imbisil-nya itu.
Naruto segera menarik diri, dia menjauhkan badannya dari si raven yang mulai tersenyum usil.
"Jangan gila, teme!" pekik si mata biru sedikit panik.
"Kita sedang ditempat umum, Sasuke. Kau jangan melakukan hal yang aneh-aneh." katanya.
Naruto membenarkan posisi duduknya, dia lalu menatap kedepan dan tersadarlah dia sudah jadi tontonan gratis bagi orang-orang yang kebetulan lewat didepan mobil mereka.
"Mereka-" mata beriris safir itu melihat takut-takut kearah kaca depan mobil dimana masih ada satu dua orang yang memandanginya, termasuk duo bule yang tadi sempat berkenalan dengannya.
Sasuke menoleh kearah yang sama dengan yang dilihat si pirang, tiba-tiba Uchiha bungsu itu tertawa renyah membuat Naruto heran lalu menatapnya tajam.
"Ini Amerika, Naruto. Negara bebas." kata Sasuke tenang.
Naruto melihat lagi kekaca mobilnya, benar juga orang yang melihat tidak memberikan respon apapun saat melihat kejadian tadi. Seperti angin lalu, mereka hanya melihat lalu- ya sudah.
Naruto sedikit lega. Dia menghela nafas panjang, walau begitu tetap saja dia malu menjadi kaum minoritas sekalipun di negara sebebas Amerika. Dasar Sasuke teme mesum pantat ayam!
"Sudahlah, sudah hampir gelap. Ayo kita pulang!"
Naruto hanya mengangguk lalu berpindah fokus pada ponselnya, nonton film.
"Kau suka drama, Sasuke?" tanya si pirang saat mobil merayap meninggalkan tempat itu.
"Tentu saja," jawab Sasuke enteng dan meyakinkan.
Kali ini bolehlah Naruto berharap kekasihnya itu akan menanggapi dengan serius kata-katanya. Senyum Naruto terkembang.
"Drama apa?"
Sasuke tidak langsung menjawab, dia sempatkan untuk mengintip langit dari balik jendela mobilnya. Lalu dia menghela nafas, bersiap menjawab.
"Drama adu penalti,"
"..........."
•
•
•
•
•
Hari mulai beranjak gelap, mini van yang dikendarai oleh Sasuke dan Naruto sudah masuk kedaerah perbatasan yang mulai jarang bangunan. Hanya jalan raya tanpa hambatan membentang hingga batas kota nanti yang terlihat serta lahan yang ditanami gandum dan ilalang tinggi disetiap sisi jalannya.
Naruto bergidik ngeri saat membayangkan mahluk apa saja yang biasanya ada ditempat seperti ini menurut film yang sering ditontonnya.
"Sasuke, masih lama?" suara si pirang menginterupsi.
"Hn,"
Naruto berdecak. Baterai ponselnya hampir habis, dia lalu mengambil bodypack-nya dari backseat dan mengocek isinya mencari power bank. Naruto tidak mau diam konyol seperti ini, setidaknya dia harus menonton film saat ini.
"Jangan nonton film zombie, dobe!" suara Sasuke terdengar main-main.
"Jangan bicarakan mahluk itu ditempat seperti ini, teme," tiba-tiba Naruto merinding takut lalu bergeser mendekat kearah kekasihnya.
"Kita tidak punya senjata atau sinar Ultra Violet untuk melawan mahluk itu, bagaimana kalau disini adanya zombie yang bisa lari dan mengancam?" Naruto dan imajinasi film-nya.
"Tidak berlaripun zombie tetap ancaman, dobe."
"Maksudku zombie yang bisa berpikir, seperti di film I'm Legend. Pimpinan zombienya mengancam lewat bahasa tubuh, mahluk itu menabrakan tubuhnya kepintu kaca laboratorium anti peluru sampai retak. Irgh," kali ini Naruto sampai bergidik membayangkannya.
Sasuke hanya menoleh sejenak lalu beralih fokus pada kendali mobilnya.
"Tidak jadi nonton?" tanya Sasuke menyadari pergerakan yang berbeda dari kekasih pirangnya.
Naruto menggeleng, disumpalkannya earphone berwarna oranye dikedua telingannya.
"Aku ingin mendengarkan musik," katanya.
Hening.
Sasuke hanya mencuri lirik kearah si pirang yang mulai menggoyangkan badan plus bersenandung kecil lewat bibir cherry-nya.
Muncul beberapa ide gila dikepala pantat ayam pemuda raven tersebut, dia tersenyum sendiri memikirkannya hingga laju mobil melambat tiba-tiba.
"Ada apa?" Naruto menoleh setengah kuatir. Dia merasakan mobilnya berubah bergerak perlahan dan hati-hati.
Sasuke tidak menjawab.
"Sasuke, kau melihat sesuatu?" akhirnya si pirang berani bertanya.
"Tidak," jawab Sasuke jelas.
Naruto hanya ber-oh lalu kembali pada nyanyiannya membuat Sasuke merasa diasingkan.
"Lagu apa?" tanya Sasuke.
"Hah?" merasa Sasuke berkata sesuatu, Naruto membuka sebelah earphonnya.
"Kau sedang dengar lagu apa?" Sasuke mengulang.
"Oh- 7 years," jawab si pirang.
"Huh?"
"7 years, Lukas Graham. Kau tidak tahu Lukas Graham, Sasuke?"
"Aku tahu Lukas Podolsky," kata Sasuke cuek.
"Chk,"
"Hmm," Sasuke tersenyum tipis.
"Tidak suka yang lebih lokal?"
Naruto memalingkan wajah pada kekasihnya, tumben si teme ini cerewet pasti ada yang sedang disembunyikan.
"Ada, aku suka Spitz," ujar Naruto.
"Kecuali itu. Kau suka Spitz karena salah satu lagunya berjudul nama ayahmu kan?"
"Iya juga sih," Naruto mendengus mencari musisi Jepang lain yang disukainya.
"Jangan-jangan kau hanya tahu film dan musik luar negeri lagi," tuding Sasuke sekenanya.
"Tidak," Naruto mengelak.
"Aku suka Kemuri,"
"Yeah,"
"CONFUSSION, ILLUSION, DESTRUCTION, GO INSANE!!"
Mereka berteriak menyanyikan lagu tersebut. Lalu tertawa setelahnya.
"Kau juga, jangan-jangan kau hanya tahu sepakbola asing, Sasuke, lupa pada yang lokal."
"Tidak benar sama sekali," giliran Sasuke yang mengelak.
"Yah, setidaknya aku tahu Hidetoshi Nakata, Shinji Ono, Nakamura atau Miyamoto." sebenarnya Sasuke juga tidak terlalu mengikuti perkembangan sepakbola Jepang sih, makanya dia hanya sebutkan nama-nama pemain yang terkenal pada piala dunia beberapa tahun lalu. Payah.
"Kalau Shinji Kagawa?" celetuk si pirang penasaran, dia agak familiar dengan nama itu namun tidak tahu siapa.
"Oh," Sasuke mendadak ingat sesuatu.
"Tentu saja dia pesepakbola juga, dari Jepang, dan sekarang dia main untuk Manchester United."
Sasuke tersenyum pada kekasihnya.
"Ha-ah, sudahlah. Sekarang aku ingin tahu apa ada film yang kau suka, Sasuke?"
"Banyak,"
Meski sudah hampir tiga tahun berpacaran mereka hanya tahu kalau pasangan mereka menyukai film atau sepakbola saja. Naruto tidak tahu apakah Sasuke menyukai film tertentu atau tidak, bahkan dia tidak tahu klub sepakbola apa yang digandrungi kekasih ravennya itu. Begitupun sebaliknya, hanya saja Sasuke tahu kalau Naruto menyukai hampir semua genre film. Thats all.
"Film apa, maksudku film yang seperti apa?" tanya Naruto.
"Kau pernah menonton Sound of my Voice, Naruto?"
Naruto terdiam sebentar lalu menghela nafas panjang.
"Sering, tapi aku belum mengerti seluruhnya," aku si pirang dengan wajah kecewa.
"Sudah kuduga,"
"Kau!" Naruto memukul lengan Sasuke pelan. Sasuke tertawa, si pirang cemberut.
"Jangan cemberut, itu akan membangunkan mahluk lain!"
"Apa?"
Belum-belum menjawab, Sasuke tiba-tiba menepi lalu menginjak rem.
"Jangan menakutiku, teme!"
"Kau tahu, kenapa dari tadi aku mengajakmu mengobrol?" nada Sasuke terdengar dingin. Naruto bengong masih syok, kenapa Sasuke berhenti dipinggir jalan tiba-tiba? Mana gelap dan sepi pula.
"Huh?"
"Hu-uh, aku tidak bisa menunggu lebih lama lagi, dobe," Sasuke berucap lemas, kepalanya menunduk dan satu tangannya tergantung disetir.
"Kau kenapa, teme? Jangan menakutiku," Naruto mulai parno, dia pikir ucapan Sasuke akan benar-benar terjadi.
Akan ada mahluk lain yang bangun.
Bagi pecinta film dan jago imajinasi, Naruto paling bisa mewujudkan apa yang ada di film-film itu menjadi nyata dipikirannya.
"Aku- jadi- ingin- bercinta, dobe."
"Ya ampun," Naruto memukul keningnya hingga berbunyi 'ceplak'.
"Si Teme dan koleksi fetish-nya," sindir Naruto.
"Ayolah,"
"Kau tidak sadar ini dimana, teme?"
Grap
Sasuke sudah menarik tangan berbungkus kulit tan itu hingga duduk dipangkuannya. Naruto sedikit berjengit, tidak suka berdesakan dengan benda bulat dibelakangnya.
"Sasuke, ini sempit," protesnya.
"Mendekatlah," Sasuke mulai menciumi wajah si pirang, tangannya bergerilya dibawah kaos tipis Naruto.
Kulit Naruto merinding, ia mengerang pelan saat kekasihnya beralih fokus pada bibir dan mulutnya.
"Ngh,"
"Turunkan celanamu," bisik Sasuke seduktif.
Naruto melepas kaitan dan sleting celananya lalu diturunkan dengan segera oleh si raven.
Decak basah ciuman mereka kembali terdengar memeriahkan suasana jalan yang gelap dan sepi.
Naruto sudah mengalungkan tangannya dileher Sasuke sementara sang raven sudah mulai bergerak pelan setelah menurunkan celana miliknya dengan terburu-buru.
"Ahn," prostat terusik, desahanpun lolos.
Sasuke memegang pinggul si pirang agar tidak bergerak terlalu liar, dia tidak ingin kekasihnya itu bertabrakan dengan setir dipunggungnya atau atap mobil dengan kepalanya.
"Mnh, teme, aku ingat ada adegan seperti ini difilm yang pernah kutonton," susah payah Naruto bicara dalam keadaan seperti ini. Liurnya berhamburan.
"Hn?"
Apa lagi yang bisa Sasuke katakan sementara dirinya tengah didera kenikmatan tiada tara. Apalagi saat ini dia tengah mencium dan menjilati leher jenjang Naruto meninggalkan jejak basah disana.
"Ngh, mnh, mungkin Speed, ahn," mengingat saat seperti ini untuk Naruto sepertinya tidak mungkin.
"Ter- lalu keras,"
"Ah, bukan Speed. Aku- lupa," Naruto menyerah, tubuhnya sedang terlonjak saat ia melihat cahaya biru dan merah melesat maju mendekati minivan-nya dari jendela belakang.
"Sasuke, Sasuke!" si pirang memukul pelan bahu Sasuke.
"Ehmn, not now!"
Sasuke sedang terlena oleh otot rektum si pirang yang menjepit kebanggaannya. Ah, Ini sangat nikmat.
"Sasukeee!"
Wiiiiiwwww..
Sasuke baru tersadar saat bunyi sirine menerobos indera pendengarannya.
"Petugas!" seru keduanya.
Jendela diketuk.
Sasuke menarik dua jaket miliknya dan Naruto untuk menutupi bagian bawah mereka. Dia juga membenamkan wajah kekasih pirangnya itu dileher sebelah kanan. Tidak sudi wajah horny Naruto dilihat orang lain.
"Selamat malam," seseorang dengan police uniform melongokan kepala kedalam mobil dan langsung terhenyak setelahnya.
"Sorry," dengan rahang yang hampir jatuh dia berkata. Lalu pipinya ikut merona. Dia mengerti.
"Ada apa? Kau sudah cek surat-suratnya?" suara lain terdengar mengikuti.
Yang ditanya hanya mematung lalu berdeham memberi kode.
Petugas yang baru datang mengernyit tidak mengerti sekaligus tidak suka pada rekannya yang berubah tidak tegas malam ini.
Lalu kepala lain petugas itu menyembul, melihat dengan jelas apa yang menjadi alasan rekannya sampai salah tingkah seperti ini.
"Wow," opsir itu berucap pelan.
"Uhm, kami- hanya ingin melihat surat-suratmu, anak muda." kata petugas itu setelah menarik kembali kepalanya keluar jendela.
Sasuke tidak berekspresi, dia mengambil surat-surat dari bawah dashboard mobil lalu menyerahkannya pada dua opsir yang kini tengah mendengus kikuk.
"Ya, sudah lengkap," kata yang satunya.
"Lain kali tidak ditempat seperti ini, anak muda. Ini terlalu berbahaya," ada seringai tipis dari bibir opsir itu sebelum mereka meninggalkan mobil Sasuke.
Terdengar kekehan geli dari kedua petugas itu lalu menghilang bersama cahaya biru-merah dan bunyi nyaring sirine mobilnya.
Sasuke menghela nafas.
Damn, hampir saja. Sebenarnya dia tidak rela kegiatan intimnya dilihat orang lain, apalagi harus memerlihatkan pula tubuh seksi kekasihnya. Horny Shit.
"Naruto?" Sasuke mencoba bergerak lagi meneruskan yang tadi. Tapi tidak ada jawaban.
"Hey dobe," kali ini disertai usapan lembut dilengan kekasihnya itu.
"Petugasnya sudah pergi, ayo kita lan-"
Zzzzzzz
"Eh? Tidur? Dobe?"
Yang dipanggil tidak mejawab, kepalanya terkulai lemah kebelakang.
"Dasar kau," Sasuke hanya tersenyum miris mengetahui kekasihnya malah tidur saat masih dalam keadaan penyatuan begini.
Ah, mungkin ini waktunya dia belajar bermain solo.
Sasuke memindahkan Naruto ke-jok penumpang, melingkari leher pemuda itu dengan bantal berbentuk huruf U dan menyelimutinya dengan dua jaket tadi.
Ia pun segera menarik celananya, lalu bersiap meneruskan perjalanannya kembali ke hotel, walaupun dibawah sana masih mengembung menyesakan.
"Hufh,"
Diliriknya kekasih yang sedang tertidur.
"Akan ada babak tambahan, Naruto, seperti omake dalam film-film yang sering kau tonton."
Mobilpun melaju membelah malam tanpa ada percakapan film dan sepakbola, atau kegiatan sex yang tertunda.
"Happy Anniversarry, dobe, I Love You,"
END
Ini Fic jadul yang pernah di publish sendirian, which is ragu bgt mau unpub-nya karena banyak review dari author keren favorit saya.. Trims udah mampir. Apalagi yg vote, komen, dan follow, thanks bgt ya..
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top