PETUAH PIMTHA

BT21 : PETUAH PIMTHA









"Tata," Pimtha membaca kertas yang ada ditangannya, lalu lelaki si biang onar pun maju dengan senyum kotaknya.

"Jangan kabur lagi, lo di Bumi. Ga ada ajudan ajudan Bapak lo disini." omel Pimtha, sembari memasang kertas tersebut pada baju lelaki tersebut menggunakan lakban.

Tata mengangguk walau tak sepenuhnya mengerti apa yang diucapkan oleh Pimtha.



"Chimmy,"

Chimmy melangkah mendekati Pimtha, "disini jangan keseringan main harmonika, berisik." 

Chimmy mengangguk walaupun sedih karena dilarang memainkan harmonika sesuka hatinya. Pimtha yang menangkap ekspresi sedih lelaki tersebut pun, langsung menepuk bahunya.

"Boleh main, tapi izin dulu sama gue, okay?" 

"Okay." ucap Chimmy, lalu kembali merapat pada temannya yang lain.



"Shooky," 

Lelaki berkulit pucat itu maju, "jangan histeris kalau liat susu. Mulai sekarang, lo harus minum susu. Ngerti?" 

Shooky mengangguk, "apa disini aku harus mandi?" 

"Tayamum aje," balas Pimtha cepat, lalu memutar tubuh lelaki tersebut dan mendorongnya agar kembali bergabung dengan temannya yang lain.



"Koya," panggil Pimtha.

"Lah? Si bumbu mi sedap ternyata," gumamnya, setelah melihat Koya melangkah mendekat. Tentu saja dengan wajah mengantuknya.

"Jangan keseringan tidur, bantuin gue di hostel." 

Koya mengangguk lemas, lalu setelah kertas tersebut terpasang dibajunya. Ia kembali duduk dikarpet, lalu menyandarkan kepalanya di bahu Tata.



"Cooky,"

Si lelaki kelinci tersebut maju dengan senyum manisnya, membuat Pimtha harus menahan diri agar tak mengeluarkan sifat penggodanya pada lelaki alien tersebut.

"Nanti kita cari Ian bareng bareng, okay?" 


Modus sama alien, ga dosa kan? 


Cooky mengangguk senang, "okay."

Pimtha mengangguk, lalu menepuk pundak lelaki tersebut sebelum ia kembali duduk dikarpet. 



"Mang," 

Si lelaki kuda berdiri, lalu menghampiri Pimtha yang beberapa langkah dihadapannya.

"Jangan minder lagi, lo ganteng ko. Senyum lo juga aduhay," 

Mang sedikit mengernyit mendengar kalimat yang diucapkan Pimtha, "terima kasih." 

Entah mengapa, setiap melihat Mang, Pimtha selalu tersenyum. "Sama sama." 




"RJ," 

"Saya," lalu lelaki tersebut maju.

"Jangan takut sama gunting, disini ga bakal ada yang bakal gunting.. bulu.. lo." ucap Pimtha dengan pelan diakhir kalimat.

Geli aja woy ngomongin bulu.

RJ mengangguk, "terima kasih sudah mau menolong kami." 

Pimtha menatap RJ lama, seumur umur ia tak pernah menolong seseorang hingga sebegini repotnya.

Semoga keputusannya ini tak salah, dan tak akan membuatnya menyesal dikemudian hari.

"Sama sama," Pimtha melirik keenam lelaki yang ada dibalik punggung RJ. "Gue usahain buat bantu kalian, jadi kalian jangan bikin onar disini." 









"Jadi kalian disini bantuin gue, okay?" 

Mereka mengangguk disela mengunyah makanan yang baru saja Pimtha masak.

Sederhana, hanya nasi goreng dengan sosis.

"Disini kalian harus nurut sama siapa?" 


















"GUEEE!!" 













Pimtha tercengang mendengar jawaban dari mereka bertujuh, "gue?" 

Mereka bertujuh mengangguk, "iya, Gue." ucap Koya, sembari menunjuk Pimtha.

Lagi lagi Pimtha bingung, ia menunjuk dirinya sendiri. "Gue?" 

Tata mendengus kesal, "iya, Gue. Nama kamu, Gue kan?" tanya lelaki tersebut, yang dibalas tawa keras oleh Pimtha.


Hah. 


Pantas saja mereka menjawab Gue tadi, mereka kira itu sebuah nama ternyata. Pimtha pun meredakan tawanya, lalu berdeham.

"Nama gue, Pimtha." 

"Pimtha?" ucap mereka bersamaan

Pimtha mengangguk, sepertinya mulai saat ini ia harus berhenti menggunakan lo-gue. Karena ketujuh manusia slash alien tersebut tak begitu mengerti dengan bahasa yang ada di bumi.

"Nama aku, Pimtha. Kalian bisa panggil aku, Pimtha. Bukan, Gue. Okay?" 

Mereka mengangguk, lalu kembali melanjutkan makan malamnya bersama. Dalam hening.

Eum. Salah.

Tidak cukup hening, karena mereka selalu mempeributkan semuanya.

Entah RJ yang selalu meminta jatah sayuran milik temannya yang lain, atau Koya yang selalu bersandar pada pundak mereka yang duduk dikedua sisinya.

Atau bahkan Shooky yang dipaksa harus meminum susu oleh semuanya.

Jujur saja, disatu sisi Pimtha belum terbiasa dengan keramaian. Sejak lahir ia sudah seorang diri tanpa memiliki adik atau kakak. Ditambah dengan beberapa tahun belakangan, ia harus benar benar tinggal sendiri karena kedua orang tuanya meninggal.

Tapi disisi lain, jauh di dalam hatinya ia merasakan kehangatan. Ia hangat bersama ketujuh alien tersebut. Kekosongan dalam hatinya seolah terisi penuh oleh mereka yang tiba tiba muncul di hostelnya sore tadi.


Entahlah, ia bingung. Harus bersyukur atau mengumpat.








A/n : Mengumpat aja terus, Tha.

Tenang, masuk neraka sekarang bisa jalur prestasi ko 😉

Siapa tahu semakin sering mengumpat, bisa jadi sebuah prestasi khaaan?








Buat yang imannya lemah akan cogan, banyakin istighfar ya sayankk 💜💜

Makin sini para Kakang BTS emang makin kurang ajar gantengnya, duh.







24 - 02 - 2020

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top